39. Jrot Bugh!

533 20 1
                                    


 Davit mondar mandir di ruang tamu rumahnya. Pria itu tidak jenak tatkala mengingat Lintang yang tidur seorang diri di rumah mamanya. Ia takut kalau Lintang kesepian atau Lintang membutuhkannya. Padahal itu hanya pikiran Davit saja yang berlebihan. Aslinya dia lah yang kesepian dan membutuhkan Lintang. Davit lagi bucin-bucinnya dengan Lintang, kalau sudah ciuman bawaannya pengen mepet terus. Tidur bersama, bercanda di atas ranjang, saling bercerita, uh syahdunya hidup berumah tangga.

"Davit, aku sudah tidur ngorok-ngorok dan bangun dua kali, tapi kamu masih belum memejamkan mata," ucap Bayu merangkul bantal sofa milik Davit.

Bayu seperti pria yang tidak memiliki pekerjaan saja, pria itu bukannya pulang malah numpang di rumah Davit. Bahkan pria itu sudah tertidur meski hanya sebentar.

"Eh Bayu, aku mau tanya sesuatu," ucap Davit yang mendekati Bayu. Davit memukul kaki Bayu agar menekuk dan dia duduk di sofa.

"Kalau pertanyaanmu bikin pusing, mending simpan saja. Tanya ke Bu Cika besok," jawab Bayu.

Buggh!

Davit memukul paha Bayu dengan kencang membuat Bayu memelototkan matanya.

"Ini Arurot, jangan pegang sembarangan!" tegur Bayu.

"Aurot bukan Arurot, ngomong aja masih belepotan sok-sokkan," ketus Davit. Bayu hanya mencebikkan bibirnya. Pria itu semakin mengeratkan pelukannya pada bantal.

"Aku mau tanya, kira-kira di sana Lintang kangen aku gak, ya?" tanya Davit yang mengundang gelak tawa Bayu.

"Hahaha ... hahaha ... Lintang kangen kamu? Kopi panas aku minum secangkir-cangkirnya," ucap Bayu yang tergelak nyaring.

"Minum kopi hangat saja masih ditiup sok-sokkan minum kopi panas. Kepanasan gak punya lidah gak bisa ciuman tahu rasa."

"Lagian kamu tanya aneh-aneh. Gak usah kepedean kalau Lintang sudah luluh. Perjalananmu masih panjang, kerja keraslah dan jadi orang yang pengertian. Selera Lintang itu Park Seo Joon, Mike Angelo, Jackson Wang, bukan kamu. Inilah devinisi Perjaka ku ingin, duda ku dapat," oceh Bayu.

"Aku bukan duda!" seru Davit.

"Percuma bilang bukan duda. Status kamu sebelum nikah itu duda, dan status kamu udah kesebar kemana-mana. Makanya kalau mau bilang apa-apa itu mikir pakai otak. Siapa dosen pengujimu dulu sampai kamu lulus kuliah dan jadi dosen. Sungguh mencurigakan," oceh Bayu lagi.

Davit mendengus kesal, pria itu menatap barbel di samping meja televisi. Buru-buru Davit melepas kaos yang dia kenakan. Davit menuju barbel dan bersiap mengangkatnya.

"Eh eh ... Vit mau ngapain?" tanya Bayu yang panik.

"Mau angkat besi. Aku gak bisa tidur," jawab Davit.

"Vit ingat punggung, kamu punya riwayat encok, jangan sampai makin parah jadi syaraf kejepit," ucap Bayu yang buru-buru berdiri dan menarik Davit menjauh dari barbel.

"Apaan sih, aku kuat kalau hanya sepuluh kilo," elak Davit.

"Iya iya aku tahu kamu kuat, tapi gak baik malem-malem begini. Kalau kamu encok yang susah aku, persediaan koyo di rumah kamu juga habis, krim panas buat punggung juga habis, malam-malam gak ada apotek buka," jelas Bayu menarik Davit untuk duduk.

"Nih kaosnya dipakai lagi, jangan sampai masuk angin. Kalau kamu masuk angin mual-mual, nanti dikira hamil dan aku yang menghamili kamu," tambah pria yang bekerja sebagai dosen tipologi bangunan itu.

Davit menatap Bayu dengan mendesis tajam. Ia benar-benar ingin menyumpal bibir Bayu dengan semvak banci. Sudah bicara sembarangan dan tampangnya tidak merasa berdosa sama sekali.

Belah Duren Where stories live. Discover now