03. Lembar Ketiga

168 26 21
                                    

- 𝘓𝘌𝘔𝘉𝘈𝘙 𝘛𝘌𝘙𝘈𝘒𝘏𝘐𝘙 -

Teh, tadi Aya ulangan matematika
Soal-soalnya sudah dikuasai sama Aya
Lesnya berhasil, Teh
Tapi ya ... maaf kalau nilainya ngga sesuai
Yang pasti Aya sudah berusaha
Iyakan, Teh?

Teteh kapan punya pacar, sih?
Aya sudah mau pacaran
Capek tahu, pura-pura ngga suka
Capek tahu, senam jantung setiap hari
Eh, tapi ngga tahu dia suka sama Aya apa engga

Teteh pasti capek hari ini, ya?
Sampai lupa masakin Aya makan malam

dari Ayara
Adiknya Teh Ajeng

Kepalanya berdenyut hebat, ia memijat pangkal hidungnya setelah melalui ulangan harian yang paling dihindari. Bagaimana pun, Aya ini bukanlah jenis manusia yang suka pada hitung-hitungan, alias dia lebih menguasai pelajaran bahasa. Meskipun capek membaca, tapi Aya tak perlu capek menghitung sampai kepalanya berasap.

"Pusing, Ya?"

Aya menoleh, dia tersenyum kikuk ketika teman sebangkunya bertanya begitu. Sebenarnya kalau yang bertanya bukan Kenan, Aya akan biasa saja dan bilang iya dia pusing. Tapi ini Kenan, duduk di sebelahnya membuat senam jantung setiap detiknya. Beruntung Aya tidak memiliki riwayat penyakit jantung.

"Ngga, kok."

Kenan meraba kening Aya. "Panas ini, Ya."

"Eh, engga, kok." Aya menggelengkan kepalanya. "Inimah biasa, habis dimikir keras karena ulangan tadi."

"Masyaallah," gumam Kenan pelan.

"Eh?"

"Ayo ke kantin!" ajak Kenan. "Muka kamu sudah pucat begitu, jangan sampai pingsan, deh."

"Ih, masa?" Aya malah panik, dia cemas saat disebut pucat oleh Kenan.

Bukan apa-apa, Aya hanya harus menjaga raut wajahnya agar tetap terlihat cantik. Kalau pucat itukan kelihatannya tidak segar, memalukan.

"Ya udah atuh!" Aya memekik geram, padahal dia salah tingkah. "Kamu duluan saja sana, aku mau berangkat bareng Anjani sama Aruna."

"Lho, Ya." Kenan berucap sambil tertawa kecil. "Mereka sudah duluan, sekarang cuma kita berdua di sini."

"Oh ya?"

Aya panik lagi, dia salah tingkah bukan main saat ternyata memang tidak ada siapa-siapa di kelas selain dirinya dan Kenan. Wajahnya memerah padam, jika diraba pasti akan terasa hangatnya.

"Ya udah, si!" ketus Aya. "Kamu duluan saja, aku masih mau beres-beres."

"Saya tungguin," kata Kenan.

Aya memegang kotak pensilnya sambil melipat bibir menahan jeritan. Demi apapun, muka bule seorang Kenan ini terlihat jelas di pandangan Aya bahkan ketika tidak menatapnya sekali pun. Selain itu, suara berat milik Kenan pun berhasil mengobrak-abrik perasaan Aya.

"Ih, aku masih lama, kamu duluan saja, Ken." kata Aya yang masih sibuk membereskan alat-alat tulisnya. "Sudah duluan saja sana."

"Ngga mau," tolak Kenan. "Saya tunggu kamu sampai beres."

Ibunya Kenan dari Belanda, kalau Ayahnya jelas asli Sunda. Jadi, perpaduan bule dan sundanya itu membuat Kenan terlihat mempesona. Bahkan pemuda ini masuk ke dalam daftar laki-laki tampan di sekolah.

Aya beranjak berdiri. "Ya sudah, ayo."

Kenan menatap Aya dalam, dia tidak bisa menahan senyuman ketika Aya bahkan tak sedikit pun menatap ke arahnya. Lucu Aya ini, makanya Kenan suka duduk satu bangku dengannya.

Lembar TerakhirHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin