"Ayo. Lanjutkan hidupmu di tempat lain." Aku mengulurkan tanganku. Dia meraihnya.

Kami berempat melarikan diri. Tiba-tiba sirine dibunyikan. Kami panik dan mempercepat langkah kaki. Kemudian sepasukan polisi datang menghalau kami. Kami berempat dikepung!

"Ready guys?" Tanya Mia dengan senyuman yang mengejek kepada polisi tersebut.

"Always ready!" Jawab Victor dengan nada menantang. Bagian inilah yang kami tunggu!

Kami bertarung melawan polisi tersebut dengan mudah. Mereka bahkan tak sempat menyentuh pistol mereka. Akhirnya semua polisi disini bisa kami runtuhkan. Kami berbahagia, namun akhirnya...

"Dooorrr! Dooorrr!" Seseorang tertembak. Aku berbalik dengan perasaan gundah. Mia terkapar dengan darah yang mengalir dari kakinya. Dia masih hidup, hanya saja dia sangat lemah.

"Menyerahlah, atau kalian kami tembak!" Bentak seorang polisi yang menembak Mia. Kami saling menatap satu sama lain, lalu mengangkat tangan. Kami mengikuti polisi-polisi tersebut. Mereka mencengkram pakaian kami, lalu menggiring kami ke suatu tempat. Saat mereka menyimpan pistol mereka, kami semua bangkit dan bertarung melawan mereka. Saat mereka terjatuh, kami berlari. Mereka mengejar kami. Tapi anehnya, sebagian dari mereka pun berlari ke arah lain dan berteriak seperti mereka meneriaki kami.

"Apa yang terjadi?" tanyaku keheranan. Victor hanya menarikku dan segera kabur. Tak sempat aku mencari tahu apa yang terjadi sehingga keributan terjadi di sisi lain penjara.

Victor segera menggendong Mia yang tak sadarkan diri. Kami terus berlari hingga berhasil keluar dari kantor polisi. Kami tetap mempercepat langkah kami dan berlari tak tentu arah, kemana saja asalkan tak ada yang bisa melihat kami.

Akhirnya kami melihat pakaian yang dijemur.

"Victor, sebaiknya kita mengganti pakaian kita. Tentunya kita takkan bisa sampai ke markas dengan pakaian tahanan seperti ini." Usul Alex. Kami mengikutinya.

"Baiklah."

Kami pun mencari-cari pakaian yang cocok untuk kami. Setelah dapat, aku mengganti pakaian duluan di dalam sebuah toilet yang berada di samping rumah yang sedang ditinggal penghuninya. Setelah aku selesai, aku mengganti pakaian Mia. Setelah itu, Victor dan Alex mengganti pakaian mereka secara bergantian. Lantas seragam tahanan itu kami buang ke tempat sampah.

Habis berganti pakaian, kami segera keluar dan bersikap biasa. Kami berempat mencari angkot. Sekitar lima menit kemudian, sebuah angkot datang. Kami berempat naik. Untunglah hanya ada dua orang gadis yang ada di atas angkot itu. Sepertinya seumuran denganku. Mereka menatap kami dengan tatapan curiga. Aku makin tegang. Sepertinya Victor dan Alex menyadari hal itu.

"Mas, ke rumah sakit terdekat ya. Cepat!" pintaku.

"Oke!"

Angkot ini melaju secepat cahaya. Tak lama kemudian, kami sampai ke sebuah rumah sakit dan membawa Mia ke UGD. Para perawat dan seorang dokter langsung menangani Mia di sebuah ruangan. Baru kami ingin masuk, pintu ditutup oleh seorang perawat.

"Maaf, kalian tidak diperkenankan masuk untuk saat ini."

"Oh." Kami berdua hanya mengalihkan pandangan. Perawat itu mengeluarkan sebuah papan dan kertas di atasnya.

"Maaf, nama pasien tadi siapa?" Perawat itu menggenggam pena dan siap untuk menulis.

"Namanya Mia."

"Oke. Lalu, ada hubungan apa kalian dengan pasien?"

Kami kebingungan dan saling bertatapan satu sama lain.

"Kami... err..." Lidahku kelu.

"Saya suaminya. Nama saya Alexander Hugo." Tiba-tiba Victor menyela. Aku terkejut dengan jawabannya. Dia juga menggabungkan namanya dengan nama Alex. Seperti aku, Alex pun terkejut.

"Oke. Lalu mbak ini apanya?"

"Saya anaknya, Anika Hugo."

"Oke, lalu anda?" Tanya perawat itu sambil menunjuk Alex.

"Eh, saya Gerald Hugo. Saudaranya."

Ah, kami adalah sebuah 'keluarga kriminal'.

"Oke, jadi apa kalian sebagai keluarganya sepakat agar kami memberikan perawatan kepada pasien?" Tanya perawat itu.

"Iya. Rawatlah dia dengan perawatan terbaik yang kalian punya." Jawab Victor dengan wajah yang memelas. Dia pandai akting juga rupanya.

"Keselamatan ibu sangat kami harapkan." Sambungku berusaha bersikap panik.

"Baiklah, silahkan menunggu untuk pemberitahuan selanjutnya." Perawat tersebut pergi.

Sunyi. Tak lama kemudian seorang dokter keluar dan menemui kami.

"Tuan, pasien ini membutuhkan operasi untuk mengeluarkan dua buah peluru yang bersarang di kakinya, sekarang juga."

"Oke, lakukan apapun yang terbaik." Jawab Victor.

Dokter tersebut mengangguk dan masuk ke dalam ruangan. Mata Victor melayang ke seluruh sudut ruangan. Aku dan Alex hanya tertunduk.

"Kalian pergilah ke Markas. Bawalah dompet kulit berwarna hitam di dalam laci di ruanganku. Jangan lupa untuk mengganti baju kalian."

"Baiklah." Aku dan Alex pergi, sementara Victor tinggal di rumah sakit untuk menemani Mia.

Insane Death Angel (Pendosa)Where stories live. Discover now