05. Hari Pertama

4.5K 310 13
                                    

“Tolong dipegang pesan saya, ya! Saya ingatkan lagi, kalian akan berada di wilayah orang selama beberapa waktu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Tolong dipegang pesan saya, ya! Saya ingatkan lagi, kalian akan berada di wilayah orang selama beberapa waktu. Sebagai pendatang, kalian harus bisa menghargai dan menghormati kebiasaan atau adat istiadat yang sudah ada di desa ini. Bersikap sewajarnya dan jangan membuat gaduh! Kalau ada masalah internal kelompok, mohon segera selesaikan dan jangan dibawa keluar. Saya yakin, kalian sebagai mahasiswa sudah memiliki pemikiran yang matang perihal membedakan baik dan buruk. Pokoknya harus jaga sikap dan tidak boleh gegabah. Mengerti?”

“Mengerti!”

Semua mahasiswa kelompok KKN 147 dan dua kelompok KKN lainnya mengangguk mendengar penuturan dari Pak Bayu selaku Dosen Pembimbing Lapangan untuk Desa Rancasari. Dalam satu desa terdapat tiga kelompok KKN yang tersebar di sana. Sebelum disebar ke posko masing-masing di RW yang berbeda, mereka diberikan pesan-pesan terlebih dahulu oleh DPL.

Usai diberi petuah oleh DPL dan bercengkrama dengan Kepala Desa, mereka akhirnya diperbolehkan untuk menempati posko masing-masing. Dengan menggunakan mobil angkutan, anggota kelompok KKN 147 bergerak menuju posko yang berjarak sekitar dua kilometer dari kantor desa.

“Wes! Ada kebo, bestie!” Bani berteriak heboh saat tak sengaja melihat kerbau yang tengah digiring oleh pemiliknya di pinggir jalan.

Sementara yang lain terkekeh geli melihat Bani yang selalu excited tiap kali melihat sesuatu yang baru ia temui di sini.

“Nggak usah kayak anak alay gitu, dong, Ban!” ejek Aksa yang membuat Bani mencebik sesaat, lalu kembali heboh saat melihat barisan bebek berenang di selokan kecil pinggir sawah.

Perjalanan dari kantor Desa menuju posko ini memang didominasi dengan persawahan dan kebun-kebun kecil. Berbeda jauh dengan pemandangan yang sering mereka lihat di kota. Alih-alih melihat gedung-gedung tinggi atau bangunan perumahan, paduan hamparan sawah yang hijau dan langit biru justru menjadi pemandangan utama di desa ini. Ini sangat cocok untuk mencuci mata dan menyegarkan pikiran.

“Duh! Neng Dara! Kalau lagi senyum-senyum gitu bikin adem seluruh jiwa raga, ya?”

Mulut ember Bani lagi-lagi mengeluarkan kata-kata yang tidak terduga. Dara yang sedang asyik melihat pemandangan yang berada di sisi kirinya sedikit terperanjat karena ucapan Bani dan sorakan dari teman-teman yang lain. Dara bahkan tidak sadar kalau sedang senyum-senyum sendiri tadi, saking menikmati pemandangan yang jarang ia temui sebelumnya.

“Belum juga sehari, udah ngegas aja si Bani!”

“Tancaplah, Ban! Kayaknya Dara jomlo, tuh!”

“Jangan mau sama Bani, Dar! Berisik!”

Dara tersenyum kikuk saat mendengar sahut-sahutan dari teman-temannya yang menggoda Bani dan dirinya. Matanya tak sengaja menangkap pemandangan Bisma yang ikut tersenyum, walau tidak tertawa seperti teman yang lain. Dengan cepat Dara mengalihkan pandangannya kembali ke arah luar.

Langit Tak Selalu BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang