Pesan dari Nyonya Farah muncul lagi,

"Acaranya di luar. Jangan khawatir. Nando nggak di sini. Dia sudah papinya kirim ke negara Ibunya."

Dahiku berkerut. Nyonya Farah seolah paham ketakutanku.

"Kirim alamatnya, Nyonya. Kalau saya ada waktu saya usahakan datang." balasku.

Anggap saja ini salah satu cara untuk mengalihkan pikiranku dari semua hal yang berhubungan dengan El.

****
   Sebuah kado berisi boneka kelinci menemani kedatanganku ke cafe bergaya modern ini. Cafe yang terkenal dengan ayam goreng kriuknya ini sudah penuh dengan anak kecil. Mereka pasti teman-teman Sania. Aku lega akhirnya Sania bisa menjalani masa kecilnya dengan normal, pembullyan yang terjadi ketika dia duduk di Taman kanak-kanak sepertinya tak lagi dia ingat.

''Kakak.... " teriaknya sambil berlari, sementara tangannya sibuk mengangkat dress cantik yang ia kenakan.

"Cantik sekali kamu, Dek." sapaku sambil berjongkok. Sania langsung memelukku. Tubuhnya yang sedikit gemuk membuatku hampir ambruk.

"Kakak kesini naik apa?"

"Kakak tadi pakai grab. Motor butut kakak yang dulu sering Kakak pakai sudah ngambekan."

"Terimakasih sudah menyempatkan datang." Nyonya Farah menghampiri kami. Wanita bermata tegas itu kemudian mengulurkan topi khas ulang tahun padaku.

"Apa kakak juga harus pakai ini?" tanyaku menggoda Sania.

"Ya." jawab Sania di barengi teriakan teman-temannya. Mereka begitu gembira.

Acara ulang tahun itu berjalan meriah lalu di tutup makan bersama. Aku ikut menikmati acara. Sudah lama sekali aku tidak berada di tengah orang banyak dengan perasaan seantusias ini.

"Kalau mau pulang biar orang saya saja yang mengantar. " sela Nyonya Farah saat aku pamit pulang.

Aku menurut saja, tak ada salahnya karena memang jarak tempat ini lumayan jauh dari rumah.

"Tolong antarkan Nona Sari sampai rumah." ucap Nyonya Farah berbicara dengan orang di ujung telepon.

Nona?

Apa telingaku tidak salah dengar?

Wanita itu meraih lenganku pelan, membuyarkan lamunanku.

Sebuah mobil Jeep nampak dari kejauhan sudah menungguku di sana. Dua pria berbadan gempal nampak siaga di sampingnya.

"Kalian sudah siap?" sapa Nyonya Farah sesampainya di dekat mobil.

"Siap."

Kedua pria itu menjawab dengan tegas.

"Mereka yang akan mengantar kamu pulang." jelas Nyonya Farah dengan wajah tetap seperti biasanya. Datar dan mengintimidasi.

Aku mengangguk saja kemudian berjalan mendekati mobil. Tubuhku tersentak tatkala salah satu dari pria itu membukakan pintu untukku.

Apa ini tidak terlalu berlebihan? Aku kan cuma tamu biasa.

Aku terdiam. Kejadian-kejadian barusan tak masuk akal. Sikap Nyonya Farah yang tiba-tiba memperlakukanku berbeda dari biasanya, meninggalkan banyak pertanyaan di kepalaku.

Ada apa?

****
  Mobil itu menepi tepat di depan toko. Membuatku semakin terheran-heran.

"Pak, kok tahu kalau saya tinggal di sini? Saya dari tadi kan diam?" tanyaku tak mampu lagi membendung rasa heranku.

"Kami kan dulu sering mengikuti Nona."

"Mengikuti? Maksudnya?"

Kedua pria itu saling sikut.

BENALU YANG TAK TERLIHAT(Tamat)Where stories live. Discover now