"Dan karena kita akan rujuk lagi. Ada baiknya aku memperjelas apa yang terjadi. Tidak adil pasti baginya dan bagi anak-anak."

Dada Jason sempat merasa sesak mendengar pengakuan Ruby, tapi ketika mendapati kata 'rujuk' yang wanita itu ucapkan, membuat semuanya menjadi lebih baik.

"Baiklah," katanya. "Lakukanlah. Demi mereka dan demi kita."

Ketika Ruby kembali ke timezone, wajahnya sudah berangsur cerah. Dia tersenyum pada anak-anak dan kembali mengajak mereka main bersama.

"Bagaimana dengan tiketnya?" tanya Onyx menampakkan raut khawatir.

"Tidak apa, kami pesan tiket malamnya."

Violet dan Becky yang sempat lega akan penundaan penerbangan, kembali harus menahan napas mendengar pernyataan Ruby barusan. Jika kepulangannya malam, sama saja hanya menambah beberapa jam kesempatan mereka, bukan hari.

Alhasil, keduanya lebih banyak termenung daripada menikmati permainan yang beragam.

Becky dan Violet duduk di kursi berbentuk gajah, seraya bergandengan tangan. Menontoni Ruby dan ayah mereka yang tengah bermain air hockey dan diawasi oleh Jason.

"Selama dua belas tahun hidupku, tujuh tahun pendidikanku, aku tidak pernah merasa sekalah ini," bisik Violet lirih. "Aku selalu ranking satu, unggul dalam debat, menang cerdas cermat. Aku anak yang paling banyak namanya di kartu buku perpustakaan. Dan sekarang aku merasa tidak berguna."

"Jangan berkecil hati. Masalah yang kita hadapi ini masalah Orang Dewasa, ini bukan porsi kita."

"Semenjak kedatangan Tante Ruby aku sudah membaca banyak buku tentang problematika hubungan dan menghabiskan uang tabunganku membeli e-book tentang rumah tangga. Dan semuanya tak berguna."

"Oke, ada satu ide lagi." Becky akhirnya menyampaikan isi kepala, tak tahan melihat adiknya berputus asa. "Tapi yang ini agak gila."

"Katakan."

"Jadi," Becky menjilat bibir bawahnya, "untuk kali ini, kita biarkan Tante Ruby pulang ke Singapura. Mereka kan harus mengurus perceraian baru bisa menikah lagi. Menikahnya pun harus jeda dulu, paling cepat mungkin tiga bulan. Nah, di waktu itu kita melakukannya."

Violet masih memasang telinga dan menatap serius.

"Satu atau dua bulan dari sekarang, salah satu dari kita akan kabur dari rumah. Satunya lagi menghubungi Tante Ruby untuk datang ke Palembang dan membantu kita mencarinya. Alasannya karena sikap Ayah yang semakin menyebalkan, lalu kita berterus terang jika kita membutuhkan figurnya."

"Tapi Ayah sekarang ini tidak semenyebalkan dulu."

Becky berdalih, "tidak apa kita korbankan Ayah satu kali agar dia bisa kembali bersama cinta pertamanya."

"Entahlah, rasanya seperti sebuah novel. Tidak realistis."

"Kita sudah mencoba berbagai cara realistis, Vay. Tidak ada yang berhasil seperti katamu. Kali ini kita harus mengambil risiko daripada tidak sama sekali. Lagipula kemungkinannya Tante Ruby lah yang meninggalkan Ayah, jadi ada kesempatan, ingat?"

Violet beringsut dari tempatnya, menundukkan wajah dan menerawang jauh ubin lantai yang penuh goresan. Dia berpikir lama, amat lama. "Baiklah kalau begitu. Berarti kita harus membiarkannya pergi saat ini?"

Becky mengangguk. "Jadi, Lampu Hijau?"

"Yeah, Lampu Hijau."

🍟🍟🍟

Hari terakhir, Becky dan Violet meminta banyak bantuan Martha untuk menyiapkan perpisahan dengan Ruby. Si kembar tidak ingin kehilangan momen sehingga mereka akan memberikan kejutan. Dengan sisa uang tabungan Violet yang berlimpah, mereka meminta bantuan Martha untuk memesan kue khusus yang dilapisi krim Nutella. Tulisannya 'Sampai Berjumpa Lagi'.

We Start With The End [TAMAT]Where stories live. Discover now