it wasn't a lie that i got

Start from the beginning
                                        

Lelaki itu berjalan mempimpin melewati anak tangga menuju ke lantai dua dan mendatangi salah satu estalase karya tersepi. Aku pun mengekor dibelakangnya seraya memasang wajah was-was ke segala arah, takut jika akan ada orang lain yang menguntit.

"Oke karena waktu kita gak banyak, karena aku bilang ke Eliza kalau mau ke toilet."

"Oke, Kak. Siap." Aku mengangguk paham.

"Sebelumnya bisa tolong jelasin kenapa kamu bisa yakin kalau yang nyebarin rumor itu Natalie? Emangnya mereka berteman dekat?"

Kini sedikit jelas mengapa Kak Felix kebingungan pada ucapanku beberapa hari lalu itu. Sepertinya Kak Ace memang tidak menceritakan terkait Natalie dan Bas kepadanya. Hal itulah yang membuatku kebingungan menjelaskan hubungan keduanya kepada Kak Felix.

"Sebenarnya aku gak terlalu paham, tapi kayaknya sih iya Kak. Dan Kak Ace sendiri yang bilang kalau Natalie itu patut dijauhin, juga pacarnya Natalie yang namanya Bas."

"Oke, aku gak nyangka kamu tahu banyak. Memang geng Red Line itu patut dijauhi sih, siapapun itu orangnya. Tapi aku masih gak paham Ace sama Natalie apa. Bahkan mereka baru kelihatan ngobrol bareng karena keduanya ikut kepanitiaan jadi kakak pembimbing di ospek."

"T-Tapi bukannya kakak join Red Line ya?"

Aku kini bingung dengan pernyataan 'geng Red Line patut dijauhi' sedangkan yang aku ketahui Kak Felix juga ikut tergabung didalamnya.

"Iya, aku baru aja nongkrong sama mereka. Sesuai yang pernah aku jelasin sebelumnya, aku ikut geng Red Line buat korek informasi. Sempat ajakin Ace beberapa kali dengan niatan supaya dapat jawaban. Tapi dia selalu gak mau."

Ah, rupanya begitu.

"Dan kakak udah temuin jawabannya?"

"Belum. Banyak orang-orang lama yang udah keluar dari geng itu. Tapi beberapa juga ada yang pernah denger rumor yang ada, tapi pada gak tau siapa orangnya. Yah, antara gak tau atau gak bisa kasih tau." Kak Felix menghela napas panjang.

Aku termenung saat mendengar ucapan Kak Felix yang begitu serius. Aku tidak menyangka jika ia betindak seniat itu demi membuktikan bahwa pelaku rumor yang dulu bukanlah Kak Ace. Namun disisi lain, aku merasa sedikit aneh dengan ketidaksambungan obrolan diantara kami. Seolah rumor yang masing-masing dari kami ketahui adalah dua hal berbeda.

"Waktu itu kakak cuma bilang rumor, sebenarnya rumor apa ya Kak?"

Kak Felix mengerutkan kening, "Bukannya katanya kamu tau?"

"Maaf Kak, aku jadi agak gak yakin," ucapku seraya menggaruk kepalaku yang tidak gatal.

Sebelum mengucapkan, Kak Felix berusaha mengecek keadaan sekitar, "Jadi, dulu sempet ada rumor kalau ada mahasiswa fakultas seni yang tidurin pacar anak fakultas teknik sampai mereka berantem di hotel Fitz, sampingnya bar Red Line."

Aku membelalak. Tidak menyangka jika ada rumor seperti itu sebelumnya.

"Dan, Ace dituduh sebagai si mahasiswa fakultas seni, entah dari mana asal-usulnya. Sejak ada berita itu, Ace jadi kacau banget, sering bolos, pindah kos, tapi itupun jarang ada di sana. Terus tiba-tiba aja dia muncul lagi, gondrongin rambut, balik nongkrong sama teman-teman yang sekarang ini seolah gak pernah terjadi apa-apa. Kita semua penasaran, tapi gak enak hati buat tanya. Sampai akhirnya ada kamu."

Aku lantas merasa tidak enak hati begitu Kak Felix menyebutku seolah aku orang yang sangat berguna dalam pencarian informasinya.

"Aduh Kak, maaf banget tapi aku sendiri merasa kalau aku kurang berguna. Karena rumor yang aku tau bukan kayak apa yang kakak jelaskan."

Kak Felix kebingungan, "Loh? Terus rumor apa?"

"Kak Ace bilang sendiri kalau dulu setiap teman perempuan yang dekat sama dia kebanyakan berakhir buruk. Kayak gak kembali berteman, ada yang berakhir ke psikolog, bahkan pindah jurusan karena gak tahan dengan rumor dan hujatan yang ada."

Dan itu yang membuat Kak Ace harus bersikap dingin kepadaku, seolah kami tidak boleh terlihat saling dekat saat di kampus. Itulah alasan mengapa ia selalu memasang sorot tajam tanpa senyum kepadaku yang selalu menatapnya dari kejauhan.

"Aku gak pernah dengar rumor kayak gitu sebelumnya. Kamu yakin Ace bilang gitu?"

Aku mengangguk yakin.

Medengar jawaban Kak Felix membuatku bingung. Apa jangan-jangan selama ini Kak Ace berbohong? Pantas saja saat ia menjelaskan pada hari itu [chapter 18], jawabannya terdengar sedikit aneh dan terlalu memaksa. Ia mengatakan bahwa ada rumor-rumor beredar setiap ia berteman dekat dengan perempuan. Tapi kenapa ia justru menjadi kakak pembimbing ospek, dan bahkan bersikap baik dengan semua orang di kelas? Bukankah itu juga mampu menimbulkan rumor juga?

"Mungkin yang dimaksud Ace itu lingkup geng-geng cewek di kampus kali ya? Pasti ada suatu geng yang ngehujat cewek lain waktu cewek itu berhasil ngobrol sama Ace. Karena memang banyak yang suka dia sih sejak maba. Tapi setahu aku, gak ada yang sampai menimbulkan masalah yang besar banget. Cuma persaingan antar individu aja."

"Ah, gitu ya Kak," jawabku sedikit tidak yakin.

Tentu saja aku langsung merasa tidak yakin.

Kira-kira apa yang ada dipikiran Kak Ace? Kenapa ia terlihat sengaja menciptakan cerita omong kosong itu supaya bisa terlihat tidak tengah dekat denganku? Supaya ia punya alasan agar aku tidak bisa mendekatinya secara terang-terangan di depan semua orang. Tapi kenapa? Apa alasannya?

Seandainya saja bukan kebohongan yang aku dapatkan, aku tidak akan merasa sekecewa ini.


if only,Where stories live. Discover now