Lagi-lagi Aurora merasa de javu ketika kakek Allaric mulai memusatkan pandangan pada Allaric. Tak lama, kalimat yang mungkin akan Allaric benci akan meluncur dari bibir kakeknya. Aurora berusaha diam, mengepalkan jemari tangannya dan berusaha menahan hatinya untuk tidak peduli pada Allaric meski tamparan keras menggema di aula yang sejenak menjadi lenggang.

'Enggak, Aurora. Berhenti peduli, berhenti peduli' tekan Aurora dalam hatinya dengan mata yang tanpa ia sadari telah berembun.

"Dasar berandalan!—"

Hening. Suara tamparan itu menggema tanpa cela memasuki telinga setiap tamu undangan dengan jelas. Sudut bibir Allaric yang telah terluka semakin mengeluarkan liquid merah segar yang membuat siapapun meringis perih melihatnya.

Aurora bangkit, manik hazelnya terpaku pada tatapan nanar Allaric yang menatap hampa pada lantai marmer hotel. Aurora berusaha menekan perasaannya, namun sepertinya itu adalah hal yang sia-sia. Kakinya berkhianat dan memilih untuk melangkah mendekat pada Allaric. Langkah itu semakin dekat, suara heels beradu dengan lantai marmer seolah terabaikan dengan tatapan tajam kakek Allaric pada cucunya.

"Berandalan sepertimu tidak bisa dibanggakan!"

Aurora tepat berada dibelakang Allaric ketika teriakan itu menggema. Kedua orang tua Allaric nampak berusaha menenangkan kakek Allaric yang masih menatap murka pada cucunya itu.

'Aku telah jauh mengubah segalanya, tapi jika memang laki-laki didepanku saat ini bukan untukku. Izinkan aku menemaninya hingga takdirnya hadir dan menggantikan aku' bisik Aurora pada hatinya

Jemari Aurora meraih tangan dingin Allaric. Senyum tulus Aurora berikan pada Allaric yang menatapnya terkejut.

'Aku akan menggenggam kamu, setidaknya sampai Vanilla datang untuk kamu'

Aurora berusaha menenangkan Allaric melalui tatapannya, genggaman tangannya pada Allaric pun mengerat tanpa ia sadari.

"Mohon maaf atas insiden kecil yang terjadi, silahkan lanjutkan acaranya" suara Brandon —daddy Allaric dengan suara keras.

Mendengar itu, Aurora dengan sigap menarik Allaric mengikutinya. Namun belum saja mereka keluar dari pesta, Allaric lebih dulu menghentikan langkahnya yang turut memaksa Aurora untuk berhenti pula.

"Jangan ikut campur"

Aurora terpaku, ia masih belum berbalik untuk menatap Allaric dibelakangnya. Senyum pedih ia hadirkan untuk dirinya sendiri. Hatinya seolah diremas kuat dengan kalimat singkat yang lolos dari bibir Allaric, logika Aurora berkecamuk. Aurora sibuk menertawakan dirinya sendiri dalam hati, memangnya siapa dirinya bagi Allaric? Hanya seorang tunangan karena urusan bisnis keluarga, tidak lebih dan tidak akan menjadi lebih.

"Luka kamu harus diobatin"

Allaric melepaskan genggamannya pada Aurora, menatap Aurora dengan pandangan yang sulit diartikan. "Pergi" ujar Allaric dingin

Aurora berbalik, "Cukup ikutin gue"

Allaric berbalik, bersiap untuk berlalu meninggalkan Aurora, namun cekalan tangan Aurora menghentikan langkahnya.

"Bisa nggak, sekali aja lo anggep gue ada, Ar? Bisa nggak, sekali aja lo hargain apa yang gue lakuin?" Gumam Aurora yang hanya mampu di dengar oleh Allaric

"Cukup denger dan ikutin. Gue sadar diri, Ar. Gue nggak akan pernah minta lebih" -bahkan untuk minta bisa selalu genggam tangan kamu pun aku nggak pernah berani, Ar. Lanjut Aurora dalam hati

Allaric hanya diam dengan posisi masih membelakangi Aurora hingga ia tidak melihat liquid bening yang telah lolos dari pelupuk mata Aurora. Allaric tak mampu melihat senyuman pedih Aurora.

"Rooftop" Allaric berlalu begitu saja setelah mengatakan satu kata tersebut.

Aurora mendongak untuk menghalau air mata mengalir deras di pipinya. Netranya menemukan langit yang terang dengan bintang yang bertaburan tak terhitung jumlahnya.

Aurora bertanya pada dirinya sendiri, harusnya ia rela seperti ini. Harusnya ia tidak menanyakan itu pada Allaric, bukankah akan lebih mudah jika Allaric selamanya bersikap seperti ini padanya. Aurora tidak akan memiliki kenangan manis untuk diingat, kenangan manis yang hanya akan menambah dukanya ketika ceritanya dan Allaric usai. Ia akan meninggalkan Allaric tanpa hal indah yang terekam dalam ingatannya. Senyuman manis terbit dari bibir Aurora, hati yang semula patah berusaha ia sambung kembali.

"Langitnya jahat banget, aku lagi sedih malah terang. Harusnya hujan gitu, biar pas galaunya" gumamnya random sebelum akhirnya menuju rooftop menyusul Allaric. Tak lupa ia menghapus air matanya dan menyiapkan senyuman terbaiknya.

■■■

24 Mei 2023

To be continue🐾

IridescentWhere stories live. Discover now