05. Priority

504 59 7
                                    


Forth POV


Air mata mengalir di pipi Lam.

Ok, cukup sudah!! Aku mendesah.

"Aku akan meneleponnya. Berhentilah menangis."

Lam menyeka air mata di pipinya dengan punggung tangannya dan menatapku dengan lega. "Terima kasih."

Ketika profesor meninggalkan kelas, aku menelepon Park.

Nada sambung terus terdengar sebelum Park akhirnya mengangkat teleponku.

"Kau ada di mana?" Aku bertanya kepada Park.

Aku hanya mendengar desahan dari Park. "Kenapa tiba-tiba kau bertanya? Biasanya tidak pernah ingin tahu tentang keberadaanku."

Aku benar-benar tidak ingin berperan sebagai dewa asmara untuk dua bajingan ini, tapi Lam menangis, jadi....

"Lam menangis. Apa yang kau lakukan padanya?" Tanyaku.

Mata Lam melebar dan dia memukul bahuku dengan sekuat tenaga.

Aku meringis dan mendorongnya menjauh. Sial, dia sendiri yang memintaku untuk meneleponnya. Jadi, terserah aku apa yang akanku katakan kepada Park.

"Lam tidak pernah menangis." Jawab Park.

"Karena itu aku bertanya padamu. Apa yang Kau lakukan padanya?"

~Sunyi~

"Dimana kau sekarang?" aku bertanya lagi.

Park tidak menjawab.

"Park, aku serius. Jangan membuatku datang dan menjemputmu. Kau membuat temanku menangis. Oke, dia mungkin tidak meneteskan air mata, tapi dia menangis."

~Sunyi~

"Park...?"

"Apa aku membuatnya kesal?" Park bertanya.

"Mungkin." Jawabku. "Kenapa kau tidak muncul saat makan siang tanpa memberitahunya."

Dia mendesah. "Aku hanya akan membuatnya kesal." Jawabnya. "Dia akan meninggalkanku jika aku membuatnya marah lagi. Jadi, lebih baik tidak membuatnya marah. Dan satu-satunya cara untuk tidak membuatnya marah adalah dengan tidak menemuinya. Dia selalu marah setiap kali aku ada di dekatnya."

Aku berkedip. "Hah?"

Park mendesah. "Dia bilang, dia akan meninggalkanku jika aku terus membuatnya marah."

Aku menekan pelipisku dengan keras. "Dia mengatakannya?"

"Ya."

Aku menggeram dalam keputusasaan. Aku melihat Lam yang berada di sampingku. "Dia tidak bermaksud begitu." kataku pada Park.

"Tidak. Dia bersungguh-sungguh." Park bersikeras.

Aku mendesah. "Park, dengar.... Aku punya pacar sekarang dan aku ingin menghabiskan sebagian besar waktuku dengannya. Jika kau tidak muncul sekarang, Lam mungkin akan berada di tangan yang salah."

Aku bisa merasakan Park tersedak.

Lam memiringkan kepalanya. Dia tidak mengerti maksudku.

"Ku rasa, dia tidur dengan seseorang dan kehilangan keperawanannya." pancingku.

Mata Lam melebar. Aku rasa Park akan merasa tegang ketika aku mengatakannya.

"Aku tidak tahu siapa yang menidurinya, tapi aku baru saja menemukan kissmark di lehernya." Aku berbohong pada Park. "Ku pikir, Lam sedang dalam tahap mencoba sesuatu yang baru. Jadi dia mungkin akan melakukannya lagi."

Biggest Lie | ParkLam  Story - BAHASA INDONESIA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang