"Udah nih. Cepet kan?"
Aku mengangguk pelan seraya berusaha mengulas senyum, "Lumayan."
"Aku bilang juga apa." Kemudian ia mengacak rambutku pelan, "Aku antar pulang ya?" Tawarnya yang langsung mendapat persetujuanku.
Selanjutnya, kami mulai menaiki motor vespa putih milik Kak Ace dan perlahan mulai berjalan meninggalkan lokasi. Meski raga ini tengah bersama Kak Ace selama perjalanan pulang, namun entah mengapa pikiranku tidak bisa berhenti memikirkan makna dibalik ucapan Kai sebelumnya.
Apakah maksudnya adalah ia melihat konser tersebut? Atau dia yang melihat aku betingkah konyol saat di tengah kerumunan selama konser berlangsung? Tapi jika itu merupakan poin yang kedua, bukannya ia tengah berduduk-duduk santai di pinggir lapangan ya pada saat itu?
Sebenarnya apa sih yang hendak ia sampaikan?
Seandainya saja aku paham maksud dari perkataannya, aku tidak akan menjadi berspekulasi sendiri seperti saat ini.
⋆
Siang hari itu matahari bersinar begitu terik, membuat beberapa orang lebih memilih untuk bersantai di pinggir lapangan ketimbang berkumpul ramai-ramai saat konser closing ospek universitas berlangsung. Salah satunya adalah Kai dan temannya bernama Niko. Keduanya akrab karena satu kelas saat ospek fakultas sebelumnya.
"Kenapa sih cewek-cewek pada semangat banget nontonnya? Mana panas banget anjir. Di sini aja panas," keluh Niko seraya mengipasi wajahnya dengan potongan kertas yang ia berhasil dapatkan.
"Entah," jawab Kai singkat.
"Omong-omong, udah ada yang lo taksir belum?" Tanya Niko lagi.
Kini Kai memberi jeda beberapa saat sebelum menjawab, "Entah."
Niko terkekeh seraya memukul lengan temannya itu, "Gak usah malu-malu lo. Ada kan pasti?"
Kai mendengus kesal, "Diem lo."
"Cewek yang tadi baru join bareng Bella dan kawan-kawan, mayan tau. Dia itu yang dibilang Harris sama Chris gak sih? Yang katanya temen sekelas mereka waktu ospek dulu itu?"
"Gak tau, lupa."
"Yaelah, gak seru amat lo."
"Emang."
"Kalau lo gak mau, buat gue aja ya?"
Kai terdiam, hingga ia kembali berkata, "Ngapain?"
"Hah?"
Kai mendengus kesal, "Dia tuh gak ada menarik-menariknya. Berisik banget, mana banyak tanya. Lo kan anaknya gak sabaran, mana bisa berhadapan sama tuh orang."
Mendengar jawaban dari Kai malah membuat Niko tergelak, "Lah? Jadi lo udah kenal dia sebelum ini?"
Dalam hatinya, Kai yang salah berbicara lantas sibuk merutuki dirinya sendiri. Ia hanya terdiam saat Niko memberinya pertanyaan.
"Langsung sikat aja kali, Kai. Deketin mulai dari sekarang. Gak usah banyak gengsi," sahut Niko. "Lagian nama lo berdua udah cocok gak sih? Kai Kei." Kemudian Niko terkekeh.
Selama hampir dua menit tidak ada balasan dari Kai. Lelaki itu sibuk dengan segala pemikiran rumitnya. Sedangkan Niko yang tidak mempermasalahkan hal itu hanya terus memperhatikan ke arah panggung dimana intro lagu kedua yang hendak RAN bawakan mulai terdengar, yaitu 'Pandangan Pertama'. Semula ia tampak menikmatinya, hingga Kai tiba-tiba saja beranjak dari posisinya dan melangkah meninggalkan Niko yang kebingungan.
"Lo mau kemana?!" Tanya Niko.
Kai menghentikan langkahnya dan menatap Niko kesal, "Lo yang nyuruh gue buat mulai deketin dari sekarang ya, njing!"
Selanjutnya Kai melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti, sedangkan Niko yang tidak menyangka dengan apa yang terjadi hanya bisa tergelak selama beberapa saat dan berseru dari kejauhan.
"Semangat, bro!"
Tak lama kemudian, kedua tungkai lelaki itu pun tiba di kerumunan penonton yang tengah menikmati konser penutup dari RAN. Bukannya bersenang-senang seperti kebanyakan orang, sosoknya malah sibuk mengedarkan pandang ke seluruh penjuru lautan manusia itu. Ia berjalan ke sana kemari, berusaha menemukan sosok yang ia cari. Hingga ia mendengar suara gelak tawa perempuan yang begitu nyaring, ia langsung bergerak mencari sumber suara itu berasal.
Dan setelah menyusup diantara beberapa barisan penonton, langkahnya terhenti begitu berhasil melihat sosok Kei tengah melompat-lompat tak karuan dengan gelak tawa ketiga temannya yang menghiasi. Bukannya merasa terganggu, senyum Kai justru terbit begitu memperhatikan kelakuan Kei yang diluar nalar. Gadis itu memang sulit ditebak.
Selanjutnya, Kei melanjutkan tingkahnya dengan melakukan sesi berkaraoke seraya merangkul Cantika dan Bella di sampingnya. Suara begitu bersemangat hingga keluar dari nada yang seharusnya. Ia tampak sangat bahagia, dengan senyuman lebar serta tawa yang begitu lepas. Sesekali melambaikan tangan layaknya penonton pada umumnya dan juga merekam momen di sekitarnya menggunakan kamera ponsel.
"Ku rasa ku t'lah jatuh cinta pada pandangan yang pertama."
"Sulit bagiku untuk bisa berhenti mengagumi dirinya."
"Oh, Tuhan tolong diriku, 'tuk membuat dia menjadi milikku, sayangku, kasihku oh cintaku. She's all that I need."
Bukannya menikmati konser, Kai justru sibuk memperhatikan sosok Kei secara diam-diam. Seolah baginya yang menarik di sini bukanlah ketiga anggota dari RAN, melainkan gadis berambut panjang sepunggung dengan senyum semanis madu yang berjarak dua meter dari samping kirinya saat ini. Kai terus memperhatikan gerak-geriknya, bahkan sampai perempuan itu berjingkrak-jingkrak tidak tahu malu dan berteriak asal dengan heboh. Namun lelaki itu hanya terus mengulas senyum geli sebagai respon.
Barulah sampai lagu kedua itu usai dinyanyikan, Kai memutuskan untuk kembali ke tempatnya semula, duduk di bawah tenda pinggir lapangan sampai sesi konser dari RAN benar-benar usai. Niko masih ada di sana, menunggunya kembali datang dengan raut nyengir yang langsung membuat Kai muak.
"Gimana? Gimana? Sukses besar?" Tanyanya penasaran.
"Apaan sih," tungkas Kai gengsi.
"Oke, gue anggep berhasil."
"Terserah lo, anjir."
"Eh, tapi tadi lo sempet bilang Kei itu anaknya mengganggu. Berarti sekarang udah berubah pikiran dong," tambah Niko.
Kai terdiam sesaat, "Emang menganggu."
"Menganggu apanya sih anjir, perasaan dia normal-normal aja."
"Ya lo gak tau aja."
Niko berdecak pelan, "Dih, iya deh anjir yang paling tau."
Memang benar.
Bagi Kai, Kei itu memang menganggu. Banyak tanya. Juga berisik. Sesuatu yang sangat ia hindari seumur hidup.
Tapi entah mengapa, kini rasanya ia malah justru ingin kembali mendengarnya, dari seorang Keira.
⋆
YOU ARE READING
if only,
RomanceKeira bertemu dengannya Agustus lalu, saat hari pertama ospek fakultas dilaksanakan. Semula yang terasa hanyalah percikan, bisa terabai. Tapi bagaimana ia bertutur dan berperilaku, pada akhirnya Keira merasa jatuh. Meski selama itu, tiada kata pasti...
i understood what he meant [part 3]
Start from the beginning
