BAB 6

522 84 4
                                    

Zora tersenyum lebar saat orang seseorang menyambutnya dengan pelukan. Tempat yang ia kunjungi hari ini sangat banyak mengalami perubahan dan Zora harap tidak ada lagi yang mengalami hal yang sama sepertinya. 

"Kamu apa kabar sayang?" tanya Bu Helen, perempuan yang menyambut Zora 

"Zora baik bu, ibu apa kabar?" tanya Zora 

"Ibu juga baik nak, kamu kesini sama siapa?" tanya Bu Helen menlihat ke belakang Zora namun tidak menemuka siapa pun.

"Zora sendiri bu, sekarang pun Zora hidup sendiri" jawab Zora tersenyum sendu. Bu Helen tidak bertanya lagi karena ia tahu Zora tidak akan mau memberitahunya. Terakhir kali ia bertemu Zora tiga tahun lalu, keduanya tidak sengaja bertemu di rumah sakit. Pertemuan mereka juga tidak lama, hanya sempat bertukar kabar karena kondisi yang sedang tidak memungkinkan. 

"Terima kasih ya bu udah selalu baik sama Zora, tiga tahu lalu Zora bahkan gak sempat bilang makasih ke bu Helen. Pokoknya makasih banyak, nanti kalau Zora punya uang, Zora traktir makan ayam geprek" ujar Zora semangat

"Sama - sama nak, kamu ke sini cuman ngucapin makasih doang?" tanya bu Helen yang diangguki Helen.

"Iya bu. Biar keliatan kaya orang sibuk yang lagi luangin waktu" jawab Zora. Bu Helen mengeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Zora. 

"Banyak yang berubah setelah kamu pindah Zo" ujar bu Helen sembari berjalan membawa Zora memasuki ruangannya. Zora hanya mengikuti dan menyimak apa yang bu Helen katakan.

"Tapi ibu senang kalau kamu baik - baik saja hingga sekarang, kamu tumbuh jadi anak yang cantik dan sehat itu sudah lebih dari cukup Zo" lanjut bu Helen tersenyum, sejujurnya ada yang ingin bu Helen ceritakan tapi sekarang bukan waktu yang tepat. Bu Helen memilih menceritakan hal yang lain, seperti bagaimana teman - teman Zora yang terkadang merindukan Zora, dan bagaimana bu Helen mengajar di sekolah hingga puluhan tahun lamanya tanpa rasa bosan. 

Tidak terasa Zora dan bu Helen berbincang sampai sore, Zora memutuskan pulang dengan diantarkan oleh bu Helen, tentu saja Zora tidak menolaknya. 

"Terima kasih ya bu untuk hari ini, hati - hati di jalan bu" ujar Zora lalu turun dari mobil Helen. 

"Sama - sama Zora, semangat terus ya nak" jawab bu Helen yang dijawab anggukan oleh Zora. 

Zora memasuki rumahnya dengan langkah lesu, hari ini banyak sekali peristiwa yang bahkan ia tidak pernah duga sebelumnya. Zora memasuki rumahnya yang sepi, tidak ada siapa pun selain dirinya. Ia bahkan tidak tahu di mana keluarganya berada dan siapa keluarganya, yang ia tahu ia di besarkan oleh sesosok laki - laki yang dia sebut dan dia anggap sebagai ayah. Tapi laki - laki itu kini sudah tidak ada, dan saat pergi pun laki - laki itu tidak mengatakan apa pun. Dia hanya meminta Zora untuk selalu bertahan entah sampai kapan. 

"Pah...." ujar Zora menatap foto yang terpampang besar di ruang tamu

"Zora udah bertahan nih, kuat banget Zora udah kaya anak berbaju besi nih. Papah nyembunyiin rahasia sebanyak apa sih dari Zora? Papa gak mau spill nih?" tanya Zora masih menatap foto tersebut.

"Cemen banget sih papa, pergi gitu aja gak ada ngomong apa - apa. Seenggaknya pake kode lah pah. Gini - gini Zora pintar kode - kodean loh pah" lanjut Zora masih berceloteh dengan foto tersebut. 

"Papa banyak banget bohong sama Zora, mana bohongnya jelek banget lagi. Nama papa Jung Jefferey kan, bukan Jamal Syamsudin. Dikasih nama estetik malah disia-siain. Zora gak ngerti sama pola pikir papa yang agak laen" lanjut Zora mengeluarkan uneg - unegnya. 

Buku La La La Lost You memberitahu semuanya, buku yang ditulis oleh papanya sendiri. Awalnya Zora menganggap buku itu ditulis seperti journal orang pada umumnya, namun semakin Zora membaca halama demi halaman, Zora familiar dengan tulisan dan cerita dalam buku tersebut. Bahkan sang papa pernah menceritakan kisah yang sama seperti yang tertulis di buku tersebut kepada Zora. Zora perlahan mengerti dan semakin tahu akan kisah papanya. 

Tapi yang Zora pertanyakan adalah siapa Zora? Siapa ibu Zora dan di mana keluarga Zora, sedari dulu sang papa selalu menjawab selagi sang papa masih ada semuanya akan baik - baik saja. Hingga sang papa meninggal dunia pun ia tidak memberi tahu siapa Zora sebenarnya. Apakah Zora anak kandungnya atau bukan. 

Sedari dulu Zora selalu berpikir jika mungkin saja Zora adalah anak yang lahir karena sang papa yang tidak bisa menahan hawa nafsunya, lalu sang papa melakukan itu dengan sang perempuan yang bisa saja jelmaan bidadari atau pun jelmaan siluman ular sehingga lahirlah Zora. Tapi dilihat dari Zora yang cantiknya luar biasa, Zora menyimpulkan jika papanya berhubungan dengan bidadari yang selendangnya tertinggal di bumi yang kisahnya sama dengan dongeng yang ada di buku bahasa Indonesia. Tapi sekarang itu bukan lagi pemikiran Zora.

"Coba papa bikin surat wasiat, kan Zora gak ribet mikir gini" Zora menatap foto Jefferey sembari mengomel

"Eh tapi papa tau gak, Zora satu kelas lagi sama Shaka yang dulu waktu SD bully Zora. Apa Zora lempar aja kepala Shaka pake batu pah? Atau Zora culik aja dia terus minta tebusan dari keluarganya?" ujar Zora masih mengoceh. 

"Au ah males, ngobrol sama papa gak ada respon" ujar Zora lalu kembali melangkah dan masuk ke kamarnya. 

Cara Zora menghibur diri adalah berbicara dengan foto sang papa. Jefferey meninggalkannya tanpa mengatakan apa pun, bahkan kematiannya terjadi begitu saja. Zora bingung harus memulai dari mana, bahkan Zora sendiri pun tidak pernah tahu siapa keluarga papanya. 

"Gini amat hidup" keluh Zora di dalam kamarnya.

"Cuek ajalah anjing. Tapi gak bisa cuek anjing, kepikiran mulu" lanjut Zora dengan segala umpatannya. 

"Kalau gue ketemu keluarga gue suatu saat nanti bakal gue getok kepalanya terus bilang, kemana aja lu selama ini anjing, kok gak nyariin gue. Liat aja nanti, wahhhhh Zora sedang hidup dipuncak komedi" Zora melempar tasnya meluapkan kekesalannya dan setelah itu berbaring di kasur. Satu menit kemudian gadis itu tertawa karena menonton video TikTok yang lewat di beranda TikTok miliknya.

ACCIDENTALLY IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang