Bab 4

437 97 4
                                    

"Di saudagar laweyan.."

"...."

"Ih, ya udah kalo nggak mau. Butuh me time aja makanya mampir kesini."

"...."

"Maunya sih gitu, cari mangsa, tapi nggak ada yang tertarik di hati.."

"...."

"Hahah, amsyoong, dah ah, percuma kamu temenin cuma lewat telfon aja."

"...."

"Yuk-yuk.. bye.."

Sambung telepon terputus. Mitha kembali menyesap secangkir teh hangat, yang Ia pesan baru saja. Sebelumnya, Ia memang bersama beberapa rekan kerjanya menemui klien, sedang rekan kerjanya pulang lebih dulu, justru Mitha memilih sendirian di cafe tersebut.

Dengan iPad nya, jari-jari lentik milik Mitha begitu fasih mengoperasikan benda tersebut. Di satu waktu yang luang, Mitha juga gemar menulis cerita di satu platform penerbit. Tanpa membayangkan bahwa banyak orang menyukai ceritanya, justru Mitha mendapatkan penghasilan tambahan dari menulis cerita.

Tiba-tiba saja aktifitas mengetik itu terhenti, Mitha secara sadar, ingin segera menoleh ke arah seseorang yang baru saja datang dan menempati meja di belakang persis mejanya.

Ada aura aneh seperti magnet yang kuat, membuat Mitha ingin menoleh. Namun Mitha urungkan.

Seseorang itu kemudian tengah memesan beberapa menu.

"Teh tarik satu sama pisang goreng keju satu."

Suaranya...

".."

"Itu saja."

".."

"Ya."

Mitha merasakan tiba-tiba saja jantungnya berdegup tidak seperti biasa, mendengar suara bariton khas pria yang berat dan sedikit serak, mencoba mengingat kembali, pernah Ia dengar suara itu dimana dan membuat pikiran Mitha untuk menulis menjadi pecah.

Tahan.. Mit, jangan liat orangnya..

Seringkali Mitha mendapatkan inspirasi menulisnya dari hal-hal di sekitarnya, kemudian tanpa sadar, kejadian di sekitarnya itu, bisa Ia sambungkan bagian demi bagian menjadi cerita yang sulit untuk dilewatkan oleh pembaca yang mengagumi karyanya.

Setiap orang yang membacanya, dibuat emosi, tertarik ingin terus membaca dan meluapkan berbagai macam ekspresi dalam diri. Mitha selihai itu dalam menuangkan pikirannya ke dalam tulisan.

Mitha memejamkan mata sedetik, untuk kemudian memutuskan fokus ke layar iPad yang Ia posisikan seperti laptop di meja.

"Sore.. maaf saya terlambat."

Suara wanita yang lembut tetapi lugas itu, memecah kembali fokus Mitha. Suara itu juga begitu dekat posisinya dengan meja Mitha.

Kemudian, suara pria tadi tertawa kecil, "Mau menunggu kamu satu tahun pun saya ikhlas, Yun.."

Tuh kan dia pasti gak sendiri ada ceweknya.. Mitha bermonolog dalam hati, sambil tetap fokus mendengarkan Ia juga berpura-pura mengetik, tanpa menimbulkan gerak-gerik yang mencurigakan.

"Jadi.. saya disini, ingin sekali bisa berbicara serius dengan kamu, Mas. Selagi saya sudah hadir disini, apa yang bisa Mas berikan untuk saya selanjutnya?"

Waduhh.. apa nih? Ikut deg-deg an. Mitha lagi-lagi mencoba fokus dengan percakapan itu, alih-alih airpods yang Ia kenakan di telinganya sengaja dimatikan, seniat itu Mitha mendengarkan dialog orang asing tersebut.

Favorite (Food) PlaceWhere stories live. Discover now