[1] Before We Escape Reality

107 24 4
                                    

___

Hopelly, kalian bakal banyak memberi komentar/review/kesan serta vote for me in this chapter. I really apreciation for that. Semangat nulisku dari kalian!

___

Bram punya pemikiran aneh. Segala sesuatunya seperti punya sebab dan keterikatan. Mungkin manusia normal tak mampu menyambung frekuensi kadar kegilaan otaknya. "Dimana menurutmu aku bisa menemukan film Annunaki yang diblokir seluruh negara karena sangat kontroversial isinya dan mampu membuat manusia mempertanyakan awal sejarah adanya kita di bumi?!" Serunya mengebu-ebu.

"Mungkin deep web?" Raday mencoba memasukkan saran. Sedetik kemudian tertawa remeh. "Kau bukan hacker-atau lebih lagi cracker. Kau hanya bocah gila." Gadis tujuh belas tahun itu menarik novel dari pelukannya, membukanya di atas meja perpustakaan. Membalik beberapa halaman sebelum menemukan yang ia cari.

"Siapa temanmu yang jago mengutak-atik kode komputer?" Kali ini Bram memiringkan badan menyeberangi Raday, mencondongkan wajah pada gadis lainnya yang sibuk berkutat laptop. Bokongnya lepas sedikit dari kursi demi melirik layar 15 inci tersebut, kemudian menghela napas pelan. Rautnya seakan tak habis pikir. "Hei... kau tahu 'kan kita semua juga sudah berserah diri atas kasus itu?"

Namun berbanding dengan Airin yang menolak berpikir, berselancar seluruh website berita hingga matanya panas. "Bagaimana bila mayat Rey hanyut di antah berantah sungai? Bagaimana bila Rey masih hidup namun tersesat dalam Hutan Gunung Blender?"

"Mungkin dia masuk dunia Argatha dan tinggal di dalamnya? Atau sudah damai dalam realitas di parallel lain? Mungkin hanya ilusi kita bahwa dia sudah mati? Siapa tahu kan, teori bahwa kita hidup dalam simulasi itu benar?" Dan lagi, Bram selalu berpikiran positif.

Akibat nada suaranya yang tak terkontrol, seseorang menyentak--si penjaga perpustakaan dari balik meja sudut. "LITERASI ITU BACA YA, BUKAN MENGOBROL." Ujarnya bagai slogan depan minimarket.

Ketiganya saling tatap sebelum memutar bola mata jengah. Keheningan menurut di belakang membawa atmosfer mendingin dalam senyap. Hal tersebut mendorong Airin kembali berkutat pada puluhan tab website google laptop nya. Mengencangkan pelukan jaket dari terjangan udara AC.

Sorakpemuda.com-Seorang pemuda berinisal RY (17) dinyatakan hilang seusai kegiatan perkemahan tahunan SMA Brajakarta. Berdasarkan kesaksian, ia terakhir terlihat saat hendak kembali mengambil barang yang tertinggal di curug daerah kawasan Gunung Blunder.

"...Rin."

Koranpapi.id-Belum membuahkan hasil, Tim SAR mulai kelelahan setelah pencarian panjang selama dua minggu. Pihak keluarga masih mengharapkan menemukan mayat anaknya.

"...Airin."

Majalah.Zafsa-31 November 2022 pemuda berinisal RY (17) dinyatakan hilang karena tak ditemukan jenazahnya. Pencarian diputuskan untuk dihentikan.

"Airin!"

Hentakan keras itu membangunkannya dari lelap. Merenung dalam lamunan sebab kesadaran belum penuh seutuhnya. Butuh sepersekian detik mata mengerjap sebelum mengenali sosok yang mengguncang kencang bahunya.

"Apa?"

"Itu!" Kata Bram menggantung. Tubuhnya lengkap dengan seragam olahraga.

"Hah?" Airin terperangah segera memandang sekitar yang lenggang, kemudian memencet mouse hingga layar laptop kembali nyala benderang. Ia mengecek waktu yang sudah terlampau satu jam sejak terakhir kali terbangun. Jam literasi kelasnya sudah habis terganti mata pelajaran olahraga yang kini tengah berlangsung.

Mengapa tak ada satupun yang membangunkannya?

"Cek berita sekarang!" Lagi-lagi Bram menyerukan sesuatu tanpa keterangan. Ia berlari memutar ke balik bahu Airin, mendekatkan tubuhnya dekat dengan gadis itu, mencondongkan wajahnya ke layar. "Sekarang cek Youtube. Salah satu stasiun TV sedang siaran langsung."

Airin menahan napas sesaat kala bibirnya nyaris menyentuh dagu Bram saat menoleh. Ia membuang muka kembali pada layar sebelum berdecak. "Jadi, apa yang kau cari disini?"

"Katanya beberapa orang melihat lelaki mirip Rey di sekitar Curug siang ini."

PARALEL FUTUREWhere stories live. Discover now