17. Lembar Kesembilan

128 30 47
                                    

— 𝘓𝘌𝘔𝘉𝘈𝘙 𝘛𝘌𝘙𝘈𝘒𝘏𝘐𝘙 —

Teteh kenapa, ya?
Teteh yang Aya banggakan ke mana, ya?
Buku hariannya tidak sesuai ekspektasi
Teteh ngga bakalan senyum-senyum bacanya

Teteh bahkan ngga cemas sama Aya
Seluruh luka di tubuh Aya saja seperti tidak tahu
Tapi ngga apa-apa, Teh
Aya baik-baik saja, kok

dari Ayara
Masih Adiknya Teh Ajeng

Tidak ada pertanyaan yang menunjukkan rasa khawatir atas keadaannya. Teh Ajeng terlihat menikmati sarapannya dengan Ayana yang nampak diam saja sedari tadi.

"Teteh berangkat sekarang, ya," pamit Ajeng. "Teteh ngga boleh terlambat soalnya."

"Hati-hati di jalan, Kak," pesan Ana.

"Terima kasih, Na," ungkap Ajeng. "Teteh berangkat sekarang, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam~"

Ajeng benar-benar meninggalkan Aya dengan Ana lagi, berdua. Dia seperti sengaja memanfaatkan momen tesnya agar kedua adiknya bisa berkenalan satu sama lain. Namun, Aya yang keras kepala tidak akan mudah meluluh begitu saja.

"Sudah lebih baik, Ya?" tanya Ana.

"Menurut kamu?"

"Ya, kalau kamu belum siap pergi ke sekolah, aku bisa bilang ke absensi nanti," kata Ana. "Jangan dipaksain, apalagi kamu habis jatuh kemarin."

Aya merotasikan bola matanya malas. "Ngga usah sok peduli!"

Saat itu juga Aya beranjak berdiri, dia melenggang pergi meninggalkan Ana yang hanya bisa menghela napas berat. Entah harus menggunakan cara apalagi untuk membujuk Aya, karena Ana sudah benar-benar kehabisan akal.

Notifikasi pesan masuk diterima oleh Ana, saat dilihat ternyata itu dari Kenan. Ana buru-buru minum dan beranjak pergi, dia lupa kalau semalam Kenan bilang mereka akan pergi ke sekolah bersama. Setelah tahu sepeda Ana rusak, Kenan punya niat baik mengajak berangkat bersama.

"Kamu sudah membaik, Ya?" tanya Kenan.

"Iya."

Kenan mengusap pucuk kepala Aya, dia tersenyum hangat sehingga membuat jantung Aya berdebar tak karuan. Kenan memang tahu bagaimana cara memperbaiki suasana hati seorang Ayara.

"Kamu, kenapa pagi-pagi ke sini?" tanya Aya.

"Itu." Kenan menunjuk Ana menggunakan dagunya. "Saya mau ngasih tumpangan ke Ana, sepedanya rusak parah, ngga tahu siapa yang tega ngelakuinnya."

Aya terpaku membisu, dia melihat Ana yang sedang mengunci pintu rumah untuk berjaga-jaga dari pencurian.

"Ken," panggil Aya. "Kamu baik ke semua orang, ya?"

"Apa?"

Aya menggelengkan kepalanya. "Jadi kamu sengaja datang ke sini buat jemput Ana?"

"Iya," jawab Kenan. "Saya sudah berjanji semalam."

"Semudah itu, Ken?"

Lembar TerakhirWhere stories live. Discover now