Bab 2. Bersih-bersih

5 0 0
                                    

Esoknya, aku dan Malvi sudah keluar dari gedung itu pagi-pagi. Malvi membawakanku sebuah pakaian yang lebih nyaman serta peralatan bersih-bersih. Kami mulai dengan menyeleksi barang-barang yang ada di bangunan tua itu, mana yang bisa dipakai dan tidak bisa lagi dipakai. Untung saja ada kursi, meja, dan bagian yang bisa dipakai untuk kasir. Untuk dapur harus diperbaiki lebih banyak karena airnya terlihat menyebar ke beberapa tempat.

Beberapa hewan juga ikut membantu, seperti Ghava membantu membersihkan langit-langit yang tidak bisa aku atau pun Malvi raih. Sedangkan Hiva, ketua dari beberapa tikus mencari hal-hal yang bermasalah di dalam bangunan yang tidak bisa aku lihat. Cavi, kucing abu-abu yang selalu mendengarkan keluh kesahku dengan tenang mengatakan mengenai keadaan atap. Tanganku mengelus sedikit bulunya yang terkena sarang laba-laba.

Tak lama terdengar sebuah ketukan pintu yang membuatku, Malvi, dan hewan-hewan lainnya yang ikut membantu terdiam. Malvi yang berjalan dulu untuk membuka pintu. Dibalik pintu rapuh itu terlihat segerombolan para lelaki dengan seorang lelaki yang terlihat kekar dengan penampilan seperti garang. Itu mereka!

"Selamat datang." Aku melangkah ringan mendekati mereka. "Apa tuan menjadi ketua untuk mereka semua?" Tidak bisa aku sembunyikan senyuman lebarku.

Matanya memandangku sejenak sebelum akhirnya berlutut untuk menyamakan tinggi denganku. "Apa nona kecil ini yang sudah mengajak mereka semua?" Wajahnya terlihat mendekati wajahku tetapi aku sama sekali tidak merasa takut dengannya.

"Kenapa lelaki ini? Ingin aku cakar?" Ghava yang langsung terbang mendarat di kursi sebelahku dengan tatapan tajam.

"Ada apa dengan elang ini?" Pria itu menatap Ghava tidak suka.

"Dia adalah familiarku, jadi mohon maaf untuk kelakuannya dia hanya bersikap waspada." Tanganku mencoba menghapus listrik diantara tatapan mereka berdua, tentunya listrik itu hanya ilusi dari kepalaku. "Lalu untuk pertanyaan tuan, iya itu benar. Saya yang mengajak dan menawarkan mereka, serta anda sebuah pekerjaan di tempat ini!" 

"Apa tidak ada orang dewasa di sini?" tanya pria yang berasa dari barisan para lelaki.

"Selain kalian dan Malvi tidak ada lagi," kataku dengan senyuman. Dewasa dalam fisik kan? Di dalamku ini dewasa loh hehe.

Para lelaki itu saling berpandangan. "Memangnya nona kecil sepertimu bisa dipercaya?" Si ketua menatapku dengan tatapan yg dia buat menyeramkan.

Aku tertawa pelan. Tentu saja aku mengetahui adanya tatapan-tatapan yang menandangku bingung. "Bukankah tuan-tuan semua datang karena percaya dengan omongan nona kecil ini?"

Mereka saling beratapan dan tertegun.

"Maaf." Seseorang mengangkat tangannya diantara kerumunan. Tak lama keluarlah seorang laki-laki yang cukup muda jika dibandingkan dengan yang lainnya. Rambut coklat yang senada dengan matanya dan alis yang naik membuat dia jauh dari kata seram. "Apakah nona benar-benar mengatakan mengenai juru masak?"

Senyumanku langsung mengembang mendengarnya. "Tentu saja! Tapi .... dapurnya tidak bisa digunakan sekarang. Padahal aku sudah memikirkan apa yang bisa dimasak dengan mudah." Aku menunduk memikirkan kondisi dapur yang ternyata lebih parah dibandingkan digaanku.

"Kalau begitu saya akan membantu." Lelaki yang berwajah lembut itu berlutut di depanku dengan senyuman.

"Benarkah?!" Pertanyaanku dibalas anggukan olehnya. "Terima kasih! Um..."

"Tristan, nama saya Tristan nona." Kak Tristan meletakkan sebelah tangannya di depan dada.

"Aku juga akan membantu!"

"Aku juga!"

Satu demi satu para pria itu ikut melontarkan bantuan dari mulut mereka. Senyumanku mengembang tapi ada air yang menutupi pandanganku.

My Family is Perfect But I'm NotWhere stories live. Discover now