i had known that he had connected with me from the beginning [part 1]

Start from the beginning
                                        

Eliza mendengus, "Hah, sedih banget. Kalau gitu, kasihan dua-duanya. Padahal Dhira suka banget sama Ruben."

Kemudian, kami serempak menatap ke arah dua sosok yang tengah mengobrol itu dari kejauhan.


Setelah melakukan perjalanan singkat, kami akhirnya tiba di sebuah studio seni terkenal yang dijadikan tempat lokasi pameran karya Erik Hardy dan David. Di sepanjang pintu masuk banyak sekali standing banner berjejer untuk mempromosikan konsep dan tema dari acara yang bersangkutan. Galaksi memang menjadi topik umum yang biasa diangkat oleh para seniman untuk berkarya. Tapi menemukan sentuhan baru yang belum pernah aku temui sebelumnya seperti lukisan galaksi berwarna hijau dan oranye alih-alih berwarna biru gelap atau ungu, ditambah dengan lampu gantung berukuran raksasa berbentuk beragam planet dibuat dari pecahan keramik, serta lukisan bersambung pada tiap kanvas yang berjejer pada salah satu tembok terluas membuatku melongo saking kagumnya.

Setelah melihat-lihat secara singkat pameran karya pada lantai dasar, baik aku, Dhira, dan Eliza lantas memisahkan diri dari para rombongan laki-laki ke salah satu area karya yang sepi. Aku pikir itu karena para panitia yang bertugas telah memberi pengumuman bahwa kami yang sudah datang diminta untuk menunggu di tempat untuk acara pembukaan yang akan dilaksanakan sebentar lagi. Tapi ternyata ada niat terselubung yang baru aku ketahui begitu Eliza bertanya.

"Jadi, tadi gimana ngobrolnya sama Ruben?"

"Dia cuma minta maaf sih, gak ada yang spesial," jelas Dhira datar.

"Minta maaf tentang apa? Semalem?" Tanya Eliza penasaran.

Dhira mengangguk, "Yup."

"Terus dijawab gimana?" Tanyaku yang juga penasaran.

"Intinya gue bilang kalau gue gak salah tunjuk. Misal gue dapat kartu siapa orang yang gue sukai di ruangan pun, jari gue bakal nunjuk orang yang sama, dan gak bakal salah."

Aku dan Eliza terbelalak. Tentu kami terkejut akan keberanian Dhira yang diluar dugaan.

"Wah, keren banget," sahutku yang diselingi anggukan dari Eliza.

"Gue gak nyangka lo punya stock nyali banyak banget!"

"Biasa aja kali, gue emang gini."

Kemudian Eliza menjelaskan kepada Dhira tentang penjelasan Kak Felix sebelumnya terkait Kak Ruben. Semula aku mendengarkan dengan seksama, sebelum pada akhirnya fokusku teralihkan ketika tidak sengaja menemukan sosok Kak Ace tengah bersama dua sosok perempuan asing di salah satu area karya yang tak jauh dari tempatku berada. Ketiganya yang tampak akrab dan banyak mengobrol membuatku minder. Siapakah kedua perempuan itu?

"Iya kan Kei?" Ketika Eliza bertanya hal yang bahkan tidak masuk pendengaranku sama sekali, lamunanku langsung buyar.

"Eh, gimana?"

"Kamu lihatin apaan sih?"

Eliza berusaha menelisik ke lokasi dimana terakhir kali aku memusatkan pandangan. Dan dua detik setelahnya, baik Eliza dan Dhira bisa mendapati ketiga sosok yang sebelumnya sempat ku tangkap.

Namun tak ku sangka jika reaksi Eliza langsung sebal, "Dih, ngapain sih Ace ngobrol sama mereka."

"Emang mereka siapa?"

"Yang rambutnya panjang itu Gabi, anak seni tari angkatan 21. Dan yang rambutnya sebahu itu namanya Reanna, atau biasa dipanggil Ann, dia anak seni rupa angkatan 21."

"Berarti satu angkatan sama Kak Ace?" Tanyaku lagi.

Eliza mengangguk, "Yup. Bahkan dulu ada rumor mereka deket."

"Deket?"

Perlahan penat mulai menguasai kepalaku.

"Tapi anehnya itu bertahan bentar banget, setelah itu mereka hampir gak pernah ngobrol, bahkan saling sapa aja enggak."

"Kamu tahu darimana?"

"Gosip angkatan. Felix juga pernah cerita singkat dulu. Kalau dia sendiri sih tim yang gak yakin kalau mereka deket dalam arti saling suka, katanya karena Ace gak pernah ngaku. Tapi bukannya cowok kalau lagi deketin cewek emang gak pernah cerita ke temen cowoknya ya?"

"Jadi menurut lo dulu mereka pacaran? Cuma gara-gara sering ngobrol doang?" Dhira melipat tangannya di depan dada. Ia terkesan sama tidak yakinnya dengan Kak Felix terkait hal tersebut.

"Bukan pacaran, Dhir. Kayak PDKT gitu loh."

"Hadeh pusing deh, anak cowok fakultas seni banyak dramanya."

"Ya lo sendiri juga kenapa naksir anak seni."

Saat keduanya saling melanjutkan obrolan, aku yang kepikiran dengan penjelasan Eliza malah tenggelam dalam pikiranku sendiri. Ditambah menemukan senyuman yang terselip diwajah Kak Ace saat bertatapan dengan perempuan bernama Ann itu, membuat dadaku perlahan terasa sesak.

Hingga tak lama kemudian, lamunanku harus kembali dibuyarkan oleh sapaan Eliza yang begitu heboh kepada sekumpulan orang yang baru datang.

"Leon! Hai! Kok baru pada dateng?"

"Macet tadi. Kita berangkat dari Jepara soalnya."

Rupanya rombongan dari jurusan seni kriya. Melihat mereka yang serempak mengenakan jas hitam justru terlihat seperti boyband yang hendak tampil sebagai guest star dimataku. Kemudian kami saling menyapa dengan fist bump serta senyuman basa-basi secara bergantian. Namun begitu menemukan sosok yang berdiri paling belakang pada rombongan tersebut, aku tercenung.

Kaivan. Lagi-lagi namanya menggema disudut pikiranku dengan jelas. Mungkin ini karma karena telah menyangka jika nama aslinya memang Karavan.

Saat aku menatapnya, rupanya ia juga tengah memperhatikanku. Kami saling melempar pandang selama beberapa saat, hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk membuang muka, dan berjalan mendahului rombongannya untuk menghindari tos dengan kami bertiga. Mungkin Eliza dan Dhira tak menyadarinya karena sibuk menanggapi lelucon yang dilayangkan Leon. Sedangkan aku yang memperhatikan punggungnya menjauh hingga ditelan kerumunan hanya mampu mempertanyakan sikapnya didalam hati.

if only,Where stories live. Discover now