i understood what he meant [part 2]

Start from the beginning
                                        

"Iya, untungnya gue buru-buru ditarik sama Cantika, jadinya masalahnya gak panjang—"

"Helo, sorry ganggu, gue mau balik." Tiba-tiba saja Niko muncul di samping meja kami seraya menyodorkan kepalan tangannya. Kami berempat pun membalas dengan fist bump secara bergantian.

"Lah, cepet amat? Mau ngapain lo?" Tanya Bella.

"Ada pokoknya." Niko nyengir.

"Dasar lo, sok misterius," sahut Cantika.

Kemudian arah pandang kami beralih pada Kai yang menyusul di belakangnya. Tak seperti yang ia lakukan saat di art gallery di Jogja, kini ia mengulurkan kepalan tangannya sebagai salam pamit.

"Cabut dulu," ucapnya setengah menggumam.

Kami lantas melakukan hal yang serupa kepada Kai untuk menanggapi kepalan tangannya. Namun bedanya, tak ada satupun dari kami yang berani untuk berbasa-basi dengan Kai. Malah Bella dan Cantika terus menyauti ucapan Niko yang sangat ekspresif.

"Gue sama Kai cabut yak. Bye guys!"

"Yoi, hati-hati!"

Setengah jam setelah kepergian Niko dan Kai, sebagian anak laki-laki yang lainnya juga menyusul berpamitan hendak pulang, hingga menyisakan empat orang yaitu Harris, Dion, Chris, dan Farhan. Mereka secara bergantian meminta username instagram kami agar bisa saling mengikuti. Selanjutnya, kami pun mengobrolkan hal-hal lucu hingga membuat tergelak, sampai cerita seram yang didapatkan pada saat kelas malam.

Hingga waktu dimana hendak membayar pesanan sebelum pulang pun terjadi.

"A' jadinya berapa ya? Tadi minuman aku es jeruk," tanya Cantika.

"Sepuluh ribu."

Saat Cantika sibuk merogoh isi dompetnya, tiba-tiba si penjual kembali berkata dengan malu-malu.

"Yang dua lainnya 11 ribu, kalau yang Keira harganya 9 ribu soalnya minum pakai es teh."

Berkat itu, Cantika pun menghampiriku dengan ekspresi heboh untuk kedua kalinya.

"Kei, abang-abangnya tau nama lo anjir! Kok bisa ya?"

Jihan, Bella, dan yang lainnya ikut tak menyangka, "Hah, serius?" Disusul dengan gelak tawa geli diantara mereka melihat kelakuan abang penjual burjo itu.

"Mungkin abangnya dengerin kita ngobrol kali, makanya bisa tau," ucap Jihan.

"Bisa jadi," balas Cantika.

Tapi aku enggan terlalu memikirkannya. Setelah membayar dengan normal, namun harus diselingi dengan suara-suara seruan yang tidak normal, aku kembali duduk ke tempatku untuk memasukkan dompet ke dalam tas.

"Kei, lo mau kemana?" Tanya Chris.

"Mau balik sih. Kenapa?"

"Rumah lo mana? Sini gue anterin," tawarnya.

Aku menggeleng, "Gak usah, jauh anjir."

"Gakpapa, gue gabut soalnya."

Mengingat jumlah uang yang harus aku keluarkan jika memesan ojek online membuatku lantas menyetujuinya, "Yaudah deh."

Berkat tawaran Chris, yang merupakan teman sekelas waktu aku ospek fakultas sebelumnya, aku kini berada di jok belakang motornya. Namun sebelum benar-benar keluar dari area kampus, tiba-tiba saja ponselku bergetar. Setelah mengecek isinya, aku dapatkan dua pesan dari Kak Ace.

Ace: Kamu dimana?
Ace: Ketemuan yuk

Karena pesan itu, aku langsung meminta tolong Chris untuk berbelok arah, mengantarkanku ke sebuah minimarket yang letaknya di depan pintu gerbang kampus. Dan di situlah aku kembali bertemu Kak Ace dengan motor vespa putihnya.

if only,Where stories live. Discover now