bab 3

614 80 8
                                    

Thomas tersenyum cengengesan mendapati tatapan menuntut dari sahabatnya, Milles. Ia menggaruk-garuk tengkuknya kemudian mengambil nafas panjang.

"Oke, sepertinya kamu masih mencurigaiku ya." Milles hanya mengendikkan bahunya acuh. Salah sendiri sering menghilang entah kemana, membuatnya khawatir saja.

"Aku tadi bertemu dengan seseorang yang dikejar banyak preman di gang. Orang itu menarikku ikut bersembunyi dan bahkan menuduhku akan membocorkan keberadaannya pada para preman itu. Dia pikir aku apaan?!"

Thomas menjelaskannya dengan menggebu-gebu. Milles hanya mendengarkan sambil sesekali menyeruput Americano miliknya. "Jadi kau terlambat karena orang itu?"

"Ya!"

"Kamu tadi bilang dia dikejar oleh preman di gang? Apa dia memprovokasi mereka?"
Milles bertanya dengan penasaran. Pasalnya preman-preman yang selalu mangkal di gang itu selalu menargetkan remaja dan gadis-gadis cantik saja.

"Mana ku tahu? Tapi dia memang terlihat seperti perempuan, sih." Balas Thomas sambil mengingat-ingat penampilan pria kecil tersebut.

"Apa maksudmu 'terlihat' seperti perempuan?" Milles bertanya penasaran. Cerita Thomas jadi semakin menarik baginya.

"Ya? Singkatnya itu adalah seorang lelaki cantik. Kau tahu, wajahnya kecil dan pinggangnya ramping, dia memiliki mata yang indah seperti gadis dan kulitnya putih. Oh satu hal lagi, rambutnya juga sangat mencolok."

"Deskripsimu sangat indah. Apa kamu yakin tidak terlalu melebih-lebihkannya?" Ungkap Milles lantas terkekeh dan menggeleng-gelengkan kepalanya seolah mengejek.

"Hei, aku serius! Kau tahu apa! Aku yang melihatnya sendiri. Dia memang sangat cantik!" Seru Thomas membela diri.

Milles tertawa setelah berhasil menggoda temannya yang satu itu. "Baik, baik, aku percaya padamu." Thomas lantas berdecih dan memalingkan wajah di depan Milles. Merajuk.

"Tapi jangan salah ya, walaupun penampilannya seperti orang lugu, dia sangat kasar!"

"Hoo~ sepertinya dirimu mengamatinya sangat jelas ya. Aku jadi penasaran seberapa menarik orang yang baru kamu temui itu." Sahut Milles tiba-tiba.

Ia sengaja mengatakannya untuk menggoda Thomas. Temannya itu sama sekali tidak pernah tertarik pada lawan jenis. Tapi kali ini sepertinya berbeda. Apa jangan-jangan...

BRAK!

"Berhenti berpikiran yang aneh-aneh!"

Thomas menggebrak meja cafe sehingga hampir terbalik, itu juga memicu orang-orang untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Untungnya minuman mereka sudah habis. Jadi tidak ada lagi insiden yang lebih panjang yang akan terjadi. Milles hanya dapat meringis menghadapi ketidaksabaran Thomas.

"Apa kau ingin orang lain menonton? Duduklah kembali. Aku hanya bercanda tadi..." Milles berbisik. Merasa bersalah sekaligus malu.

Thomas menarik nafas lalu duduk kembali. Wajahnya merah padam karena marah. Bagaimana bisa Milles mengira dirinya mengalami penyimpangan seksual. Ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan hal semacam itu.

"Baiklah, baik... Tadi hanya bercanda saja~ memangnya apa yang menarik dari orang yang barusan kau temui itu?"

"Bukan hal yang istimewa. Hanya saja rambutnya terlalu mencolok. Kau tahu, warna rambutnya itu loh" jawab Thomas. Ia melihat ke arah jalan raya yang ramai. Mengingat pertemuannya tadi yang cukup berkesan dalam benaknya.

Milles mengangkat alisnya. Memangnya kenapa dengan warna rambutnya?

"Apakah warna rambut itu harus dipermasalahkan?" Tanyanya cukup heran.

Transmigrasi Sang PengembaraWhere stories live. Discover now