01

1.2K 162 16
                                    

Bagi Taehyung Alviano, kehidupan masa SMA itu harus dihabisi dengan memori indah setara kebengalan. Tapi tenang, dia bukan anak nakal khas bajingan tak beradap; hanya sekadar mencari hiburan disaat bosan menghadap.

Pada waktu senin pagi seusai upacara bendera, ada satu adik kelas lucu yang tidak sengaja dia jumpa. Punya rambut hitam mangkok sedikit klimis plus sepasang mata bulat obsidan teramat manis. Ey, Taehyung sungguh bukan golongan kaum pelangi. Salahkan saja si dedek gemes sebab telah buat Taehyung berdiri.

Bukan dalam konotasi buruk melainkan berdiri sumringah, didorong oleh motivasi agar jadikan entitas tersebut berubah.

Jimin menggeplak kepala Taehyung sadis, jelas menolak ide lancang perihal menyeret si kelinci manis menjadi bengis. Bisa gawat kalau anak orang malah tersungkur oleh jurang tak berukur.

“Jangan, bego. Lo gak nyadar tuh bocah dari kelas IPA?!”

“Terus?” sahut Taehyung santai dan berjalan mendekati target sasaran.

Jimin mendengus, menyibak poni depan sambil ikuti langkah kaki sohib sehidup namun tak semati ogah-ogahan. “Dia murid kesayangan semua guru, lo lupa waktu bu Jubed nyeritain siswa penurut dari kelas IPA?”

Menyeringai tipis, Taehyung benarkan kerah kemeja agar terlihat lebih necis. Masa bodo-lah mau anak kesayangan atau murid kecintaan. Toh, Taehyung cuma mau menambah teman baru, bukan sesatkan dedek gemes seolah-olah akan mengurbankan demi kesenangan terpadu.

‘Anjir, muka imut tapi badan udah kayak binaragawan.’ Pikir Taehyung dalam hati cepat-cepat.

Jungkook tengah asik duduk melingkar ditemani sekumpulan gadis tenar. Mata hitam obsidan dia berpendar meski setetes keringat kecil mengalir; membasahi pelipis. Gugup karena jarang berdekatan bersama lawan jenis.

“Kiw, adek.” Taehyung bersiul jenaka, ikut bergabung tanpa rasa malu plus tawa menggoda. Sukses selipkan nuansa merah muda bercampur suka.

Mengingat Tehyung Alviano terkenal sangat tampan seantero SMA.

Jungkook sontak menoleh seketika, bingung siapa yang baru saja Taehyung panggil. Yerim Seari atau senang disebut Yeri ikut mendongak sambil bergeser menjaga jarak. Pun begitu juga dengan beberapa murid perempuan lain meskipun pipi ranum mereka telah memerah menahan gerah.

“Siapa?” Satu pertanyaan bernada ringan terlintas melewati belah bibir berhiaskan tahi lalat menawan.

Taehyung pandangi Jungkook dalam-dalam, hela nafas dibarengi cengiran berbentuk hati kelewat khas. “Mau kenalan gak, dek?”

“... Ha?” sahutnya bingung.

Jimin tutupi muka canggung, sungguh kehabisan kata-kata perihal kegigihan Taehyung yang kian menggunung. Aduh, mana ada gebetan cantik pula. Mau ditaruh dimana harga diri Jimin kalau sudah begini?

Seulgi mendesah pasrah, cubit pinggang Jimin jengah sambil menunjuk keberadaan Taehyung guna menyergah. “Si curut ngapain ngajak Jungkook temenan?”

“Gak tahu, by. Udah aku sleding otaknya tadi tapi tetep kekeh mau deketin degem kamu.”

“Lucu deh, kamu dek. Tahu nama kakak gak?” Dia semakin kegirangan saat Jungkook mengangguk kemudian.

“Nama gue Taehyung, kalau adek siapa?”

Tunjuk nametag yang terpasang diatas saku kemeja, Jungkook tersipu tanpa niat menipu. Bulu mata panjang bergetar samar, lihat uluran kelima jemari lentik si kakak selagi mengedip terlampau gugup.

Cantik.

Jari tangan Taehyung Alviano tampak terawat menghilangkan sejumput cacat.

“Jungkook Bagaskara? Nama lo bagus, ya. Btw, kita tukeran nomor, yuk.”





🐰 ᰔᩚ 🐯



Ketika bel istirahat berbunyi, Taehyung Alviano bergegas penuh semangat mengunjungi lokasi adik kelas. Siapa lagi kalau bukan Jungkook si kelinci manis? Ya, walaupun harus Taehyung akui baik dalam konteks kekuatan pun bentuk badan Jungkook Bagaskara terlalu kontras memberi kesan menyeramkan.

“Jaehyun udah nunggu sama si Yuta di atap, bego!”

“Ck, kapan-kapan lah. Gue mau nyusul degem dulu.”

Jimin putar mata tanda malas. “Lo serius mau nyesatin Jungkook biar jadi anak bengal?”

Gerakan jari telunjuk kearah kanan dan kiri seakan menampik, Taehyung gelengkan kepala begitu apik. Secercah sinar matahari terbentang mengiringi iris cokelat terang. Penampilan rapi kini telah sirna mengundang lilitan melintang sehelai dasi.

“Gue gak sejahat itu, Jim. Tenang, lagian Jungkook terlalu polos buat gue nodai.”

Halah, alasan.

“Terserah lo aja, semoga gak nyesel nanti.”

Jimin melengos sinis, abaikan entitas Taehyung sebelum nyengir meninggal ruangan kelas. Si adek gemas tertangkap tengah meringkuk duduk sambil menyuapi potongan telur dadar dari sekotak wadah berwarna udik.

Anak mama, pasti.

“Assalamu'alaikum.”

Seluruh atensi kelas total berputar menyerupai kilatan petir. Seulgi menepuk dahi gundah, sedangkan Yeri tarik kemeja Jungkook gelisah. Takut jika teman sebangku justru berakhir murtad dari sifat naif bahkan lugu.

“Jungkook, kamu gak boleh deket-deket sama dedemit itu.”

Dedemit?

Jungkook angkat sebelah alis heran, beri senyuman riang lantas persilahkan Taehyung datang. “Kak Taehyung ngapain kesini?”

“Mau ketemu sama lo, dong dek. Wah, enak nih. Boleh minta dikit gak?”

“Boleh, tapi sendoknya cuma ada satu.” kata Jungkook memberitahu.

Ia gelengkan kepala bermaksud setuju, biar saja meskipun harus bergabung liur diantara sesama pemuda. “Gapapa deh, lumayan biar tambah makyus.”

Telinga Jungkook sontak memanas, bingung akan konotasi dari sebaris kalimat Taehyung barusan. Yeri tentu kelimpungan ingin mencegat tapi ada daya saat Taehyung benar-benar menggigit sambil menjilat permukaan sendok teramat cekat.

Uh, najis.

Alis Seulgi berkerut sedikit. “Jorok banget, kasian si Jungkook kalau ketularan virus mutan dari lo.”

“Apa sih, sipit. Terserah gue lah mau kayak gimana.”

“SIAPA YANG LO SEBUT SIPIT, HA?!”

Wes, malah eksistensi sadis dek Woozi yang menyahuti. Taehyung gulingkan lidah sampai timbul decak basah.

“Dih, ge-er lo. Gak punya temen, ya?”

Marah dong murid lelaki bernama Woozi tersebut. Dia palingkan wajah dengan gaya sombong, nyaris melempar sandal andaikata tidak menciut; menerima sorot peringatan dari sepasang netra yang berombak tenang.

“Kak Taehyung jangan galak-galak, nanti cepet tua loh.”

Luluh lantak kejengkelan si begundal Alviano. Dia lebarkan senyum mempesona, tahan gatal supaya tidak cubit pipi putih Jungkook sampai memerah cerah.

“Gak kok, dek.”

“Jijik.” bisik Yeri lirih.

Taehyung sontak mendelik sebal tapi abaikan karena dengus halus dari mulut Jungkook terdengar.

“Dek, besok mau makan diatap bareng gue gak? Biar nanti dikenalin sama kakak kelas yang lain. Gue jamin lo bakalan bertransformasi jadi lelaki sejati.”

Roman Picisan | KV ✓Where stories live. Discover now