tiga ; bertengkar

Mulai dari awal
                                    

"Suaminya lah, masa iya gebetannya!" serobot Gita tidak bersahabat membuat Hardan menebah dada melihat kelakuan sahabat satu itu.

"Iya, aku lagi nungguin mas Jivan. Mas Hardan ketemu dia nggak?"

"Aku belum masuk kelas daritadi. Ini baru mau ma-"

"Hardan!!"

Seorang wanita jakung berjalan dengan napas naik turun menghampiri Hardan yang dengan sengaja meninggalkan dirinya tadi. Sedangkan yang dipanggil sibuk menghindar dengan hendak melarikan diri, namun tas punggungnya berhasil ditarik kuat dari arah belakang. Tubuhnya sedikit terhuyung, tetapi tidak sampai membuatnya jatuh.

"Astaga, nggak usah narik baju aku juga Aya!"

"Ya kamu sih pakai kabur segala!"

Perdebatan kedua manusia berbeda jenis kelamin tersebut berhenti ketika Kalyana menoleh dan mendapati dua orang wanita tengah memperhatikannya dengan Hardan sejak tadi. Ia tersenyum untuk menyapa salah satunya-yang memang ia kenal dengan baik sejak bangku sekolah dulu.

"Lho mbak Kalya disini juga?" tanya Widia.

Memang perawakan fisik dari seorang Kalyana Zanitha tidak pernah berubah sedikitpun. Wanita itu kini memiliki aura dewasa yang positif. Membuat Widia terkagum-kagum sendiri saat bertemu dengannya.

"Iya nih, eh kamu juga tumben disini?" tanya Kalya.

"Lagi nungguin mas Jivan. Soalnya aku anter dia ke kampus tadi pagi,"

"Oh Jivan! Tadi waktu jalan kesini aku sempet liat dia di lapangan depan. Tadi mau nyamperin, tapi keburu Hardan lari duluan. Jadinya aku nggak nyamperin dia,"

"Lapangan depan?" Widia dengan sigap membereskan semua barangnya dan melenggang pergi darisana.

"Jivan lagi apa di lapangan?" tanya Hardan penasaran.

"Nggak tau, tapi tadi sama cewe-"

"Waduh!"

Hardan kembali berjalan menyusul Widia yang lebih dulu pergi ke lapangan. Di belakangnya ada Kalyana dan paling belakang ada Gita. Mereka bertiga menghampiri Widia yang sedang berdiri di pinggir lapangan dengan pandangan menatap lurus ke arah seorang lelaki. Dia tidak sendirian melainkan tengah duduk bersama seorang gadis bersurai panjang warna hitam legam, entah siapa. Widia tidak mengenal dengan baik siapa gerangan sosok gadis yang tengah berduaan dengan suaminya.

"Ish ditungguin daritadi, nggak taunya lagi mojok berdua sama cewek!" gerutu Widia yang didengar jelas oleh yang lainnya.

"Eits~ mau kemana kamu?" tanya Gita. sembari menahan bahu kiri Widia. Wanita mungil itu otomatis menghentikan langkahnya secara paksa.

"Mau nyamperin mas Jivan," jawab Widia dengan suara setengah bergeta dan kedua manik matanya sudah berkaca-kaca.

"Wid, sabar dulu. Jangan kebawa emosi ya? Kamu boleh kesana, tapi jangan teriak-teriak oke? Mau aku temenin?" Gita berujar lembut berusaha meluruhkan emosi yang tengah mengepul dalam benak Widia.

Belum sempat mereka menghampiri Jivan, laki-laki itu telah lebih dulu menyadari kehadiran sang istri dan ketiga temannya yang lain. Seketika diletakkannya pulpen dan kertas yang ia pegang sebelum berlarian kecil meninggalkan gadis yang bersamanya kemudian menghampiri Widia dan Gita-yang berdiri paling dekat dengan lapangan.

"Widia?" panggilnya seraya mengatur napasnya yang naik turun.

Tangan Jivan terulur untuk meraih telapak tangan sang istri, "Kamu-"

"Jangan sentuh!"

Jivan tersentak mendengar Widia meneriakinya. Ia mundur beberapa langkah dan membiarkan Widia membuat jarak dengan dirinya. Istrinya itu berbalik dan menghampiri Hardan lalu tanpa berpikir panjang memeluk lelaki itu dan menumpahkan tangisnya disana.

RUMORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang