♧Chapter23♧

12 12 0
                                    

Drttt.... Drrttt...!

Alat roda dua itu terlihat melaju dengan pelan seiring dengan getaran handphone di saku sang pengemudi. Sampai akhirnya sepeda motor itu berhenti tepat di depan minimarket. Suasana lumayan ramai. Jalanan pun terlihat lumayan padat. Tak bisa dipungkiri bahwa saat ini waktunya pulang sekolah dan masih memasuki jam makan siang atau waktu istirahat bagi pekerja kantoran.

"Gue angkat telfon dulu Ter." Laki-laki itu berkata seperti meminta ijin yang tentu saja diangguki dengan cepat oleh gadis itu. Winter juga heran, kenapa Asahi harus minta izin terlebih dahulu? Ahhhh tidak bisa! Harus ke berapa kali dirinya jatuh hati dengan laki-laki di depannya saat ini? Dia begitu beruntung bisa pulang bersama dengan sang ketua basket tersebut. Seketika rasa sedihnya perlahan hilang digantikan dengan senyum salah tingkah dari gadis itu.

"Gak bisa Pah! Asahi harus ke rumah teman dulu."

Senyum Winter luntur digantikan dengan raut wajah terkejut. Asahi tidak marah namun terdengar dari intonasi bicaranya, laki-laki itu tengah menahan kesal dengan sang penelfon di sana. Tangan Winter yang tadinya berniat untuk menepuk pelan bahu Asahi yang membelakangi nya seketika urung dan kembali di sisi samping badan Winter kembali. Dia tetap diam di tempatnya sambil menunggu Asahi selesai menelfon dengan seseorang tersebut.

"Asa tau langkah apa yang harus Asa ambil. Tanpa Papa beritahu pun Asa tetap akan melakukannya Pah!"

"Asahi! Kamu tau kalau papa tidak suka dibantah kan? Cepat kembali ke rumah dan jangan kemana-mana selain pulang! Kau kira Papa tidak mengetahui keberadaanmu? Anak buah Papa sudah melapor ke Papa. Jadi, ikuti perintah Papa atau gadis yang saat ini sedang bersama mu akan Papa sandra!" ujar sang penelfon.

Degh!!

Bola mata Winter membesar, terkejut mendengar perkataan orang yang sedang Asahi ajak berbicara lewat telfon itu. Meski samar, namun pendengaran Winter sangat tajam. Entah itu bermaksud candaan atau bukan, yang jelas gadis itu sekarang tengah ketakutan.

"Ok fine! Asahi pulang sekarang juga."

Pip!

Kalimat Asahi tadi menjadi penutup kegiatan telfon tersebut. Tentu saja diputuskan sepihak oleh laki-laki itu. Raut wajah kesal serta decakan malas dari Asahi membuat Winter tidak berani untuk bertanya mengenai hal yang di dengarnya tadi. Bukan bermaksud apa-apa, gadis itu hanya ingin memastikan apakah orang yang dimaksud sang penerima telfon tadi adalah dirinya atau bukan.

"Dasar tua bangka bau tanah. Dia pikir gue hidup cuman buat menuhin keiinginannya?"

Laki-laki itu memberenggut kesal masih dengan posisi membelakangi Winter. Sepertinya laki-laki itu melupakan keberadaan Winter di belakangnya. Winter pun tidak berani bersuara, gadis itu lebih memilih menunggu laki-laki itu untuk kembali melanjutkan perjalanan pulang mereka.

Brakh!!

Bunyi helm milik Asahi yang terjatuh membuat Winter dan Asahi kompak menunduk dan mengambil benda itu. Namun secara tak sengaja tangan Winter yang sudah hendak mengangkat helm Asahi tersentuh oleh telapak tangan laki-laki itu yang juga berniat mengambil helm miliknya.

Tidak mengambil jedah waktu yang lama. Hanya sedetik kalau bisa dirincikan. Sentuhan itu seperti sengat listrik yang mengakibatkan Winter langsung memundurkan tangannya dan segera mengalihkan pandangannya ke arah samping.

Rasanya sangat canggung ketika keduanya berhasil berdiri tegak dengan salah tingkah masing-masing. Oh tidak, Winter tersenyum di sela-sela dirinya membalikkan wajahnya ke arah samping, dan tentu saja hal itu disadari oleh Asahi yang juga ikut memperhatikannya.

Cinta Penawar KutukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang