♧Chapter29♧

Zacznij od początku
                                    

"Percuma. Mau sekeras apapun lo tendang pintu itu, gak akan bisaㅡ"

Brakhh!!

Oh tidak! Gadis itu terkejut dan refleks membalikkan badannya. Tak menyangka laki-laki yang berdiri di depan sana dapat mendobrak pintu rooftop yang telah dia kunci. Bagaimana bisa? Sekuat apa laki-laki itu hingga mampu merusak engsel kunci pintu kayu tebal itu?

"Loㅡ"

"Tidak! Jangan melangkah! Gue gak mau lo benci sama gue, Asahi. Gue gak mau!" Teriakan itu terdengar begitu miris. Sang laki-laki sempat terkejut hingga turut mengikuti perintah gadis itu. Asahi dengan perlahan menegakkan badannya sambil terus berusaha untuk mengatur nafasnya yang tampak ngos-ngosan. Gadis di depannya agak asing, namun dia tetap mengetahuinya. Berusaha untuk tetap bersikap normal meski Winter tau kalau Asahi telah melihat dirinya yang lain, yakni Winter dengan tubuh kurusnya.

Berbohong? Mengelak? Alasan apa lagi yang harus dia lontarkan pada laki-laki itu. Sudah jelas kutukannya sudah terbongkar. Mungkin sebentar lagi dunia akan mengasingkannya, menganggap dirinya sebagai monster. Tidak! Winter tidak ingin itu terjadi. Berusaha menggeleng keras untuk menghilangkan pemikiran buruknya.

Tanpa sadar Asahi sudah tampak berjalan dengan raut wajah panik mendekatinya. "Winter! Lo kenapa? Hei, ayok tenang. Duduk dulu," ucapnya berusaha menenangkan gadis di depannya. Bukan hanya Asahi yang panik, bahkan gadis itu tampak berkali-kali lipat merasa panik dibanding laki-laki itu. Pegangan tangan Asahi pada kedua bahunya membuat kepalanya mendongak. Menatap lekat sang laki-laki di depannya. Hanya berjarak beberapa senti, tidak ada perasaan canggung atau semacamnya. Entahlah, Asahi bahkan tidak tahu kenapa dia sepanik tadi melihat Winter yang tampak berantakan.

"Gue monster, Sa. Biarin gue pergi. Gue gak mau denger kalimat ejekan lo. Gue emang aneh. Gue punya kutukan, dan gue mungkin akan bawa kesialan di hidup lo".

"Enggak! Lo bukan monster dan juga lo gak aneh. Lo gak bakal bikin gue sial, Ter! Ini takdir! Jangan sebut lo sendiri sebagai monster please. Yang hanya bisa lo lakuin adalah bagaimana caranya agar lo bisa jalanin hidup lo dengan normal dan baik-baik saja." Ada apa ini? Kata-kata Asahi mampu membuat otak Winter loading seketika. Asahi tau sesuatu. Ah, tidak! Jangan karena hanya kata-kata tadi, mampu membuat Winter jadi salah paham pada Asahi. Tapi bagaimana cara dirinya hidup normal setelah kejadian ini? Dirinya bahkan dimusuhi hampir satu sekolah. Tidak berani pulang dan kini takut untuk menampakkan dirinya pada dunia luar.

"Gue tau lo panik. Jangan jadikan kutukan lo ini sebagai kekurangan, anggap sebagai kelebihan lo. Lihat! Lo jadi tambah cantik sekarang. Bukan lagi Winter si tubuh gemuk dan berwajah chubby. Lo bisa jadi pusat perhatian sekarang. Lo suka cowok-cowok tampan kan? Lo bisa deketin mereka dengan mudah Ter. Lo bukan monster".

Benar. Yang dikatakan Asahi memang benar. Tapi percuma untuk sekarang. Tampil dengan keadaan sekarang hanya akan membuat orang-orang kebingungan. Usahanya untuk tetap menyembunyikan raga lainnya bukan semata-mata karena malas. Tetapi rasa takut akan pendapat orang-orang dan bagaimana dirinya menjawab berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh mereka untuk dirinya. Sungguh, Winter memang si gadis bar-bar, namun gadis itu tak kalah penakut dan rapuh hanya untuk menghadapi masalah. Keinginannya hanya lari dari masalah dan menghilang tanpa jejak.

"Jadi lo gak benci gue?" Pertanyaan itu dibalas oleh gelengan keras oleh Asahi. Perlahan senyum lebar laki-laki itu pancarkan yang ternyata dapat menular kepada gadis itu. Winter senang, akhirnya masih ada orang yang berada di pihaknya. Tidak apa-apa, semua akan kembali menjadi normal kembali. Dirinya hanya akan mencoba untuk menyelesaikan masalahnya. Yah, semoga saja.

.

.

.

.

.

"Mau langsung pulang atau mau ke suatu tempat dulu?" Laki-laki itu bertanya setelah puas menatap gadis yang sedang makan di depannya. Gadis itu mendongak hanya sesaat lalu setelah itu kembali menyendok kuah ramyeon miliknya.

"Aku gak mawu puwang (aku gak mau pulang)," jawab gadis itu sambil menyeruput kuah terakhir ramyeon yang kini sudah dia angkat tempatnya. Oh! Sudah habis. Sebenarnya Winter tidak begitu menyukai makanan seperti ramyeon yang tadi di makan olehnya, namun karena itu adalah traktiran dari Asahi jadinya Winter tidak segan-segan untuk langsung memakannya, bahkan sampai habis. Lumayan juga. Lagipula dirinya tidak punya uang saat ini. Masih untung ada Asahi yang saat ini bersamanya. Kalau tidak, mungkin saja Winter akan kelaparan sambil luntang-lantung dijalanan. Uangnya tadi pagi sudah habis duluan hanya untuk membayar ongkos bus pada saat ke sekolah.

"Belepotan," ujar Asahi sambil menggerakkan tangannya mengusap sisa noda kuah ramyeon di sudut bibir Winter. Gadis itu mematung sesaat namun berusaha untuk tetap bersikap biasa-biasa saja. Sesaat kemudian jantungnya berdetak dua kali lipat dari kinerja sebelumnya ketika Asahi dengan lancangnya malah mencubit kedua pipinya. "Lucunya," ucapnya sambil tersenyum lebar di hadapan Winter. Tidak tau saja kalau jantung Winter sudah seperti acara konser di dalam sana. Terlebih lagi ketika melihat Asahi di jarak sedekat ini, oh tidak! Winter dengan cepat mendorong bahu laki-laki itu lalu memasang raut wajah pura-pura kesalnya.

"Sakit tau!" sinisnya kepada laki-laki itu. Bukannya berhenti, Asahi malah tampak terus menggoda Winter. Meski terlihat kesal, jauh dilubuk hati gadis itu merasa sangat senang. Momen dimana dirinya bisa menikmati waktu berdua dengan Asahi, mendengar suaranya yang bercerita panjang lebar serta melihat senyum manis laki-laki itu. Apakah ini yang namanya dampak? Efek dari semua masalah yang ada, terdapat Asahi yang saat ini mulai perhatian kepadanya. Atau hanya berlaku untuk hari ini? Entahlah. Meskipun Asahi melakukannya hanya karena rasa kasihan pun Winter tak apa.

"Lo gak apa-apa kalau bolos bareng gue hari ini?" Winter bertanya setelah puas menatap senyum laki-laki di depannya. Di geser nya sedikit kaleng minuman beserta cup ramyeon bekasnya lalu kembali melihat Asahi. Laki-laki itu menggeleng keras dan juga turut menatapnya. Meski agak salah tingkah, gadis itu tetap bersikap biasa-biasa saja. Winter membasahi bibir bagian bawahnya lalu berdehem pelan. Ada suatu hal yang ingin dia tanyakan kepada laki-laki di depannya.

"Sejak kapan lo pakai softlens?" Ah, pertanyaan itu. Meski awalnya Asahi nampak panik, namun sebisa mungkin laki-laki itu merubah raut wajah tegangnya. "Kenapa? Suka ya?" tanyanya kembali kepada gadis di depannya.

Winter tersenyum tipis, dan nampak kentara bahwa gadis itu sedang mati-matian menahan sesuatu yang bergejolak di hatinya. Wajahnya terasa panas sekarang. Cuaca yang lumayan cerah tidak mampu menyembunyikan rona merah diwajahnya.

Lagi-lagi Asahi terkekeh melihat tingkah gadis di depannya. Kini dengan terang-terangan menatap Winter tanpa mengindahkan kalimat protes dari gadis itu.

"Kalau gue punya sesuatu yang sama kayak lo, apa lo bakal percaya?" Pertanyaan Asahi tidak langsung dijawab oleh Winter. Gadis itu tampak berpikir sejenak kemudian mengangguk yakin. Meski raut wajah penasaran menjadi respon awalnya ketika mendengar kalimat pertanyaan itu. Memangnya apa yang dimilikinya dan juga dimiliki oleh Asahi?

"Apa itu?" tanyanya penasaran. Asahi memajukan wajahnya lebih mendekat dengan Winter.

Awalnya gadis itu refleks memundurkan wajahnya karena terkejut, namun pergerakan tangan Asahi yang langsung menggenggam tangannya yang berada di atas meja seketika membuat kepalanya tertahan di posisi semula. Kini pandangan gadis itu sudah terpaku sepenuhnya dengan Asahi. Seolah-olah laki-laki itu mampu mengunci semua pergerakan Winter.

"Gue punya ini." Tangan Asahi yang kembali bergerak untuk menunjuk area kelopak matanya membuat Winter tidak dapat merespon lebih. Bola mata laki-laki itu masih berwarna biru cerah. Seolah-olah terdapat sihir dan cahaya di dalamnya. Tiba-tiba aura disekelilingnya juga berubah. Langit yang tadinya berawan kini terlihat mendung. Gadis itu juga mulai merasakan angin berhembus kencang disekelilingnya. Apa yang terjadi? Apa maksud dari laki-laki itu? Sekali lagi kita tekankan, gadis itu memiliki kapasitas otak tingkat jaringan rendah. Sangat lambat untuk melakukan proses berfikir. Namun tak apa. Laki-laki itu malah berterima kasih karena Winter tidak bertanya yang macam-macam lagi kepadanya. Ya setidaknya untuk saat ini.

Tbc.....

Cinta Penawar KutukanOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz