Chapter 1

11.6K 219 5
                                    


Di usianya yang masih muda Indra memang belum banyak berpengalaman dalam percintaan, tapi ia sudah tahu benar untuk tidak menaruh hatinya pada laki-laki straight, yang pastinya berujung pada sakit hati... Apalagi kalau pria straight itu sudah beristri.

Tapi ini bukan masalah hati, ini adalah dorongan nafsu hewani yang primal dan gelap.

Indra menggerus dua pil Vicodin 500 mg dan dua valium 300 mg, lalu melarutkannya ke dalam secangkir kopi yang masih melepuh. Lalu membubuhi lima sendok teh gula pasir untuk menutupi rasanya.

Maafkan aku Pak, pikir Indra seraya mengaduk kopi itu, Indra tau benar bagaimana rasa campuran dari kedua obat itu, melayang lemas tak berdaya selama beberapa jam. Dan untuk orang sekekar Pak Brengos, pasti butuh takaran dua kali lipat.

Indra menaruh kopinya di nampan, ketika mengangkatnya, tangannya gemetaran, membuat cangkir kopi bergemerincing. Ayo, kamu pasti bisa, batin Indra berulang-ulang pada dirinya sendiri, seperti semacam mantra. Berulang kali ia menarik nafas dan menghembuskannya perlahan untuk menenangkan diri, hingga tekadnya bulat dan gengamannya mantap.

Ayo harus sekarang, sebelum istrinya pulang, pikir Indra, lalu ia pun berjalan ke Pak Brengos yang sedang duduk di ruang tamu diiringi debar jantungnya yang berbunyi seperti tambur perang.

Menyadari Indra datang membawakannya kopi, Pak Brengos menyunggingkan senyum di bibirnya lalu segera merapihkan kertas-kertas yang berserakan untuk membuat ruang

"Makasih Nyo." demikian panggilan Pak Brengos untuknya, dan ia tidak keberatan dipanggil itu oleh Pak Brengos.

Mata Indra tidak melewati begitu saja pemandangan indah di hadapannya, bahkan melakukan gerakan senderhana membuat otot-otot perkasa di tubuh Pak Brengos bergerak berangkaian, bagai menari di dalam bungkusan kaos ketat.

Ketika Indra meletakan cangkir itu, Pak Brengos tersenyum kepada Indra. Senyumnya selalu bisa membuat hatinya meleleh, Di sudut mata tampak mulai terukir garis-garis tipis, yang menurut Indra menambah kharismanya.

Jantung  Indra berdebar kencang ketika Pak Brengos mendekatkan cangkir kopi ke  bibir,  mengendus aromanya, menghembus lembut asap yang mengepul, lalu  akhirnya menyeruput kopi yang dibuatnya, wajah Pak Brengos mengerenyit,  tapi tetap diteguknya

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Jantung Indra berdebar kencang ketika Pak Brengos mendekatkan cangkir kopi ke bibir, mengendus aromanya, menghembus lembut asap yang mengepul, lalu akhirnya menyeruput kopi yang dibuatnya, wajah Pak Brengos mengerenyit, tapi tetap diteguknya. Indra yakin Pak Brengos tidak menyukai racikannya, tapi tetap saja menelan kopi itu, karena tidak mau melukai hatinya.

"Maafkan aku Pak," kata Indra.

Mendengar itu, Pak Brengos tertawa, "Tidak apa-apa, mungkin lain kali kopinya jangan kebanyakan gula," ujar Pak Brengos.

Indra menggeleng, "Saya mau nyeritain....rahasia saya Pak."

Air muka Pak Brengos berubah serius, beberapa detik berlalu, kemudian ia meletakan tangannya yang besar di bahu kurus Indra, "Ayo, ceritakanlah," katanya dengan nada suara yang lembut.

PELAKORTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon