Page eight

31 4 8
                                    

My life once never-ending carnival

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


My life once never-ending carnival

°°


"Halo, senang bertemu denganmu. Saya Reftan, saya dengar dari Karkata kau adalah teman baiknya. Benar?" Pria berkacamata yang terasa begitu menyebalkan ini menatapku dengan tatapan dingin, tangannya terulur, jujur saja aku sungguh tidak ingin menjabat tangannya sedikit juga. Sayangnya, ada Karkata di sini, aku tidak mau berbuat tidak sopan saat berada di dekat Karkata. Aku tidak mau Si kacamata sial ini menganggap teman Karkata adalah kumpulan bajingan yang tidak punya moral.

"Benar, aku teman baiknya. Alares. Senang bertemu dengan Anda, Pak." Sedikit aku tekan nada bicaraku ketika memanggilnya dengan sebutan Pak, dia tidak mau dipanggil Kakak bukan? Jadi, jangan salahkan aku kalau aku panggil Bapak. Haha.

Aku menahan senyum dan tawaku sekuat mungkin agar tidak tergambar di wajah dan ketahuan jika aku sedang mengejeknya. Kami berjabat tangan beberapa saat sebelum akhirnya terlepas, Karkata masih di sana; berdiri dengan senyum mulia dan tatapan hangatnya. Sementara Si kacamata menyebalkan ini tengah menatapku dengan tatapan observasi, oh Tuhan, dia benar-benar mirip Junior keparat itu. Bisakah aku pura-pura terpeleset dan berakhir memukul wajahnya?

Tidak bisa. Aku hanya akan jadi pria tolol di hadapan Karkata, tidak mengapa Lares, kita akan cari cara lain untuk menghajar wajah sombongnya itu.

"Alares? Dari namanya pun saya sudah bisa menebak bagaimana isi dalam temanmu ini Karka. Kau sungguh tidak punya pilihan teman yang lain? Jika kau kesulitan mencari teman sebaya, kau bisa mencari teman yang usianya satu atau dua tahun lebih tua darimu. Masa depanmu bukan hanya dibentuk dari diri sendiri, tetapi juga dari lingkungan dan orang-orang di sekitarmu. Setelah melihat situasinya, aku sungguh khawatir. Kau yakin tidak mau pindah sekolah? Tuan Holmwood juga menyarankan hal yang sama. Bagaimana kalau Home Schooling?"

Satu kali saja. Sepertinya tidak apa-apa jika aku memukul wajahnya itu dengan pot bunga atau pemukul baseball. Si kacamata sial di hadapanku ini sungguh menguras habis rasa sabar yang aku punya. Kalau nanti Karkata marah, aku hanya perlu bersujud dan meminta maaf padanya. "Alares? Haha. Jangan marah, baik? Reftan memang suka bercanda seperti itu, dia tidak benar-benar mengatakan jika Alares buruk. Haha. Kalian sungguh terasa mirip, hanya berbeda dari penampilan saja. Dan lagi, Reftan, Alares adalah pria yang baik. Dia benar-benar kawan yang tidak bisa aku lepaskan begitu saja. Dia menjagaku, dia membantuku dan dia mengajakku bicara. Alares juga menemaniku ke perpustakaan dan memberi makan Anjing liar di jalan. Seperti Reftan yang membantuku dalam banyak hal meski ini adalah kali pertama kita bertemu. Aku tidak mau pindah sekolah, aku suka di sini, semua Gurunya mendukungku, pelajarannya juga menyenangkan. Tidak masalah, 'kan?"

Baiklah, kali ini Si kacamata selamat. Lain kali, tidak akan aku diam saja. Ergh, benci sekali aku melihat kacamatanya itu.
Aku alihkan pandangan dan membiarkan Karkata yang bicara, sebagai tangan, aku hanya bisa diam dan mendengarkan. Aku menatap ke arah tangga sekolah yang biasanya dipenuhi para siswa yang sengaja berlambat-lambat masuk kelas, atau para siswi yang suka membicarakan pacar mereka. Namun, pandangan mataku menangkap satu sosok gadis yang aku kenal. Gadis dengan rambut sebahunya yang selalu berantakan, berwarna hitam dengan tubuh yang tidak begitu tinggi bahkan bisa dibilang pendek untuk kalangan wanita. "Elvetta?"

"Alares!? Alares kenapa kau ada di situ!? Ah! Kau yang memukul Karkata ya!? Dasar anak badung!"

"Bukan aku!" Aku berteriak dan spontan melangkah mundur ke arah Karkata. Karkata menarik pelan lenganku ke arahnya dan ia melangkah maju dengan wajah tenang, Karkata tengah melindungiku, iya, seperti hari-hari itu. Di mana ia terus melindungiku ketika aku diterjang mundur.

"Ah, halo. Sepertinya Kakak mengenalku dan Alares? Aku Karkata, dan Alares adalah teman baikku."

"Bagaimana?"

Dari sisi Karkata, aku bisa melihat Reftan berjalan mendekati Elvetta dan menatapnya penuh tanda tanya. Memuakkan. Wajah Elvetta tampak kebingungan, ia menatapku lalu menatap Karkata dan berakhir menatap Reftan.

"Apanya? Oh! Aku datang karena Winter memintaku melihat keadaan. Dia cemas karna mendengar kabar tentang Karkata yang dipukul seniornya, dia juga khawatir kalau Tuan Holmwood tidak bisa menahan emosi. Sepertinya Winter tidak tahu kalau kau datang, jadi aku diminta buru-buru ke sini. Apa sudah selesai?"

"Bukan itu, bagaimana kau bisa kenal dengan anak yang bernama Alares itu? Aku tidak pernah dengar sebelumnya."

Kacamata keparat. Setelah ingin mendekati Karkata, sekarang dia mau mengambil Elvetta? Dia bahkan tidak tahu hubunganku dan Elvetta, sekarang ia bertanya bagaimana aku bisa kenal dengannya? Hah.
Aku berjalan maju mendekati Elvetta sembari menarik lengan gadis ini agar ke arah kami. Tepat ketika aku menarik lengan Elvetta, aku bisa merasakan bagaimana Reftan menatapku dengan tatapan yang berbeda. Bagus! Apa ini akan jadi alasan di mana kita saling melayangkan tinju dan bukan ucapan?

Aku tersenyum lebar.

"Apanya yang bagaimana!? Alares ini keponakanku! Aku sudah pernah memberitahumu, kau yang tidak dengarkan kalau aku bicara. Hah. Aku hampir kena serangan jantung, aku kira kau yang memukul Karkata."

"Bicara apa? Aku bukan siswa yang baik, tapi aku tidak pernah memukul.... " ucapanku terhenti, aku diam sesaat sebelum melanjutkan bicara, "siswi." Aku menoleh ke arah lain, saat sedang marah, Elvetta bisa jadi sangat menyeramkan. Tidak sengaja aku melihat wajah bengong Karkata, bola matanya membulat seolah tengah menemukan hal yang besar lalu aku melihatnya tersenyum. Aku tidak paham apa yang Karkata pikirkan, tapi jika Karkata merasa senang maka aku juga akan senang.

Terkecuali Si kacamata yang saat ini wajahnya sudah mirip cucian kotor. Buruk dan menjijikkan.

"Keponakan? Aku butuh bicara denganmu sebentar." Reftan tampak melepaskan kacamata yang tengah ia pakai, sekilas ia melihat tanganku yang masih menggenggam tangan Elvetta. Kenapa? Semakin kau tunjukkan rasa tidak senang, semakin akan aku lakukan. Dan kini keputusanku sudah bulat, kau adalah salah satu makhluk yang harus aku jauhkan dari Karkata dan Elvetta.

"Bicara saja di sini, memangnya pembicaraan apa? Tidak bisa didengar olehku dan Karkata? Hei, kalian tidak punya hubungan apa-apa, 'kan?" Aku menekan suara dan memperjelas artikulasi, agar Si kacamata keparat paham jika dia tidak punya hak lebih untuk membawa Elvetta sesukanya.

"Alares, jangan begitu. Orang dewasa selalu punya topik pembicaraan yang tidak bisa kita dengar, kau temani aku duduk di sana, boleh? Aku lelah, dan butuh istirahat sebentar." Aku segera menatap Karkata yang tampak membutuhkan bantuanku, perlahan aku melepaskan tangan Elvetta lalu meraih lengan Karkata. Aku mengangguk tanpa membantah, dan Karkata tersenyum.

Kami berjalan meninggalkan keduanya begitu saja, terakhir kali aku dapat melihat bagaimana Karkata menatap Reftan seolah tengah memberitahu Reftan sesuatu lewat pandangan meski aku tidak tahu itu apa. Sama seperti ketika Archello yang memandang Zeavan dan membawaku ke belakang layar.

Garden Of Mirror [ Bleu ] [ On Hold ]Where stories live. Discover now