Mission

1 1 0
                                    

The Reveller didirikan lima tahun yang lalu oleh Martin Le Brun yang merupakan ketua dari kelompok ini. Pekerjaan utamanya yang merupakan seorang direktur di sebuah perusahaan gadget terbesar di Paris membuat tampilannya selalu rapi dengan kemeja, dasi, dan jas. Ia memiliki wajah yang cukup tampan dan rahang yang kokoh. Bahunya lebar dan dadanya juga bidang, membuat banyak wanita yang menaruh hati kepadanya. Namun hanya ada satu wanita di dalam hatinya, siapa lagi kalau bukan Katie.
Awalnya Martin mengajak teman-teman semasa SMA nya dulu untuk bergabung dengannya dalam The Reveller, yaitu Joseph dan Jacques. Lalu lama kelamaan anggotanya pun bertambah, namun ada juga beberapa yang memutuskan untuk keluar, seperti Jacques.
Katie Espiner yang menjadi anggota The Reveller setelah kelompok itu dibentuk lima bulan akhirnya ditunjuk sebagai wakil ketua menggantikan Jacques yang memutuskan keluar setelah menjabat sebagai wakil ketua selama tiga tahun. Dan semenjak Katie menjabat sebagai wakil ketua, anggota The Reveller selalu berjumlah sembilan orang. Itu semua karena angka sembilan adalah angka favorit Katie. Ia yang merupakan satu-satunya anggota perempuan disana selalu saja membuat peraturan yang ia kehendaki dan membuat semua anggota harus menuruti keinginannya itu, bahkan Martin yang jabatannya lebih tinggi darinya selalu patuh padanya. Itu semua Martin lakukan karena rasa cintanya kepada Katie. Dan bukan hanya Martin, bahkan hampir seluruh anggota The Reveller menyukai Katie. Namun Katie tidak memperdulikan mereka dan malah suka pamer kemesraan dengan Hugo. Ia juga selalu mengutamakan Hugo dibandingkan anggota lainnya, membuat mereka selalu iri terhadap Hugo. Tapi mereka tak bisa berbuat apa-apa karena mereka tak mampu membuat pandangan Katie teralihkan kepada mereka.
Di balik usaha mereka untuk mencuri hati Katie yang membuat mereka sering terlihat seperti orang bodoh, sebenarnya mereka termasuk Hugo dan Katie adalah orang-orang yang sangat suka dengan tantangan. Mereka bekerja untuk kelompok-kelompok yang ingin menghancurkan musuh mereka. Namun mereka tidak mau repot-repot mengotori tangan mereka untuk membunuh target mereka, karena mereka memang bukan pembunuh bayaran. Mereka hanya akan menangkap target mereka hidup-hidup, dan menyerahkannya kepada pelanggan mereka lalu membiarkan pelanggan mereka itu melakukan hal sesuka hati mereka terhadap sang target.
Hari ini, saat tengah malam telah datang, mereka kembali menjalankan aksi mereka. Hugo, Philippe dan Luc ditugaskan bekerja sama, sedangkan anggota lainnya bertugas memburu dua target lainnya. Hugo amat bersemangat menjalankan tugasnya itu karena ia sangat menyukai pekerjaan ini. Baginya pekerjaan The Reveller seperti bermain game. Jiwa mudanya sangat tertantang.
Di tengah perjalanan mereka dalam memburu target, mereka masih sempat melanjutkan obrolan mereka seputar game terbaru dari perusahaan tempat Luc bekerja yang tadi terpotong karena Katie. Mereka bertiga memang maniak game, dan sering menghabiskan waktu senggang mereka untuk bermain game.
"Hei, itu dia!" seru Luc saat di tengah-tengah percakapan mereka ia melihat target yang hendak mereka buru. Ia adalah seorang pria bertubuh bantet dengan kulit pucat. Di balik gang buntu gelap yang ada di antara dua toko yang sudah tutup, ia tampak sedang membicarakan sesuatu bersama dua pria lainnya.
Philippe yang malam ini bertugas membawa mobil segera melambatkan laju mobilnya dan melihat ke arah yang ditunjuk Luc, "ada dua orang yang bersamanya. Hmm... pas sekali, tiga lawan tiga," ucap Phillipe sambil tersenyum sarkastis. Ia lalu mematikan mobilnya.
"Oke, kalian urus dua orang itu. Aku akan menangkap buruan kita," Luc memberi arahan.
"Hei, disini aku yang paling tua. Jadi yang memerintah seharusnya aku!" protes Philippe.
"Kita tak punya banyak waktu untuk memperdebatkan masalah ini, Philippe. Lebih baik ikuti saja saran Luc," ucap Hugo yang duduk di kursi penumpang sendirian sebelum akhirnya keluar dari mobil Philippe.
Luc menatap Philippe sembari memamerkan senyum kemenangan. Philippe membalasnya dengan muka masam lalu ikut keluar dari mobilnya. Luc pun akhirnya juga ikut keluar.
Tanpa banyak bicara, Hugo, Luc dan Philippe langsung menyerang tiga orang lelaki yang mereka amati tadi. Untungnya disana sepi, jadi tidak akan ada orang yang akan mengganggu operasi mereka. Seperti yang direncanakan Luc tadi, ia bertugas menangani target utamanya, seorang bandar narkoba bernama Jonny Le Boeuf. Musuhnya yang juga seorang bandar narkoba meminta The Reveller untuk menculiknya, karena ia ingin membunuh Jonny dengan tangannya sendiri. Lalu Hugo dan Philippe menyerang dua orang yang dari tadi bersama Jonny.
Dengan menggunakan keahlian bela dirinya yang ia dapat dari Steven, Hugo dengan cepat meluncurkan serangan demi serangan ke arah lawannya. Ia tak mau memberikan kesempatan bagi lawannya untuk membalas. Namun ternyata lawannya tangguh juga. Ia memang tidak memiliki persiapan untuk menghindar dari serangan pertama Hugo karena Hugo menyerangnya secara tiba-tiba, namun di serangan Hugo yang berikutnya ia berhasil menangkis. Pria yang bertubuh lebih besar dari Hugo itu menangkap tangan kanan Hugo dan melempar tubuh Hugo. Untungnya Hugo berhasil menyeimbangkan tubuhnya dan mendarat dengan aman tanpa membuat tubuhnya terbanting. Ia pun kembali berkonsentrasi untuk meluncurkan serangan berikutnya yang mampu melumpuhkan lawannya.
Luc nampaknya tak perlu mengeluarkan tenaga dengan banyak karena Jonny kelihatannya tidak memiliki keahlian untuk berkelahi. Serangan pertamanya saja sudah berhasil membuat Jonny tak berdaya.
"Siapa kau?" tanya Jonny. Wajahnya jadi bertambah pucat karena sangat ketakutan.
"Perantara untuk mempertemukanmu dengan malaikat pencabut nyawamu," jawab Luc sembari meluncurkan serangan terakhirnya.
Diantara mereka semua, nampaknya Philippe yang paling kewalahan menghadapi musuhnya. Lawannya kelihatan lebih hebat darinya, sehingga Philippe dibuat babak belur olehnya. Philippe pun mengeluarkan pisau untuk membantunya mengungguli pertarungan itu, namun lawannya malah mengeluarkan pistol.
"Dia punya senjata!" teriak Philippe. Hugo dan Luc pun menoleh ke arah Philippe dan lawan Philippe.
Hugo bermaksud menolong Philippe, namun pertarungannya dengan lawannya juga belum selesai. Bahkan lawan Hugo juga ikut-ikutan mengeluarkan pistol. Sebelum lawannya berhasil menarik pelatuk pistolnya, Hugo dengan cepat menendang tangan lawannya tersebut sehingga pistol yang ada di genggamannya jatuh. Saat lawannya hendak mengambil kembali pistolnya, Hugo menendang pistol tersebut hingga pistol itu meluncur ke bawah kolong mobil Philippe. Sekarang sulit bagi pria di hadapan Hugo itu untuk mengambil kembali senjatanya. Ia harus kembali melawan Hugo dengan tangan kosong.
"Sialan kau bocah!" Teriak pria itu muak sambil mengarahkan tinjunya ke pipi hugo. Refleks hugo menangkap tangan pria itu lalu memelintirnya ke belakang, sementara kakinya menendang lutut belakang lawannya sehingga pria itu pun jatuh dengan posisi berlutut. Tanpa membuang waktu sedikit pun, hugo mengeluarkan tali yang ada di saku jaketnya dan mengikat tubuh lawannya dengan sangat kuat. Ia lalu meninggalkan lawannya yang berusaha melepaskan diri dari ikatan tali yang melilit tubuhnya sambil mengumpat-umpati Hugo dan bergegas berlari ke arah Philippe untuk membantunya. Disana juga sudah ada Luc yang dari tadi berusaha membantu Philippe, namun ia bersama Philippe masih belum bisa memenangi pertandingan itu karena lawan mereka terus memberondong mereka dengan tembakan-tembakan mematikan. Mereka pun dari tadi hanya bisa berlindung di balik apa saja yang bisa melindungi tubuh mereka dari timah panah tersebut tanpa bisa mendekat ke arah lawan mereka, karena mereka tidak membawa senjata selain pisau.
Hugo berhenti berlari lalu menjauh dan mulai berpikir. Jika ia bergabung bersama Philippe dan Luc nampaknya ia tak akan mengubah apa pun. Ia mungkin akan ikut-ikutan mencari tempat untuk melindungi diri. Ia pun akhirnya memutuskan untuk mengambil pistol lawannya yang terperangkap di bawah mobil Philippe sebelum pria yang berdiri tak terlalu jauh darinya itu menyadari Hugo telah berhasil melumpuhkan temannya dan ikut menjadikan Hugo sasaran tembakannya. Sesaat Hugo memperhatikan pistol itu, berpikir apakah seharusnya ia menembakkan pistol itu kepada lawan Philippe atau tidak. Tapi hal itu tentu bisa membuat pria itu mati. Dan kalau tembakannya tidak tepat sasaran, pria itu pasti akan balik menembak Hugo. Setelah berpikir cepat, ia meletakkan pistol itu di atas mobil Philippe lalu meraba-raba saku jaketnya dan menemukan karet. Lalu ia melihat sekeliling dan menemukan sebuah batu. Dengan dua benda itu, ia mulai menciptakan ketapel sederhana lalu membidik tangan pria yang masih sibuk menembak secara membabi buta. Dan beruntung, bidikannya mengenai sasaran. Hal itu membuat pria yang memakai topi kupluk rajut tersebut tanpa sengaja melepaskan pistolnya ke tanah karena tangannya kesakitan. Hugo pun menggunakan kesempatan itu untuk mengambil pistol yang tadi diletakkannya di atas mobil Philippe dan dengan segera ia mengarahkan pistol itu ke arah pria itu sebelum pria itu mengambil kembali pistolnya.
"Angkat tangan mu! Kalau kau mengambil pistolmu, aku akan menembakmu!" gertak Hugo.
Dengan tampang kesal, pria itu terpaksa mengikuti perintah Hugo. Hugo mengisyaratkan Luc untuk segera mengambil pistol milik pria itu. Luc pun menyanggupi perintah Hugo. Kini Luc ikut - ikutan mengarahkan moncong pistol ke arah pria yang masih mengangkat tangannya itu.
"Brengsek! Mau apa kalian?!" Tanya pria itu penuh emosi.
"Membawa Jonny Le Boeuf," jawab Luc.
"Aku tidak ada hubungannya dengan dia, idiot! Aku hanya mau membeli heroin dari Jonny."
"Dia juga?" Tanya Hugo sambil menunjuk pria yang tadi di ikatnya.
"Iya, dia temanku."
"Baik lah. Luc, sepertinya kita harus melepaskan mereka," ucap Hugo kepada Luc.
"Melepaskannya? Aku baru saja mau meminjam pistol itu," kata Philippe yang baru keluar dari tempat berlindungnya. Ia ingin balas dendam karena sudah dibuat kesusahan dengan acara tembakan-tembakan tadi.
"Lupakan hal itu Philippe, mereka bukan target kita. Lebih baik kau berikan mereka hadiah karena sudah menghbibur kita," kata Luc sambil tersenyum licik.
"Hadiah apa?" Tanya Philippe tak mengerti.
Luc tidak menjawab pertanyaan Philippe. Ia bergegas menuju mobil Philippe lalu mengambil tas milik Jonny. Ia melemparkan tas itu keluar seraya berkata:
"Aku yakin benda-benda yang ada di dalam tas ini bisa membuat kalian membeli pistol baru," ucapnya sambil tersenyum mengejek. Lalu ia memberi isyarat kepada Philippe dan Hugo untuk segera masuk ke dalam mobil dan meninggalkan dua pria yang baru saja mereka curi pistolnya itu. Mereka tak memperdulikan cacian bertubi-tubi yang keluar dari mulut dua orang itu.
"Siapa sih orang yang meminta kita menangkap Jonny? Kenapa ia tak langsung datang kepada Jonny dan membunuhnya?" Tanya Luc jengkel. Ia menatap sekilas ke arah Jonny yang terkapar pingsan di bangku penumpang di samping Hugo.
"Mungkin ia tak tahu kalau Jonny tak bisa apa-apa," komentar Hugo yang kini sibuk mengikat tangan dan kaki Jonny Le Boeuf, hanya untuk berjaga-jaga apabila bandar narkoba itu tiba-tiba siuman. Ia menimbang-nimbang apakah ia perlu menutup mulut Jonny dengan lakban hitam yang tergeletak di kolong kursi mobil Philippe, dan akhirnya mengurungkan niatnya itu karena malas melakukannya.
"Hmm... Kau benar juga."
"Ngomong-ngomong, kau keren sekali tadi Hugo," kata Philippe bersemangat dari balik kemudi. Ia mengacungkan jempolnya tinggi-tinggi agar Hugo bisa melihat wujud apresiasinya.
"Ya, kami berhutang nyawa, bung!" tambah Luc.
"Hahaha... Tidak masalah!" kata Hugo.
"Aku kira kita butuh pistol ini, untuk menggertak lawan seperti yang kau lakukan tadi," kata Luc kepada Hugo sambil meneliti pistol yang ada di tangannya, "yang itu kau simpan saja," lanjutnya sambil menunjuk pistol yang Hugo letakkan di samping pahanya.
"Lalu aku bagaimana?" protes Philippe yang tak kebagian pistol.
"Kau tak mengerti cara menggunakannya. Jadi kau tak butuh pistol," ucap Luc.
"Enak saja! Hei, aku ini senior mu, jadi sopan sedikit kalau bicara padaku. Dan itu adalah pistol dari lawanku, jadi harusnya itu jadi milikku," kata Philippe sembari merebut pistol yang ada di tangan Luc.
"Kembalikan!" rengek Luc.
"Kau yakin?" ucap Philippe sambil mengarahkan moncong pistolnya ke arah Luc. Lalu ia tertawa bersama Hugo.
"Huh, baik lah! Aku akan membelinya sendiri!" kata Luc akhirnya dengan berat hati.
"Anak baik..." kata Philippe sambil tersenyum penuh kemenangan. Ia lalu menyimpan pistol itu di kabin mobilnya.
Di tengah perjalan mereka untuk mengantarkan target kepada pelanggan, Hugo sempat bertanya tentang hal yang tadi dibicarakan para anggota The Reveller di belakangnya dan Katie. Ia masih penasaran. Namun Philippe dan Luc malah tertawa terpingkal-pingkal mendengar pertanyaan Hugo itu, seolah mendengar seorang bocah bertanya tentang hal umum yang seharusnya diketahui semua orang.
"Serius nih, kau jangan pura-pura polos!" kata Luc yang masih terbahak.
"Kau bilang Steven sudah menjawab pertanyaanmu kan? Jadi ya memang itu lah yang kami bicarakan," tambah Philippe.
Hugo geleng-geleng kepala atas jawaban dua pria yang duduk di depannya itu. "Aku harap kalian tidak berpikir yang macam-macam tentang aku dan Katie," pintanya.
"Sayangnya kami tidak bisa," kata Luc sambil memamerkan senyum jahilnya.
Hugo hanya bisa menghelas napas menghadapi sikap teman-temannya itu. Ia pun memutuskan mengeluarkan I-phone nya untuk mendengarkan musik demi menghindari perkataan-perkataan yang lebih ngelantur keluar dari mulut Philippe dan Luc. Namun belum sempat ia memakai hands free-nya, sebuah pesan masuk ke dalam inbox I-phone nya. Pesan itu dari Katie.
"Turunkan aku di depan toko itu, Philippe," pinta Hugo setelah membaca pesan dari Katie tersebut.
"Kenapa?" Tanya Philippe sembari memperlambat laju mobilnya. Ia menoleh ke belakang sekilas karena ingin tahu.
"Katie memintaku membantunya. Joseph tiba-tiba mendapat tugas di rumah sakit, jadi ia terpaksa meninggalkan Katie," jelas Hugo.
"Oh, benarkah?" tanya Luc dengan sangat tak percaya.
"Tentu saja. Baik lah, aku turun. Aku buru-buru," ucap Hugo sambil bergegas keluar dari mobil Philippe setelah Philippe menepikan mobilnya di depan sebuah toko mainan. Ia segera menyetop taxi untuk pergi ke tempat Katie berada sekarang.
"Aku pikir mereka akan melakukannya malam ini," komentar Philippe.
"Aku juga berpikir begitu," kata Luc. Lalu mereka berdua pun tertawa sekeras-kerasnya sambil terus melanjutkan perjalanan mereka.

Hugo and The RevellerWhere stories live. Discover now