i wasn't with them [part 1]

Start from the beginning
                                        

"Emang apa ya Kak?"

Apa jangan-jangan ejekkan Luvia yang selalu menganggap bahwa aku naskir Kak Felix sudah terdengar sampai ke telinganya? Membayangkannya saja aku langsung cemas sendiri.

"Jadi gini, aku mau tanya, kamu— ada hubungan spesial sama Ace?"

Faktanya, pertanyaan menyangkut Kak Ace itu mampu membuat pikiranku menjadi ribuan kali lebih kacau ketimbang hanya membayangkan Kak Felix mendengar ejekkan Luvia terhadapku.

"Enggak Kak, cuma temen biasa aja," jawabku cepat, berharap supaya kegelisahan yang tertahan ini bisa disembunyikan dibaliknya.

Dan ia tampak percaya, "Ohh. Kalau kenal Ace beneran dari ospek fakultas aja?"

"Iya, Kak Ace kakak pembimbing kelas saya, di kelas C."

"Berarti sebelum ospek belum kenal dia? Atau misal kamu udah tau dia dari suatu komunitas atau tempat lain gitu?" Kak Felix terus menekankan pertanyaan yang sama, membuatku sangat penasaran dengan alasan dibaliknya.

"Baru kenal waktu ospek kok. Emang kenapa Kak?"

"Oalah gitu ya. Gakpapa sih, tanya aja."

Aneh. Tidak ada orang yang berbasa-basi menggunakan pertanyaan-pertanyaan spesifik seperti itu.

"Tapi kamu tau Red Line?"

Dan ia mulai menanyakan suatu tempat dimana ia pernah mengajak Kak Ace untuk datang ke sana.

"Tau, tapi aku taunya dari—"

Namun ia langsung memotong ucapanku.

"Kamu sering kumpul bareng mereka?"

Mereka? Siapa?

Aku buru-buru menggeleng, "Saya cuma tau Red Line nama bar. Tapi lokasinya saya gak tau. Itu aja saya dikasih tau sama Kak Ace."

Ia tampak terkejut, "Ace cerita ke kamu? Tentang Red Line? Kayak gimana?"

"Uhm, sebenarnya gak secara terus terang gitu sih. Tapi sepenangkapan saya, dulu Kak Ace sering ke sana karena salah pergaulan. Karena sadar kalau salah akhirnya Kak Ace melepas diri dari pertemanan lamanya."

Kak Felix seolah tidak puas dengan jawabanku, "Dia gak bilang pas dulu di Red Line dia ngapain aja?"

Lagi-lagi aku menggeleng, "Enggak sih Kak. T-Tapi karena itu bar, mungkin— minum-minum?"

Lelaki itu sempat terdiam beberapa saat, seolah berpikir keras, sebelum pada akhirnya ia mengangguk-angguk pelan, "Oke deh, kalau gitu makasih infonya ya Keira." Gelagatnya ancang-ancang hendak pergi, "Tolong jangan kasih tau Ace kalau aku tanya-tanya ke kamu."

"Sorry Kak, tapi, emang ada apa ya?" Pertanyaanku lantas membuat langkahnya terhenti, "Agak penasaran aja. Saya janji deh gak bakal bocorin ke siapa-siapa."

Memasang wajah memohon pun ternyata berhasil mendapat respon baik dari Kak Felix yang memutuskan untuk merapatkan kembali tubuhnya.

Sebelum menjelaskan ia sempat menengok kanan dan kiri untuk memastikan keadaan, "Oke, jadi gini, beberapa bulan lalu ada rumor bertebaran di kampus kalau si Ace ini katanya brengsek. Jadi aku berusaha cari tau kebenarannya karena dia gak pernah cerita apa-apa ke aku atau ke yang lain."

Aku seperti pernah mendengar kisah ini sebelumnya, dari Kak Ace. Tapi dari yang lelaki itu jelaskan semua cerita itu hanyalah rumor belaka yang disebarkan hanya untuk menjelekkan namanya. Dan sampai sekarang aku memilih percaya kepadanya.

Namun aku tidak menyangka apabila Kak Ace tidak pernah cerita tentang kehidupan serta pribadinya dengan Kak Felix.

"Tapi aku pikir Kak Felix sama Kak Ace deket?"

"Sebenernya gak terlalu sih. Cuma dulu SMA ada kejadian yang bikin kita sempet akrab."

Ternyata mereka hanya terlihat akrab dari luar.

"Ah, gitu ya."

"Dan karena kayaknya Ace anggap kamu sebagai teman curhatnya, kalau ada apa-apa bilang ke aku ya."

Ah, teman curhat ya. Entah mengapa mendengarnya sedikit membuatku kecewa. Tapi disisi lain, apakah standar Kak Ace memperlakukan 'teman dekatnya' seperti ini? Seperti semua yang ia lakukan kepadaku? Aku merasa bahwa itu tidak mungkin. Semua itu terlalu manis. Aneh jika semua perlakuannya ini hanya mendapatkan label pertemanan semata. Ada sepercik harapan dihati bahwa diam-diam Kak Ace memiliki rasa kepadaku, meski sampai sekarang belum ada yang terucap dari bibirnya.

Aku mengangguk, "Oke Kak. Tapi aku mau tanya satu hal lagi."

"Apa?"

"Yang nyebarin rumor itu namanya Natalie bukan?"

Benar. Itulah yang dijelaskan Kak Ace kepadaku. Pelakunya adalah Natalie. Dan seharusnya nama itu terdengar familiar bagi Kak Felix.

Lelaki itu sontak mengerutkan dahinya, "Hah? Natalie?"

if only,Where stories live. Discover now