Goodbye Memory Ke-13!

Beginne am Anfang
                                        

"Helloooooow! Assalamualaikum Bapak Aldo, Ibu Elma." Maura segera menengahi sebelum perdebatan ini berujung dengan terbaliknya meja dan melayangnya gelas-gelas. "Mau pada minum apa? Capek kan abis macet-macetan?"

"Gak haus!" jawab Aldo ketus.

Elma cuma melirik sinis lalu tersenyum pada Maura. "Sorry, ya, Ra, kayaknya kita cuma jadi biang rusuh doang deh tiap ke kafe lo. Heran gue juga kenapa dia jadi bawel banget."

Maura terkekeh sambil geleng-geleng kepala. "Padahal dulu lo yang paling bawel, ya."

"Emang dulu gue bawel, Ra? Masa?"

Maura langsung salah tingkah, takut salah bicara. "Eh, enggak, sih. Gimana, ya."

"Emang lo bawel dulu! Paling berisik satu sekolah!" sahut Aldo masih belum selesai kesalnya.

"Eh! Daripada lo, paling tengil satu sekolah. Ganteng enggak, pinter enggak, tajir enggak, tapi gayanya belaguuuuu banget, nempel mulu sama si Dewa, ish! Numpang tenar."

Kelepasan, Elma tak sadar telah menyebutkan nama terlarang di depan Maura. Dengan wajah tak enak, Elma pun memutar perlahan kepalanya ke arah Maura untuk meminta maaf. Tetapi, raut wajah Maura justru tak sedingin perkiraannya.

Maura malah tersenyum seolah nama itu tak berarti apa-apa baginya. "Tapi tetep ya, kalian berantemnya gak berubah-berubah."

"Gatau, gue juga heran kenapa mau sama dia."

Aldo mulai bersuara lagi. "Lah, udah lima tahun pacaran baru bingungnya sekarang. Dulu ke mana aja, Neng? Lupa siapa yang nangis-nangis pas gue lamar di bioskop? Lupa siapa yang ngebet banget pengin besok nikah pake adat sunda? "

"Iiihhhh!! Aku belom kasih tau ke Maura!" bisik Elma sambil mencubit pinggang Aldo.

"Aw, aw, apaan yang belom dikasih tau?" Aldo meringis kesakitan.

"KALIAN MAU NIKAH???!!"

Aldo langsung tahu jawabannya. Dia kembali menatap Elma yang sedang kebingungan menjelaskan pada Maura.

"Kamu belom cerita? Parah. Kan udah sebulan yang lalu."

"Iiihhhh..." Elma mencubit Aldo lagi. Memberi kode supaya Aldo diam terlebih dahulu. Setelah Aldo diam, Elma kembali menatap Maura dengan sorot maaf. "Ra, gini, bukannya gue gak mau cerita. Cuma gue gak enak aja sama lo."

"Lho, kenapa gak enak?"

"Gak tau, tiba-tiba aja gue ngerasa gak fair mengumumkan kebahagiaan di tengah-tengah kesedihan lo."

Maura langsung tersenyum dan memegang tangan Elma, dia paham apa yang dimaksud Elma.

"Emang gue masih keliatan kayak orang sedih, Ma?" tanya Maura. "Udah lebih dari lima tahun berlalu, dan gue baik-baik aja, kan?"

"Tapi di mata gue lo masih keliatan belom bisa move on."

"Karna gue masih sendiri?"

Elma gelagapan. "Y-ya itu mungkin salah satunya."

"Indikator seseorang bisa move on kan bukan dengan punya pacar baru, Ma. Lo bisa liat sekarang, gue selalu bahagia dan bisa mencapai semua keinginan gue. Itu udah cukup menggambarkan ke-move on-an gue, kan?"

"Y-ya tapi emang lo gak mau punya hubungan sama oranglain lagi, Ra? Kan ada Nando tuh misalnya."

"Nando itu sahabat gue, Ma."

"Ya dulu Dewa kan juga sahabat lo."

Maura menatap ke arah lain. "Tapi dia beda."

"Berarti lo masih sayang sama Dewa, kan?"

Belum sempat Maura menjawab, ponselnya sudah berdering di atas meja. Seolah menjadi penolong atas pertanyaan yang tak ingin Maura jawab itu.

Tiga pasang mata itu pun langsung tertuju pada benda yang bergetar dan menyala di atas meja.

"Orang rumah, Ra?"

Maura mengangguk dari pertanyaan Elma. Tak ingin berlama-lama, Maura pun mengambil ponselnya dan menempelkan ke telinga.

"Halo," sapanya pertama kali.

Di depannya, Elma dan Aldo menunggu penasaran, sebab tak lama kemudian mimik wajah Maura langsung berubah menjadi kaget.

"Yaudah, Bi, saya pulang sekarang," kata Maura lalu menutup sambungan telepon.

Elma pun langsung menyerobot. "Kenapa, Ra?"

Maura bergegas berdiri seperti orang kebingungan. "Gue balik duluan, ya."

"Kenapa?? Ada apaan?" Elma jadi panik.

"Dewa ada di rumah gue."

"HAH?!"

Bukan cuma Maura, sekarang giliran Elma dan Aldo jadi ikutan berdiri kaget.

"Dewa?" Aldo menampakkan wajah gembira mendengar kabar sahabat sekolahnya. "Dewa udah balik dari Jerman?!"

"U-udah, ya, g-gue balik duluan," ujar Maura langsung berlari ke pintu menuju ke ruangan di dalam kafe untuk mengambil tas. Tanpa menoleh lagi ke tempat Elma dan Aldo masih berdiri, Maura langsung mendorong pintu kafe dan berlari keluar mencari ojek.

Dari tempatnya, Elma masih memperhatikan sampai Maura pergi dengan helm di kepalanya.

"Liat, kan, itu tandanya lo belom bisa move on, Ra," gumam Elma sambil tersenyum.

***

Goodbye, Memory! [SEKUEL HELLO, MEMORY!]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt