Bab 34 : We End From The Start

4.5K 451 59
                                    

🍟🍟🍟

Ruby menangis di dada Onyx. Lama. Tersedu bersama laki-laki itu yang menahan isak.

Onyx dapat mendengarkan bunyi hati Ruby yang patah. Sementara Ruby dapat merasakan detak jantung Onyx melemah. Seakan semuanya melebur jadi satu dalam dekapan itu. Dalam artian yang pahit dan penuh ironi. Seakan detik berhenti bergerak dan nadi lelah berdenyut.

Andai saja mereka dapat meleleh saat itu juga. Hancur menjadi molekul kecil yang meresap dan menguap di udara. Sampai kemudian Ruby seolah tersadar dan langsung melepaskan pelukannya. Wanita itu dengan cepat mengusap matanya. Buru-buru.

Lalu Onyx meraih tangan wanita itu, mengganti usapan dengan jemarinya. Onyx menyeka air mata Ruby secara halus dan pelan menggunakan ibu jari.

Kemudian mereka diam, saling tatap, sebelum akhirnya Ruby memilih pergi.

Onyx terpaku di tempat. Mati mematung. Detik demi detik, menit demi menit. Lalu suara bisik-bisik menyadarkannya dan dia secara utuh awas terhadap keadaan saat ini.

Matanya tertunduk, menyorot ke bawah melihat tangan-tangan kecil yang merangkak keluar meja.

Tak ada perubahan ekspresi wajah dari raut mukanya. Onyx menatap mata bengkak kedua putrinya dengan mata sembabnya.

"Kalian dari tadi di sini?" Berat, Onyx bertanya dengan suara gemetar.

Tanpa saling adu tatap, Violet dan Becky sama-sama mengangguk.

Onyx menggigit bibir bawahnya yang bergetar. "Maafkan Ayah."

🍟🍟🍟

Satu jam lamanya air mata Violet baru bisa kering. Dia memandangi kelopak matanya yang membengkak seperti habis digigiti semut rang-rang. Padahal mata Becky hanya merah sembab, kenapa matanya malah sebuntal ini?

Violet mendesah dan kembali merebah di ranjang bawah. Pandangannya sempat melirik tumpukan naskah yang batal ia berikan. Tak hanya karena Ruby yang tadi pergi begitu saja, tapi juga karena hubungan mereka yang nampaknya tak akan pernah kembali seperti awal lagi. Seperti saat Ruby memesan makanan lalu memberikan burger dan kentang gorengnya pada Becky.

Violet tak menyangka jika semuanya serumit itu. Dan dia dapat mengakui jika ayahnya benar-benar brengsek. Dia bukan hanya ayah yang tak kompeten tapi juga laki-laki payah. Meski begitu, Violet tetap merasakan adanya perkembangan sikap setelah pertemuannya dengan Ruby belakangan ini.

Sekali lagi Violet melirik tumpukan naskah ibu. Pertengkaran barusan membuatnya kembali teringat akan naskah itu. Satu naskah yang dihapus. Violet mengingatnya meski semua sudah percuma. Semua rencana, keinginan, harapan, bersinar benderang dalam balutan lampu merah.

Tak ada lagi harapan. Tak ada kesempatan.

Violet dan Becky harus kembali siap dengan kehidupan tak jelas, tanpa asuhan Ibu serta figur Ayah yang nantinya lebih sering tidur di kantor. Belum lagi Decan sekarang yang nampaknya lebih butuh diurus oleh mereka daripada dia yang mengurus keduanya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Violet pada kakaknya. Becky terlihat meringkuk di kursi belajar. Kakinya terangkat ke atas dan dilipatnya. Tangan kirinya memeluk lutut dan matanya melamun, menatap kosong jendela luar yang menyemburkan sorot cahaya samar.

Tangan kanannya mempreteli kue Nutella dan memasukkannya ke mulutnya yang sudah belepotan.

"Bec? Kau tidak apa-apa?" Kini tubuh Violet menegak mendapati kakaknya tak merespon.

"Aku kenapa-kenapa," jawab Becky dengan mata yang masih melamun kosong. "Jangan salah sangka. Aku menganggap kue ini adalah tai dan sedang kuusahakan menelannya. Menelan kenyataan yang terasa seperti tai."

We Start With The End [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang