[23] °• Bazar Buku •°

372 61 7
                                    

Sorak sorai menggema, mengiramakan kehampaan dari kursi tunggal di depan kelas. Tidak ada PR Matematika yang dikumpulkan, sebab guru pengampu mapel tersebut baru saja mengatakan kalimat keberuntungan di jam terakhir KBM hari ini.

"Kalian belajar sendiri dulu ya sampai jam pulang, Bapak ada rapat."

Osis pun tidak ada kegiatan. Membuat kelas lebih berisi. Belum lagi gelak tawa tak terkontrol dari kawasan belakang. Sebut saja penghuni kursi pojok belakang.

"Kalo kalian jadi babi, kalian mau punya jabatan sebagai apa?" begitulah pertanyaan yang mencuat dari mulut Hema.

"Jabatan buat nyelepet otak lu!" Reyhan melotot garang, bukan semata-mata karena pertanyaan Hema saja. Pasalnya kedua jemari bocah itu sempat usil, dimasukkan ke lubang hidung Reyhan, yang otomatis ia terusik di tengah kesibukannya bermain game.

"Bagus, kalian mau punya jabatan apa?" tanya Hema ke yang lain.

"Gue nggak mau jadi babi. Haram!" celetuk Jojo.

Bola mata Hema mengawang ke atas. "Ya bener juga si. Kalo gitu lo jadi tutup botol kecap aja."

"Ridho, mau jadi babi yang kayak apa?" kini giliran Jojo yang bertanya.

"Gue mau bebas dari manusia-manusia idiot kek lo berdua!" sahut Ridho seraya memutar bola mata malas.

Hema mengangguk-angguk. "Nggak pa-pa idiot yang penting bukan Babi, ya nggak, Jo?" lantas setelah berkata sedemikan, tangan Hema mendapat sahutan dari Jojo. Bertos ria.

"Oasu! Sini gue betot titit lu ya kampret!"

Semakin riuh, mereka menjadikan seisi kehampaan yang  sempat mengendus kini terhempas. Gelak tawa menyambar-nyambar. Pun derit jendela dan kicau burung yang terasa sunyi diredam ramai. Angin mengetuk alam bawah sadar gadis yang terdiam, menghempas lamunan hingga membawa arah pandangnya pada arak-arakan kelabu dari balik jendela.

Mendung sekali.

Kalo saja Keiyona bisa mendeskripsikan, bagaimana mendung di luar sana yang tak seberapa ketimbang suasana hatinya. Keiyona merasakan ada petir-petir yang menjelma menjadi sekat, lalu hujan deras mengguyur basah setiap sudut ketenangan di dalam sana. Entah apa yang mengganjal, tapi sebagian dirinya terasa kelabu. Kurang berwarna. Belum lagi kedua obsidian yang sejak tadi coba ia selami, justru melarikan arah pandang begitu saja. Ada apa dengan Hema?

Hema sedang menjauhinya?

Pertanyaan yang berulang kali Keiyona layangkan pada selembar halaman demi halaman yang ia buka. Membuka buku dan pura-pura membacanya adalah pelarian paling aman untuk menyembunyikan suramnya.

Tiba-tiba saja, Keiyona merasakan energi yang tadi hampir surut, kini mulai terisi. Perlahan-lahan hingga membuat dirinya justru kehilangan fokus. Keiyona jadi berpikir, apakah dengan Hema yang duduk di hadapannya secara tiba-tiba dapat membuat Keiyona kelebihan energi?

Selembar uang Hema ulurkan, tak lupa ia memberikan senyuman konyol. "Mau bayar kas dong, kawan!"

Lantas bersama ekspresi yang ia buat sedemikian rapinya, Keiyona berhasil menyembunyikan gelagat aneh yang sempat bersemayam. "Tumben, kamu belum nunggak sebulan kok udah mau bayar?"

"Udah dibilang aku mau tobat, mau rajin bayar kas."

Keiyona menyipitkan bola mata. "Itu bukan uang mainan kan?"

Lantas mendapatkan lontaran semena-mena seperti itu, Hema melotot kaget seraya mengelus dadanya. "Astaghfirulloh, aku anak baik-baik, Kei. Nggak mungkin berdusta! Istighparrr istighparrr kamu, mah!"

"Y-ya kan cuma tanya," ucap Keiyona tak enak hati, meskipun muka Hema masih terlihat seperti pelawak handal, tapi Keiyona tetap saja sedikit merasa bersalah telah bertanya seperti itu.

Elegi & Tawa [Selesai]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang