14. Lembar Kedelapan

106 30 30
                                    

— 𝘓𝘌𝘔𝘉𝘈𝘙 𝘛𝘌𝘙𝘈𝘒𝘏𝘐𝘙 —

Teteh ...
Aya rindu Teteh yang dulu
Teh Ajeng yang dulu ke mana?
Teh Ajeng yang sayang Aya hilang
Teteh, Aya rindu

dari Ayara
Adiknya Teh Ajeng


Aya menutup buku hariannya itu, memandang ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul sebelas malam. Dia pulang ke rumah tepat pada pukul sepuluh malam, alih-alih tidur nyenyak setelah makan banyak, Aya justru tidak bisa tidur. Teh Ajeng belum pulang, padahal Aya sudah was-was takut dimarahi.

Suara kendaraan yang menepi di depan rumah terdengar, Aya berlari ke jendela dan melihat Teh Ajeng sedang melambaikan tangan pada mobil tersebut. Setelah mobil itu pergi Teh Ajeng baru berbalik, dia terlihat mengusap peluh di keningnya, dan saat menoleh ke arahnya Aya buru-buru menutup korden.

Aya harus keluar kamar, Aya akan mengomeli Teh Ajeng yang beraninya pulang selarut ini. Aya benar-benar telah kehilangan Teh Ajeng yang dahulu, kini berganti menjadi Teh Ajeng yang asing.

"Assalamualaikum~" salam Ajeng. "Ana, kenapa kamu belum tidur?"

"Waalaikumsalam," balas Ana. "Ana ngga bisa tidur, Kak."

"Ya ampun, kamu ngga perlu begini, kalau mengantuk tidur saja."

Ana menggelengkan kepalanya, lalu dia memeluk Ajeng. Ajeng yang merasa bahwa pelukan ini merupakan pelukan tidak biasa pun segera membalasnya.

"Kenapa?" tanya Ajeng.

"Ngga apa, peluk Ana saja," jawab Ana.

"Bilang sama Teteh, kamu kenapa, Na?" tanya Ajeng sekali lagi.

Ana menggelengkan kepalanya, dia malah makin erat memeluk Ajeng seperti tidak ingin jauh-jauh. Adegan itu disaksikan secara jelas oleh Aya, menahan niatnya yang hendak mengomel kepada Teh Ajeng perihal kepulangannya.

"Tadi gelap, Kak," ujar Ana. "Ana takut."

"Ana~" panggil Ajeng melirih, ia mengusap-usap surai hitam Ana serta mengecup pucuk kepalanya. "Teteh di sini sekarang, jangan takut."

Aya tersenyum getir, dia menyaksikan betapa dekatnya Teh Ajeng dengan Ana. Dia yang dahulu begitu akrab dengan Teh Ajeng, tiba-tiba menjadi asing. Lalu, Ana yang sebelumnya tidak pernah bertemu dengan mereka mendadak akrab. Apakah ini yang dinamakan dengan roda kehidupan yang berputar?

"Kenapa kamu ngga manggil Aya?" tanya Ajeng, saat menoleh ia mendapati Aya sedang berdiri di ambang pintu kamarnya. "Aya, apa kamu diam di kamar terus dan membiarkan Ana sendirian di luar?"

"Aya pergi," aku Aya. "Aya pergi main, Aya tinggalin dia sendirian di rumah, biar dia tahu kalau dia ngga akan nyaman tinggal di sini."

"Apa kamu bilang?"

"Kakak." Ana makin memeluk Ajeng. "Ngga, jangan salahin Aya, ini salah Ana yang masih takut sama gelap, jangan salahin Aya."

Aya melipat kedua tangan di bawah dada, dia makin yakin kalau Ana akan merenggut Teh Ajeng darinya.

"Sekarang ada Teteh, Teteh temani kamu tidur," kata Ajeng.

"Anjing kamu!" seru Aya tak tertahan.

"Ayara!"

BRAKH!

Aya menutup pintu kamarnya kasar.

"Kak, jangan salahin Aya," ucap Ana. "Dia ngga salah apa-apa, dia juga sudah mengajak Ana tadi, tapi Ana menolak."

Lembar TerakhirWhere stories live. Discover now