02. Amak

74 10 7
                                    


Hampir pukul sebelas malam ketika Erizal sampai di rumah. Dia memarkir dan mengunci sepeda motornya. Halaman depan rumah tampak gelap gulita. Amak selalu lupa menyalakan lampu depan. Kali ini lampu ruangan tamu juga tidak dinyalakan sehingga rumah benar-benar gelap, kecuali seberkas cahaya kuning remang dari kamar Amak yang pintunya sedikit terbuka, berpendar melalui tirai jendela.

Erizal menyalakan senter ponselnya, merogoh saku celana mencari kunci dan membuka pintu. Suara decit engsel pintu yang mulai berkarat menyadarkan Erizal bahwa dia kembali lupa meminyaki engsel pintu yang selalu berdecit setiap kali dibuka-tutup itu.

"Mak... Amak!" Erizal memanggil Amak sembari menutup pintu. Tidak terdengar jawaban.

Dia meraih saklar dan menyalakan lampu teras serta lampu ruang tamu. Lampu LED yang mulai redup menerangi seisi rumah dengan cahayanya yang lemah. Sudah saatnya bola lampu ini diganti dengan yang baru.

Rumah kontrakan ini sebenarnya cukup luas untuk mereka tinggali berdua. Erizal menempati kamar depan di dekat ruang tamu, sementara Amak lebih memilih tidur di kamar belakang. Alasannya tidak perlu jauh-jauh setiap kali mau ke kamar mandi.

Sementara satu kamar kecil yang biasanya digunakan pembantu oleh penghuni sebelumnya, kini dijadikan gudang. Erizal mengeluh setiap pindah, Amak selalu membawa semua barang-barangnya yang kini menumpuk di gudang itu. Entah karena alasan apa, beberapa box barang yang bertumpuk disitu, dilarang Amak untuk dibuka.

Erizal melangkah pelan menuju kamar Amak dan mengintip melalui sela pintu yang sedikit terbuka.

Terlihat Amak duduk di ranjang membelakangi pintu kamar. Rambutnya panjang tergerai. Kepalanya mengangguk-angguk pelan, badannya sedikit bergoyang mengikuti ayunan kepalanya. Lamat-lamat terdengar suara Amak seperti berbisik atau mendendangkan sesuatu.

Meskipun seringkali bertingkah aneh, baru kali ini Erizal melihat Amak seperti itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Meskipun seringkali bertingkah aneh, baru kali ini Erizal melihat Amak seperti itu. Dia ingin memanggil, tapi niat itu diurungkannya. Penasaran dengan apa yang sedang dilakukan Amak, Erizal terus mengintip.

Suara yang keluar dari mulut Amak tiba-tiba berhenti dan kepalanya pelan-pelan menoleh memergoki Erizal yang terkesiap. Wajah yang mulai keriput itu tampak kuning pucat di bawah cahaya bohlam yang redup.

"Alah pulang wa'ang, Nak?" [Kamu sudah pulang, Nak?] suara Amak terdengar parau membuat Erizal gugup.

Amak lalu menyimpan sesuatu di bawah bantalnya, berdiri dan berjalan pelan menghampiri anaknya.

Erizal berusaha menyembunyikan kegugupannya. Dia berbalik dan melangkah menuju meja makan seolah tidak terjadi apa-apa. Dalam hati dia penasaran dengan benda yang tadi disembunyikan Amak di bawah bantal.

"Makanlah dulu, tadi Amak buat makanan kesukaan wa'ang," kata Amak sambil meletakkan piring berisi telur dadar dengan pinggiran renyah yang sekilas membentuk serat-serat renda. Orang minang biasa menyebutnya dadar barendo.

Lembah BunianWhere stories live. Discover now