i had known that he had connected with me from the beginning [part 2]

Mulai dari awal
                                        

Tak aku sangka jika ia benar-benar memegang ucapannya. Aku pikir ia hanya bercanda tentang bagian ia hendak kabur.

"Kenapa? Lo masih mau di tempat ramai-ramai itu?" Tambahnya seraya berjalan dengan sorot lurus ke depan. Hingga tak lama kemudian, kami pun berhasil mencapai halaman di samping studio.

"Enggak sih, ya sebenernya biasa aja, mau di dalam studio, atau di sini. Gak masalah."

"Oke, bagus. Setidaknya kali ini lo ikutin saran gue."

Aku tahu itu hanyalah candaan yang sering dilayangkan anak-anak tongkrongan. Tapi poin dari kalimat itu memang terkait dengan kesalahan yang pernah aku perbuat. Dan kesalahan itulah yang selalu terpikir selama beberapa hari terakhir. Maka dari itu, aku tidak bisa tersenyum untuk menanggapi ucapannya meskipun sebenarnya ingin. Aku terus terdiam pada setiap langkah yang kami buat, berusaha memikirkan kembali apa saja yang hendak aku jelaskan dan tanyakan kepadanya.

"Sorry," kataku pelan.

"Untuk?"

"Waktu lo minta gue pulang lewat gerbang belakang, gue malah keras kepala. Harusnya gue gak gitu."

Sedangkan ia hanya terdiam, baik ekspresi dan gelagatnya tidak ada yang berubah.

"Juga terimakasih."

"Untuk?"

"Udah peduli ke gue waktu itu. Jujur, gue gak tahu kenapa lo bisa tau Adam ke kampus, terus kenapa lo tau kalau dia cariin gue, dan cara lo hubungin Kak Ace. Gue selama ini bingung aja sih. Kalau lo mau mungkin bisa jelasin ke gue?"

Ia sempat berpikir beberapa saat, "Waktu itu gue disuruh Bang Leon ambil stock paku di motornya, sedangkan dia mau ambil gergaji baru di ruang admin. Dan ternyata gue malah ketemu cowok aneh yang cariin cewek yang gak kalah aneh."

"Ish, yang bener!" Aku merengut membuatnya terkekeh pelan. Hal baru yang membuatku terpana sesaat.

"Dia cariin lo sambil nyebutin jurusan dan angkatan. Selain itu, dia juga cariin orang yang namanya Ace. Yaudah akhirnya gue masuk ke gedung dan kebetulan ketemu lo. Dan karena lo gak nurut sama saran gue, akhirnya gue telpon Bang Leon biar cari yang namanya Ace. The end."

Dengan mendengar penjelasannya kini semuanya terasa saling jelas berhubungan. Tanda tanya yang sebelumnya bermunculan kini sudah hilang bak ribuan balon yang meletup.

"Ah, gitu. Berarti habis itu lo lanjut kerjain proyek?"

Ia mengangguk-angguk pelan, "Harusnya sih gitu."

Aku heran kenapa anggukannya tidak sinkron dengan ucapannya.

"Kenapa? Lo malah balik ya pasti?"

"Yah, begitulah, namanya juga maba."

"Harusnya maba tuh rajin," sahutku. "Tapi makasih loh, kalau gak ada lo, gak tau deh nasib gue waktu itu bakal kayak gimana."

Aku beralih menatapnya dengan senyuman terbaikku, dalam artian ingin dihargai pula dengan senyuman balasan olehnya. Tapi ia bahkan tidak melirik sedikitpun ke arahku, hanya menatap lurus ke depan dan tanpa ekspresi.

"No problem."

Biasanya orang-orang akan menanggapi kejadian kemarin itu dengan pertanyaan terkait alasan Adam mendatangiku, atau tentang permasalahan apa yang terjadi diantara aku dan Adam, atau setidaknya menanyai kondisi kabarku saat ini. Namun tanggapan Kaivan justru berbeda.

"Lagian selera lo aneh banget sih. Kayak psikopat mana denial mulu," tambahnya.

Seharusnya aku tersinggung, tapi kini aku justru tertawa geli.

if only,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang