4

138 12 0
                                        

Michelle tertunduk lesu sembari menghela napasnya dengan panjang. Gadis itu tampak merutuki dirinya sendiri saat pandangan matanya lagi-lagi tertuju ke arah papan pengumuman sekolahnya siang itu. Lagi dan lagi dirinya harus puas dengan peringkat evaluasi nilai yang ia dapatkan bulan ini. Tidak ada bedanya dengan bulan lalu, maupun bulan bulan sebelumnya. Masih sama, stuck di urutan ke sepuluh, meski dirinya sudah belajar mati-matian, mencoba segala cara dari mulai mencoba les privat dengan guru yang paling mahal karena jam terbangnya tinggi sampai mengikuti bimbingan belajar paling terkenal se Indonesia Raya ini.

Bukannya ia tidak bersyukur atas apa yang telah diraihnya, hanya saja sekolahnya ini memiliki semacam sistem bernama "Rolling Class" dengan peraturan, setiap siswa maupun siswi yang mendapat peringkat satu sampai dengan lima dalam setiap evaluasi bulanan, maka akan mendapat kesempatan untuk masuk ke dalam kelas unggulan yang gedungnya dipisahkan oleh jarak seratus meter jauhnya dari gedung utama sekolah.

Michelle ingin sekali menjadi salah satu bagian dari kelas itu. Karena tentu saja, disana ada Michael. Meskipun notabenenya Michael adalah kakak kelasnya, namun apabila ia masuk kedalam kelas unggulan itu sama artinya dengan ia satu gedung dengan Michael. Michelle dapat lebih sering melihat Michael ataupun berpapasan dengan Michael apabila ia berada dalam kelas unggulan itu. Mungkin karena isi otaknya sudah penuh dengan Michael, Michael dan Michael, maka ia tak pernah berhasil mendapat peringkat lebih tinggi dari peringkat sepuluh.

"Congratulation guuuurrl!! Lo dapat peringkat kedua lagi! Otak lo emang nggak main-main sih Jan!"

Lengkingan suara kakak kelasnya itu membuat Michelle menoleh tanpa minat ke sumber suara tadi. Michelle memutar bola matanya, jengah, lalu mengerucutkan bibirnya kesal.

"Dia lagi.. Diaaaa lagiiii" Sungutnya dalam hati. Tentu saja ia tidak menyuarakan suara hatinya itu, karena apabila ia menyuarakan itu bisa-bisa kakak kelasnya yang edan itu akan memulai satu lagi sesi drama baru, dan Michelle benar-benar sedang tidak berniat meladeninya.

"Selain otak gue yang gak main-main, gue juga gasuka main-main tauuu! Gue harus fokus belajarlah, biar nggak dapat peringkat SEPULUH terus-terusan. I mean, gue harus pertahanin dooong peringkat gue, supaya gue bisa dekat terus sama My Mike"

Michelle bukannya tidak tahu bahwasanya kakak kelasnya yang hampir mirip dengan nenek sihir itu sedang menyindir masalah peringkatnya. Hanya saja ia lebih memilih memutar bola matanya dan berjalan menjauhi nenek sihir dan komplotannya yang saat ini sedang tertawa-tawa centil menatap kearah dirinya. Michelle benar-benar sedang tidak ada tenaga untuk meladeni komplotan para penyihir gila itu.

Belum jauh Michelle melangkah, saat tangannya dicekal kuat oleh si nenek sihir tadi. "Kok lo pergi sih? Lo ngerasa kesindir ya? Mau ngaduin ke Mike? Apa ke Cello?" Tanyanya yang diakhiri cekikikan mengejek.

Michelle mengerutkan keningnya, dalam hati ia bertanya tanya apa sebenarnya kakak kelasnya ini tidak tahu menahu kah status Michelle di sekolah ini siapa? Bahkan Michelle benar-benar bingung kenapa dan bagaimana awal mula kakak kelasnya ini sering sekali mencari perkara kepada Michelle, seolah-olah dia selalu merasa tersaingi oleh Michelle.

"Lo bisu ya?! Gue tanya, dijawab dong! Bisu apa tuli lo?" Lagi, suara kakak kelasnya ini mengganggu pendengaran Michelle dan kembali membuat gadis itu menghela napas dalam dalam.

"Lo kurang perhatian ya?" Tanya Michelle sembari memberikan senyuman mengejek ke arah perempuan dihadapannya itu.

Jangan kira Michella mau-mau saja ditindas oleh kakak kelasnya yang satu ini. Dia sebenarnya cukup sering melawan, hanya saja untuk hari ini dia benar-benar sedang tidak mempunyai tenaga. Ada banyak hal penting yang harus diurusnya selain mengurusi nenek sihir dihadapannya ini.

Once Upon a TimeWhere stories live. Discover now