• Mereka Bertemu •

Start from the beginning
                                        

Jeka mengangkat pandangannya menatap sang manajer. "Apa?"

"Minta maaf pada Juli."

"Aku tidak mau," tolak Jeka.

"Aku tidak memberi pilihan. Lakukan atau Nam John sendiri yang akan mengurusmu." Sang manajer berbicara kemudian menarik napasnya sejenak. "Bersiaplah untuk tampil."

"Jeka, kau harus tetap santai." Jeffrey berkata setelah sang manajer pergi dari hadapan mereka.

Bryan ikut mendekat. "Apa yang terjadi?" Dia bertanya dengan penasaran.

"Kau berlaku kasar pada Juli?" Wycliffe dan Exel ikut nimbrung, sementara Maxie hanya berdiri tak terlalu dekat dengan mereka dan hanya diam mematung.

"Dia membicarakan Lisa. Aku tidak tau darimana dia tau soal Lisa," ujar Jeka.

"Dia pasti tau dari seseorang," ucap Exel. "Mungkin bertanya pada staff."

"Staff brengsek siapa yang bermulut bocor seperti itu."

"Kau marah karena Juli bertanya soal Lisa?" Bryan bersuara pada Jeka.

Si pemuda Jeka menggelengkan kepalanya. "Bukan. Aku kesal, karena dia mengatakan hubunganku dan Lisa sudah berakhir."

Empat anggota grupnya sama-sama menghembuskan napas. Dan menggelengkan kepala tidak percaya pada Jeka. Mereka benar-benar tidak habis pikir, bahwa Jeka masih terus bersikeras bahwa hubungannya dan Lisa tidak pernah berakhir, tapi Jeka tidak sadar bahwa Lisa telah meninggalkannya.

Jeffrey merangkul temannya itu dan berkata, "Tenangkan pikiranmu, sebentar lagi kita akan tampil. Please, tampilkan yang terbaik, sebab Rosaline menonton kita."

• • •

Dari luar tempat konser itu terdengar musik yang menggelegar dan hiruk pikuk penggemar yang ramai di dalam sana. Detak jantung Lisa semakin memacu ketika kendaraan yang ditumpangi dirinya dengan sang kakak mulai memasuki area VIP.

Lisa tak lagi heran ketika melewati plang tamu VIP dengan banyaknya pengawalan di sana. Kakaknya ini seorang model internasional dan mendapat undangan langsung untuk menonton konser tersebut, walau memang bukan hanya Rosaline di sana. Ada beberapa penyanyi dan artis hollywood juga di sana.

Setelah turun dari mobil dan mulai berjalan masuk menuju tempat mereka untuk menonton, indra pendengaran Lisa bisa menangkap para idola yang berbicara dalam bahasa ibu mereka. Bagi orang lain yang berada di sekitarnya mungkin mereka tidak mengerti, tapi percayalah apa yang diucapkan para idola itu sangat dimengerti oleh Lisa. Dia menguasi bahasa dari negara para idola itu.

"Apa yang mereka katakan?" tanya Rosaline saat dirinya dan sang kakak tiba di tempat yang telah disediakan khusus untuk mereka.

Benar kata Rosaline, sejak turun dari mobil, hingga masuk ke area konser, tak ada paparazi yang memotret. Seakan seluruh media tak tau kehadiran beberapa bintang di konser tersebut. Mereka tampak sibuk dengan para idola semata. Dan seharusnya Lisa tidak menggunakan masker dan topi yang hampir menutupi seluruh wajahnya, tapi sungguh demi melindungi dirinya sendiri, entah dari staff yang mengenalnya atau pun Jeka, Lisa terpaksa tertutup seperti ini. Walau Rosaline sudah mengoceh tentang itu, tapi Lisa tak peduli.

Lisa menoleh pada sang kakak. "Mereka hanya menyapa dan mengucapkan terima kasih," jawab Lisa.

Tempat yang disediakan untuk Rosaline berada pada tribune tepat di sisi kiri yang mendapatkan pemandangan langsung pada panggung. Jarak pun tidak lah begitu jauh dan benar-benar nyaman untuk menikmati tanpa harus berbaur dengan penonton di standing area.

"Aku tidak terlalu mengerti yang mereka katakan, sebenarnya membawamu adalah untuk membantuku menerjemahkan perkataan mereka," ucap Rosaline. Jadi, sebenarnya yang terjadi adalah ini. Dasar picik.

Lisa melirik sedikit tak senang.

"I'm sorry, baby." Rosaline memeluk adiknya dan berbicara lebih keras.

"Aku bukan jasa penerjemahmu, Rose sialan."

Rosaline tertawa mendengar ucapan kesal sang adik. "Maafkan aku. Kau tau Ellen tidak bisa berbahasa Korea."

Lisa memutar bola mata dan masih kesal dengan kakaknya. "Terserah. Tapi, aku kesal."

Duduk menikmati penampilan satu per satu para idola di atas panggung sana sebenarnya membuat Lisa sedikit iri. Demi apa pun, menjadi salah satu dari mereka adalah mimpi besarnya. Mimpinya bernyanyi dan menari dalam musik kpop adalah cita-citanya. Tapi, sudah lah, semua telah terjadi. Mimpinya telah hilang dan lenyap. Dia tidak mungkin lagi mengejarnya di saat kondisi dirinya telah menjadi seorang ibu. Lisa hanya perlu fokus untuk anaknya dan melanjutkan pendidikannya seperti ucapan sang ayah, lalu memilih karir yang lain dan bisa dia jalani dan dia nikmati dalam hidupnya.

Saat tengah khusuk menikmati penampilan salah satu girlgroup yang populer, Lisa menyadari yang berada di atas panggung sana adalah Juli. Gadis yang digadang-gadang oleh para penggemar adalah kekasih Jeka. Sungguh Jeka tidak salah memilih, gadis itu sangat berbakat, cantik dan luar biasa. Hingga penampilan mereka berakhir pun dalam benak Lisa seakan berusaha untuk menerima kenyataan bahwa rumor kencan di antara mereka mungkin benar. Dan Jeka telah menemukan kebahagiaannya.

Saat para gadis muda itu meninggalkan panggung, Lisa terkejut dengan pergerakan Rosaline yang melompat penuh semangat.

"Lisa, mereka akan tampil," ucap Rosaline dengan semangat. "dieBoyz. Ayo lihat mereka!"

Benarkah? Apa Jeka akan tampil? Setelah grup perempuan itu? Lisa ikut bangkit berdiri dan berdiri di samping kakaknya.

Musik pembuka penampilan mereka mulai memecah, dan sorakan hingga teriakan histeris penggemar semakin pecah dan ramai. Sungguh, dieBoyz benar-benar sukses di mata Lisa hingga memiliki begitu banyak penggemar. Lisa bahkan bisa mendengar setiap nama anggota grup tersebut diserukan termasuk Rosaline yang berteriak keras bak seorang penggemar yang tergila-gila dengan mereka.

Perlahan nan pasti enam anggota boygroup tersebut muncul dengan energik dan suara yang menggelegar sempurna saat lagu mereka diputar dan mereka membawakannya dengan sempurna.

Hati Lisa jatuh ke tanah saat melihat sosok Jeka ada di panggung sana bak begitu dekat dengannya, terlebih ketika wajah pemuda itu muncul di layar raksasa yang membuat semua penggemar semakin bersorak.

Demi Tuhan, wajah itu, suara itu, senyuman itu ... sosok Jeka yang sebenarnya dia rindukan, yang sebenarnya masih ada di hatinya. Mengapa dia tidak bisa benar-benar membenci Jeka, mengapa dia tidak bisa melupakan pemuda itu. Mengapa hati dan pikirannya tidak mengizinkannya untuk menghapus segala memori kenangan bersama Jeka.

Hatinya sakit menendang pilu, tapi di satu sisi dia bahagia melihat Jeka benar-benar sukses dengan karirnya. Setiap lirik lagu yang dibawakan mereka, dan hebohnya aksi panggung dan para penggemar yang terhibur, Lisa tau itu lah yang diimpikan Jeka. Dan entah mengapa dia turut bangga dengan pencapaian pemuda tersebut.

"Lihatlah mereka benar-benar tampan, Alisa. Mereka jago sekali menari. Astaga itu Jeffrey, itu Bryan, Jesus it's Jeka." Rosaline bersemangat sekali menonton keenam pemuda itu, tanpa dia sadari sang adik tengah meneteskan air mata.

Tubuh Lisa terpaku menatap semua yang terjadi di depan matanya, hingga dia menyadari sosok Jeka yang berdiri di sisi kiri panggung dan menatap lurus ke arahnya. Bahkan hingga bagian lirik yang harus dia nyanyikan, sama sekali tidak pemuda itu lakukan. Jeka mematung.

"Astaga itu Jeka, apa dia menatap ke sini?" tanya Rosaline entah pada siapa, tapi Lisa tak menanggapi.

Lisa baru saja sadar bahwa pandangan mereka bertemu. Bahkan dalam jarak saat ini, apa Jeka mengenalinya? Menyadari kehadirannya? Tolong jangan gila, Lisa bahkan menutupi hampir setengah wajahnya. Hanya mata dan rambutnya yang tergerai.

Detik berikutnya jantung Lisa berdetak benar-benar cepat saat terdengar lirihan dari mic Jeka, "Lisa ..."

BERSAMBUNG

Thank you sudah mau menunggu ♥︎

ɴᴏᴛ ʏᴏᴜʀ ꜱᴏɴ • ʟɪꜱᴋᴏᴏᴋWhere stories live. Discover now