17. Kepedihan Lintang

496 27 1
                                    

Lintang tengah menyuapi Davit dengan bubur yang dia beli di luar. Waktu sudah menunjukkan tengah malam, tapi Davit sangatlah rewel. Davit benar-benar bertingkah seperti anak TK yang haus akan kasih sayang emaknya.

"Lintang, gak enak buburnya. Rasanya hambar," rengek Davit.

"Namanya juga Pak Davit lagi sakit. Ayo makan cepat habisin, saya sudah ngantuk berat, Pak," ucap Lintang mengeluh.

"Kamu mengurus suami setengah hati banget. Suami sakit itu harusnya disayang-sayang, bukan malah digalakin," omel Davit.

"Pak Davit jangan keterlaluan ya. Hubungan kita hanya sebatas kontrak!"

"Meskipun kontrak, hubungan kita tetap sah di mata agama dan negara. Selama kita belum pisah, wajib hukumnya kamu menuruti saya!" tegas Davit.

"Apa perlu saya ingatkan lagi kalau di kontrak, kita tidak boleh mencampuri urusan masing-masing? Pak Davit yang membuat kontrak itu, Pak Davit yang menyetujuinya, lalu sekarang memaksa saya menuruti ucapan Pak Davit. Sebenarnya mau Pak Davit apa?" sentak Lintang meletakkan mangkuk bubur dengan kasar ke atas nakas membuat Davit tersentak. Kini Lintang benar-benar marah, Davit benar-bear memancing emosinya. Ia bagai babuu yang harus menuruti Davi, padahal di surat kontrak jelas tidak boleh mencampuri urusan masing-masing.

"Saya bersama Pak Bayu, Pak Davit juga marah. Itu namanya mencampuri urusan masing-masing," tambah Lintang lagi.

"Lintang, kamu istri dosen. Selama kita masih bersama, kamu harus menjaga martabat saya. Saya gak mau mendengar berita kalau kamu selingkuh dengan pria lain di luar sana. Masalah kontrak, saya berhak merubahnya. Saya akan bawa pengacara untuk menambahkan poin bahwa kamu tidak boleh dekat dengan laki-laki manapun," ucap Davit menatap Lintang dengan tajam. Lintang menatap Davit dengan nanar.

"Apa maksud semua itu, Pak?" tanya Lintang.

"Apa maksudnya Pak Davit berhak merubah kontrak sesuai keinginan Bapak? Saya pihak kedua merasa dirugikan," ujar Lintang menatap lekat Davit. Ia tidak akan mundur bila Davit menindasnya. Jelas di kontrak kalau Davit dan dirinya tidak boleh mencampuri urusan masing-masing. Namun Davit selalu mencampuri urusannya.

Lagi-lagi Lintang dihadapkan dua kemungkinan, antara Davit suka padanya atau Davit hanya ingin mengekangnya karena menjaga martabatnya. Ternyata hubungan kontrak tidak semulus yang Lintang duga, baru empat hari saja sudah seperti ini. Seorang pria dan wanita yang sering bertemu, banyak kemungkinan akan saling jatuh cinta. Kalau Lintang merasa ia mungkin bisa mencintai Davit, tapi Davit? Lintang sadar diri ia hanya rumput liar di antara banyaknya padi.

"Lintang, kamu sudah mendapatkan tempat tinggal, makan gratis, dan uang, semua sudah setimpal," kata Davit.

"Itu bentuk nafkah yang bapak berikan sama saya. Pantesan dulu bapak bercerai dengan istri bapak, ternyata bapak perhitungan soal nafkah," sinis Lintang.

"Lintang, saya belum pernah menikah!" sangkal Davit.

"Gak usah bohong. Jelas-jelas Pak Davit seorang duda," ketus Lintang yang memilih keluar dari kamar Davit. Perempuan itu membanting pintu ruang rawat Davit dengan kencang membuat Davit lagi-lagi tersentak.

Napas Lintang memburu, perempuan itu mendudukkan dirinya di kursi depan ruang rawat suaminya. Bisakah Lintang meminta kejelasan dengan hubungan kontrak ini? Andai Davit memperlakukannya biasa saja, mungkin saat ini Lintang juga baik-baik saja. Tidak ada kata berharap dan terbawa perasaan. Sedangkan sekarang, Davit sering cemburu tanpa alasan kepada Pak Bayu. Andai Pak Davit tidak mempedulikan kedekatannya dengan Bayu, saat ini Lintang bisa mengurus Davit dengan biasa saja, tanpa adanya perasaan sedikit pun.

Belah Duren Where stories live. Discover now