Tiga Puluh Dua

Começar do início
                                    

"Elona.... maafkan Ibu." Bu Rahna menatap Elona dengan pandangan rasa bersalah. "Ayah Bianva adalah seorang pengacara, dia donatur di sekolah ini, kami sama seperti kamu, kami orang dewasa tidak bisa berbuat apa-apa."

"Tutup mata saja selamanya!" seru Elona, dadanya naik-turun. "Saya engga butuh apa-apa, karena percuma! Sampai saya nangis darah dan membunuh diri saya sendiri, tidak akan ada yang berubah." Dia tertawa. "Terima kasih atas perhatian Ibu, saya tidak akan pergi ke sekolah lagi, tolong ucapakan terima kasih saya pada perusahaan yang meneruskan beasiswa saya."

"Orang dewasa itu tidak pernah bisa diandalkan," lirih Elona.

Ibu Ratna terdiam.

Mereka adalah orang yang egois.

Elona mengucapkan terima kasih dan keluar dari ruangan BK, namun betapa terkejutnya ia ketika melihat seseorang di depan pintu BK, sedang menatap dirinya dengan sorot mata yang aneh.

Gadis itu mengalihkan pandangannya, ia ingin berjalan dari samping laki-laki itu, tapi lengannya langsung ditahan.

"Gellan, ada perlu apa?" tanya Ibu Ratna.

Bahu Elona bergetar ketakutan, dia tertawa sembari menangis.

Bahkan ia tidak bisa dibiarkan keluar dengan selamat dari sekolah ini.

Gellan merunduk menatap Elona, kemudian ia menatap Bu Ratna tersenyum dan menutup pintu.

"Ikut gue." tegasnya.

Elona menurutinya, setidaknya tolong jangan pukul dia, sekujur tubuh Elona rasanya sakit, ia takut akan pingsan.

Anehnya Gellan membawanya ke lapangan Indoor sekolah, mereka duduk di salah satu tribun, memperhatikan kelas yang sedang melaksanakan pelajaran Olahraga. Elona bertanya-tanya apa yang dilakukan Gellan disini, seharusnya ini masih jam pelajaran, oh yah mengingat siapa Gellan dan latar belakangnya, ia bebas melalukan apapun yang dia mau.

Tidak adil.

"Hm, lo udah makan?"

Hah?

Elona terheran-heran.

Gellan merutuki kebodohan nya, pertanyaan macam apa itu?! Harusnya ia menenangkan gadis itu, saat ini Elona sedang menangis dan tentu saja dia pasti juga masih takut pada Gellan.

Pertama-tama.

Gellan menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan nya.

"Gue minta maaf."

Elona mematung di tempat, sesuatu yang tidak terduga, seorang Gellan meminta maaf padanya.

"Waktu itu gue mabuk dan hm... melakukan hal yang buruk ke lo."

Ah.

Elona ingat.

Ternyata tentang kejadian malam itu.

Ia sebenarnya ia takut pada Gellan karena hal itu, ia takut laki-laki itu menyerang nya kembali. Elona takut berinteraksi dengan lawan jenis, ia masih trauma karena kejadian waktu SMP dulu, tindakan Gellan saat ini membangkitkan rasa takut Elona dan membuat tubuhnya langsung ketakutan ketika melihat Gellan.

"Gue tahu tindakan gue keterlaluan banget, gue minta maaf, maaf, maaf, gue minta maaf." Gellan terus-menerus bergumam minta maaf.

Mengingat semua rasa sakit Elona, Gellan tahu dia adalah laki-laki brengsek.

"Maaf, maaf, maafin gue."

Elona menatap Gellan, laki-laki itu sedang merunduk sekarang, menatap tidak fokus ke bawah, Elona menepuk pundaknya pelan, membuat Gellan tersentak dan tersadar dari apapun yang sedang ia lakukan saat ini.

"Maaf," refleks Gellan mendorong tubuhnya menjauh, jarak mereka saat ini sangat dekat, membuat jantungnya tidak aman.

Elona mengangguk. "Iya." Mungkin Gellan jijik dekat orang miskin sepertinya.

"Lo maafin gue?" tanya Gellan kembali.

"Engga," mana mungkin ia maafkan Gellan. "Jangan ingat lagi kejadian itu dan jangan bahas."

Gellan mengangguk. "Oke."

"Itu aja kan?" tanya Elona.

Gellan mengangguk.

"Aku mau pulang." Elona bangkit.

"Eh, jangan!" Gellan langsung menahan lengan gadis itu.

Elona menatapnya tidak mengerti. "Kamu butuh apa lagi?" tanyanya.

Otak Gellan tidak berfungsi, bertatapan langsung dengan mata Hazel Elona membuat jantungnya berdebar kencang.

"Gue...gue sama Bianva putus, kami engga ada hubungan apa-apa!" seru Gellan.

Alis Elona terangkat sebelah. "Terus?" apa hubungannya dengan Elona?

Terus?

Pertanyaan polos yang membuat Gellan mati kutu.

Iya yah.

Terus setelahnya apa?

Gellan bingung sekarang.

Oh dia tahu!

"Kalau gue PDKT sama lo, boleh kan?" Gellan bertanya dengan senyuman termanis yang ia miliki.

Lesung pipi ayo bekerja! Batin Gellan.

***

Hahaha.

Author : apa gunanya lesung pipi?

Gellan : tiap cewek yang lihat senyum gue, langsung kelepek-kelepek

Author : semua cewek?

Gellan mengangguk : selama 16 tahun gue hidup semua cewek langsung meleleh lihat senyum gue.

Author : kepedean banget.

Gellan tersenyum, hingga lesung pipinya terlihat.

Author : Gellan yang terbaik! Lo ganteng banget!

Gellan : lihat kan? Hahaha

Your Guardian Angel (The End)Onde histórias criam vida. Descubra agora