The Best Day

318 36 8
                                    

Aku berdecak kesal sambil berkacak pinggang menghadapi kegelapan yang menjenuhkan kepalaku sedari tadi. Sebenarnya apa yang sedang di lakukan Theo, kenapa harus memintaku menutup mata segala.

"Theoo...Udah belum?" Tanyaku untuk kesekian kalinya masih dengan mata tertutup.

Dia tidak sedang mecoba melamarku, kan? Seperti yang di novel-novel itu, adegan lamaran yang romantis? Tanpa sadar aku tertawa pada imajinasi konyolku itu. Mana mungkin, lagi pula kami masih SMA. Theo juga tidak mungkin menyukaiku, kan?

"Theo, jawab dong. Kamu lagi ngapain sih? Udah boleh dibuka belum nih?" Tanyaku lagi saat tak mendapati jawaban dari Theo.

"Belum..." Teriak Theo dari belakang, suaranya terdengar agak jauh dariku. "Tahan dulu kenapa, gak sabaran banget sih.." Gerutunya kesal.

Aku menghela nafas, "Bukannya gak sabaran yo, tapi kenapa mesti tutup mata sih?"

"Kan biar surprise ness.."

Keningku berkerut, "Surprise apaan? Kamu gak lagi ngerancang hal yang aneh-anehkan?" Maksudku, yang seperti di novel-novel itu. Adegan lamaran misalnya? Entah kenapa memikirkan lamaran selalu membuatku senyam-senyum sendiri. Berhentilah berkhayal Vanessa!

Theo tertawa. "Aneh-aneh apa? Pikiran kamu itu yang jangan-jangan aneh." Aku yakin Theo pasti sedang menggeleng-gelengkan kepalanya dengan senyum favoritku sekarang, senyum simpul Theo.

"Aaaa, penasaran tahu. Buka yaa?" Tanyaku lebih seperti pernyataan, bukan permintaan.

"Tahaaaaan..." Perintah Theo cepat "Bentar lagi kok.."

Aku mendesah frustasi. "Awas lama!"

Aku penasaran, memangnya apa sih yang bisa di lakukan Theo di tengah taman seperti ini? Kami kan cuma mau berkemah, kenapa harus pakai acara tutup mata segala, bukannya lebih baik kami mulai membangun tenda ketimbang buang-buang waktu seperti ini.

Iya, kami sedang di taman belakang villa milik keluarga Theo sekarang. Aku dan Theo membatalkan niat kami untuk nonton siang tadi, dan lebih memilih setuju pada ide Theo untuk berkemah malam ini. Lagi pula besok kan hari minggu, jadi tidak ada salahnya kan menginap di luar.

Ini bukan pertama kalinya aku dan Theo berkemah seperti hari ini, kami sudah sering melakukan ini di saat liburan atau saat kami sama-sama merasa bosan dengan drama keluarga yang tidak ada habisnya. Biasanya, Rubeey-adik Theo juga ikut serta, tapi berhubung dia sedang menginap di rumah temannya, tinggalah aku berdua dengan Theo.

"Udah boleh buka belum nih?" Tanyaku lagi saat mendengar langkah kaki Theo mendekat.

"Bentar..."

Aku berdecak kesal dengan kaki yang sengaja kuhentak-hentakan ke tanah, "Lama banget sih! Pegel nih mata."

"Nutup mata aja pegel, gimana kalau disuruh yang lain." Keluh Theo yang aku yakin dia sudah benar-benar ada di hadapanku sekarang.

"Bodo ah, aku buka nih." Kesal juga lama-lama seperti ini. Aku membuka mataku tanpa memperdulikan larangan Theo lagi. Memangnya dia kira enak tutup mata lama-lama begini.

Mataku membulat detik itu juga saat berhasil terbuka. Jatungku mendadak berdetak tak karuan, sementara tenggorokanku tercekat. Aku bahkan harus memperingatkan diri sendiri untuk bernafas. Theo sedang menatapku dengan senyum sempurnanya tepat di hadapanku saat ini.

Aku mendesah lemah dalam hati, beginilah nasibku jika punya sahabat keturunan rupa malaikat. Kapan saja bisa membuatku serangan jantung.

"Siapa yang suruh buka matanya?" Tanya Theo pura-pura marah dengan mulut yang sengaja di kerucutkan sambil menyipit-nyipitkan matanya. Aku terkekeh dalam hati melihatnya seperti itu, senang sekali dia melucu.

You Belong With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang