Duapuluhenam

4.1K 374 10
                                    

Hari ini Jaemin pulang dari rumah sakit, keadaannya sudah membaik hanya saja tangannya masih sedikit kebas akibat infus.

"Mau pulang kemana ?" Ini adalah satu pertanyaan yang membuat Haechan bingung sedari tadi.

Ingin sekali pulang ke mansionnya, tapi dimansion itu terlalu banyak luka. Memang ada rasa rindu ingin melihat kamarnya dan kamar anaknya dulu tapi jika diingat itu semua menyakitkan.

Jaemin tahu raut wajah Haechan sudah tidak seceria tadi. Jaemin mencoba mengerti apa yang sedang dialami Haechan. Kegelisahan dan ketidaknyamanan pertanyaan itu jelas terlihat.

"Ke apartemen aja mau ?" Ucap Jaemin yang kini menggenggam tangan s
Istrinya.

"Ke mansion aja" itu keputusan final dari Haechan dia harus memberanikan dirinya melawan sakitnya.

Tapi tidak dengan Jaemin. Ini terlalu berisko untuk keadaan hati istrinya. Dia tidak mau melihat Haechan bersedih. Memang itu istana mereka tapi banyak cacatnya. Tidak ada kenangan yang bisa diingat. Apalagi semasa Haechan hamil.

Hanya luka saja yang Jaemin berikan. Jaemin harus paham cacatnya dimana. Dan dia harus berani membangun kembali istananya. Yang disemogakan akan benar dan sempurna tidak cacat.

Ada raut ragu saat Haechan akan menjawab, "kenapa ke apartemen ? Kan ada mansion".

Jaemin memegang pundak istrinya, satu tangannya memegang pipi dan mengelusnya dengan ibu jari.

"Istana kita memang masih berdiri tapi dia sudah cacat. Ada kenangan dan ada kesedihan tapi banyak sedihnya. Iya saya tahu disana ada kenangan kamu bersama adek tapi gak bersama saya".

Haechan menatap lekat lelakinya. Ada rasa lega saat Jaemin paham tidak nyamannya dia jika harus kembali ke mansion mereka.

"Barang adek udah dipindahin ke apartemen satu ruangan khusus untuk barang adek, jadi kamu bisa nikmatin rindu kamu sama adek disana".

Jaemin memeluk Haechan. Mengusapnya dengan lembut membisikan kata tenang. Jaemin paham jika butuh waktu untuk menyakinkan segalanya. Apalagi jika berhubungan dengan rumah tangganya.

Ingatkan Jaemin bahwa kini yang sedang berusaha untuk memperbaiki ada Jaemin. "Iya mau" jawaban lirih dari Haechan.

"Yaudah yuk" kini tangan mereka saling bertaut. Berjalan bersama menelusuri lorong rumah sakit. Tidak ada yang mau berharap untuk kembali ke rumah sakit.

Jarak mansion dan apartemen yang baru memang cukup jauh tapi masih tetep berada ditengah pusat kota. Dengan pemandangan yang sangat indah. Dapat melihat hiruk pikuknya kota itu dengan segudang kesibukan.

"Selamat datang diistana sayang".

Haechan tersenyum dan melihat sekeliling apartemen yang sangat luas. Haechan tidak tahu atau mungkin lupa jika satu gedung ini atau lingkungan ini adalah milik Pradiga. Jadi jangan heran jika semuanya mewah.

Apartemen yang sudah terlihat nyaman. Dan semoga akan selalu nyaman yang hanya akan diisi gelak tawa kebahagiaan satu keluarga kecil. Jangan ada kesedihan lagi atau cacat lagi. Inilah rapal doa Jaemin yang kini sedang menatap semestanya berada didepannya.

Memeluk Haechan dari belakang yang sedang dibalkon menikmati semilir angir. "Kamu tahu, saya sangat bersyukur bisa seperti ini sekarang, semua badai sudah dilewati"..

Haechan mengelus lengan Jaemin. Ada satu perasaan yang Haechan rasakan. Ketakutan jika Jaemin suatu saat akan mengulang kembali kejadian ini. Atau mungkin dengan kejadian yang lain dan baru.

Satu hembusan nafas yang berat terdengar di telinga Jaemin. "Saya berjanji tidak akan membawa badai kerumah ini tolong percaya saya kali ini".

Ucapan Jaemin rasanya sulit sekali dipercaya tapi entah datang dari mana Haechan mau tidak mau percaya. Jika tidak rumah tangganya akan kembali cacat.

Semesta (NAHYUCK)Where stories live. Discover now