[9] Bandang, 1998

14 8 0
                                    

Kabar banjir bandang meluas dengan cepat di segala penjuru kota. Banyak petugas, relawan, bahkan warga setempat membantu proses pencarian. Tidak terkecuali seekor kucing kuning putih yang kini bulu nya terdapat lumpur. Lukman, mengais ngais bekas reruntuhan berusaha menemukan sosok yang ia cari.

"LUKMAN!!"

Mata kucing itu melirik, mendapati si kembar dan ibu nya Lino yang menangis histeris memanggil-manggil Lino. Lukman berlari menuju keluarga kecil itu seolah ikut menangis bersama. Ayah tiri nya Lino sibuk mengais-ngais sisa reruntuhan sembari memanggil Lino.

Rian ditemukan lebih awal, badan nya penuh luka dan lebam. Rian dilarikan kerumah sakit untuk pertolongan pertama, karena masih ada nafas yang Rian hembuskan sesekali.

Banyak mayat-mayat yang ditemukan termasuk Ibu dan Bapak Rian. Namun, sudah hampir habis hari ini, Lino belum juga ditemukan.

Lia duduk terdiam, mata nya menatap kosong pada hamparan luas yang menjadi sasaran keganasan bumi siang tadi. Hanya berlangsung selama tiga jam, semua nya sudah sehancur ini. Ia ingin menjerit marah pada semua nya. Kenapa Lino tidak datang dan memeluknya saat ini.

★★★

Pencarian sudah memasuki hari ketiga, tapi Lino masih belum menampakkan diri. Lia semakin gila dibuat nya, pun dengan ibu nya dan anak-anak panti termasuk Ical. Semua nya tetap menunggu di posko sambil berdoa. Lukman rasa nya sudah tidak tahan, kucing jantan yang kini mengurus itu berlari kesetiap penjuru tempat. Berharap menemukan sosok tegap yang akan menggendong nya lagi.

"Rian, kamu denger ibu, Nak?"

Rian hanya menatap, selang oksigen masih terpasang, mata nya sayu dengan pancaran ketakutan yang jelas tertoreh disana. Ical dan ibu nya Lino menatap Rian tanpa suara, dokter bilang Rian mungkin akan kehilangan ingatan.

"Ini ibu, sayang"

"I-ibu?"

"Iya, Ibu. Ini Ical adik kamu, Rian ingat?"

Hanya gelengan yang mereka dapati. Ical menunduk, ia menangis, tidak pernah sekalipun ia membayangkan akan terjadi hal mengerikan semacam ini pada keluarga nya. Rian dan Lino sudah ia anggap seperti saudara sendiri. Bagaimana bisa ia berpura-pura kuat saat saudara nya sesakit ini.

"Nanti Rian sembuh, kita pulang, bisa bareng-bareng lagi ya"

"T-ta-takut, Bu. Air, a-air nya..."

"Sudah, Nak sudah. Rian udah gapapa, Rian udah sama Ibu sekarang"

★★★

Lukman masuk lumayan jauh ke dalam hutan, penciuman nya bereaksi kala melihat seseorang yang meringis bersandar di pohon sambil meminum air yang bisa ia gapai. Langkah nya cepat membawa Lukman mendekat.

"Lukman?"

Lukman mengeong keras, ia menemukan sosok itu, ia menemukan Lino yang tidak berdaya. Lukman berlari, berbalik arah tanpa memperdulikan letih yang ia rasakan.

Terus mengeong seolah meminta pertolongan tapi tidak seorang pun menghiraukan nya. Lukman hampir putus asa dan frustasi, kala mata nya menatap Ayah tiri Lino yang sibuk mengais reruntuhan.

Lukman mendekat menarik-narik celana penuh lumpur milik Ayahnya, entah bagaimana seolah ada dorongan kuat untuk mengikuti arah Lukman. Hingga ia mendapati anak tiri nya yang penuh darah mengering di pelipis, dan wajahnya pucat.

"LINO!! ANAK AYAH!! TOLOOONG!! TOLONG ANAK SAYA TOLONG!!"

Lino membuka mata nya, menatap Ayah tiri nya yang menangis berusaha menyingkirkan reruntuhan yang menindih setengah kaki nya. Ia berusaha kuat menopang tubuh Lukman dalam dekapan nya.

Kaki nya mati rasa, Lino tidak merasakan apa apa pada kaki nya setelah ia digotong beberapa orang.

Ujung mata nya menatap Lia yang runtuh dipelukkan Brian dan Ibu nya Lia. Ia tersenyum samar, setelahnya semua gelap. Lebih tenang ketimbang beberapa hari yang ia lewati dengan mencekam, sendirian, gelap, dingin, pengap, lapar, sakit. Semua nya, Lino sendiri hampir bingung mengenali semua rasa yang menyerangnya.

★★★

"No"

Mata nya terbuka, mendapati Ical dan ibu nya yang menangis, seisi ruangan penuh dengan anak-anak panti dan Lukman di atas tubuhnya yang tertidur. Rian, disampingnya hanya menoleh sebentar.

"Rian"

Rian menoleh, mata nya basah. Ketakutan tergambar jelas dalam binar nya. Lino menyentuh sebelah matanya, dibalut perban entah kenapa.

"Kenapa ini?"

Lia berhambur memeluk Lino, ia mengusap lembut wajah Lino sambil membisikkan kalimat penenang yang memang menenangkan. Ical mendekat dengan bantuan kursi roda, mengelus tangan Lino.

"Kita saudara?"

Mata Lino menatap pada Rian yang tiba-tiba menanyakan hal semacam itu, ia melirik ibu nya yang mengangguk seolah memberi isyarat pada Lino.

"Iya"

"Kata Ibu sama Ayah, kamu adikku. Ical adikku, yang kembar juga. Jadi, aku anak pertama?"

Untuk kali ini, Lino tidak lagi menahan tangis nya. Ia menganggukkan kepalanya dan menangis. Apa yang terjadi pada Rian sampai anak itu melupakan banyak hal.

★★★

Lino dan Rian kini makan disuapi secara bergantian oleh Brian, yang lain mengurus banyak hal. Hanya menyisakan Ical, Brian, Lino dan Rian.

"Mataku kenapa?"

Ical menoleh, ia tersenyum pada Lino lalu mendekat pelan.

"Kamu kalau liat pakai mata sebelah kanan aja gapapa kan?"

"Aku? Buta??"

"Engga, sekarang cuman bisa pakai sebelah nanti kapan-kapan pakai dua"

Lino menyadari satu hal, semua hal dilupakan Rian. Tapi, Rian tetap menjadi Rian yang ia kenal.

"Tolong Lukman, berat banget"

"Dia gamau dipindahin, dari tadi sudah saya pindah tapi balik lagi. Kayaknya dia gamau pisah sama kamu"

"Lukman, berat"

Barulah kucing gendut itu beralih ke kasur disebelah Lino. Ia mengerti, Lukman mungkin ketakutan setengah mati kala mendapati ia pertama kali. Lino sampai berpikir, kalau Lukman tidak mengenalnya dan berlari lantaran takut melihat darah membanjiri wajah nya. Tapi, nyata nya Lukman yang membawa Ayah nya.

"Man, makasih ya"

❤️

Bandang [Lee Know] • 1998 ✓Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ