Aksara memposisikan diri. Berlutut memandang kosong ke depan. Romi berdiri di belakang cowok itu bersiap melayangkan cambukan.

Cttass!! Cttass!!

Cambukan menghantam punggung Aksara beberapa kali bikin kulit-kulitnya terkelupas.

Aksara tak boleh memejamkan mata atau berkedip. Romi pasti akan menambah hukumannya jika hal itu sampai terjadi.

Karena menurut Romi, apapun yang sudah Aksara lakukan harus ia pertanggungjawabkan. Contohnya seperti ini. Tidak menunjukkan kesakitan berarti Aksara siap menanggung apa yang sudah ia perbuat.

Ctasss!! Selesai. Terhitung sekitar 70 cambukan dilayangkan Romi padanya.

"Renungkan ini anak bodoh!" desis Romi geram.

Pria itu keluar dari ruangan setelah menyimpan alat cambuk ke tempat semula.

Tubuh Aksara mati rasa, terbaring lemas di lantai. Tak peduli dengan punggungnya yang luka dan berdarah-darah.

Saking seringnya, tak ada lagi sakit. Rasanya kebas namun tubuhnya sangat lemas dan tak dapat bergerak untuk beberapa saat.

Tak lama seorang wanita paruh baya masuk dengan tangisnya. Bi Risma. Ibu asuh Aksara sejak kecil yang sekarang menjadi kepala Asisten Rumah Tangga di rumah ini.

"Adennn .... Hiks..." Tangis Bi Risma pecah melihat keadaan anak asuhnya sama menyedihkannya seperti dulu. "Kenapa Aden kembali padahal Aden tau kalau Tuan ingin memberi hukuman pada Aden, kenapa??"

"Aksara gapapa, Bi. Aksara baik-baik aja. Please, don't cry. I don't like it. You know, right?"

Bi Risma mengangguk kuat dan segera menghapus air matanya. Sekuat tenaga dia tahan agar cairan bening itu tidak tumpah.

"Ayo kita obatin dulu lukanya, Den. Setelah ini langsung minum obat ya, Den? Supaya badannya gak panas nanti malam."

Seperti yang dikatakan. Bi Risma sudah mengasuhnya sejak kecil. Wanita itu paham betul apa yang Aksara suka, tidak suka, kebiasaannya dan lain-lain lebih dari orang tuanya sendiri.

Bi Risma juga tau Aksara akan sakit bila tubuhnya mendapat guncangan kuat. Misalnya terluka saat bela diri, jatuh ataupun usai dicambuk seperti sekarang.

Tubuh Aksara langsung bereaksi yang menyebabkan suhunya naik.

Mereka berdua ke kamar Aksara. Bi Risma mulai mengobati luka-luka Aksara dengan lembut tak mau menyakiti orang yang sudah dia anggap macam putranya sendiri.

"Sudah selesai. Aden istirahat sekarang, supaya lebih enakan. Kalau bisa jangan tidur terlentang dulu takutnya lukanya gak kering."

"Bi, Aksa pengen tidur di pangkuan Bibi. Can i?" pinta Aksara, sendu.

Bi Risma mengangguk cepat. "Bibi tidak pernah menolak kalau Aden mau tidur di pangkuan Bibi seperti dulu. Bibi selalu siap jadi tempat mengadu buat Aden."

"Aden sudah seperti anak kandung Bibi sendiri. Bibi sayanggg sekali sama Aden, anak Bibi."

Aksara menatap kosong ke depan seraya menerima usapan lembut dari Bi Risma. Rasanya nyaman setiap berada di pangkuan wanita itu.

Aksara selalu berpikir apakah tidur di pangkuan mamanya bisa lebih nyaman daripada ini? Aksara sangat ingin. Tapi ia tau itu tidak akan pernah terjadi.

Tanpa mereka sadari seorang wanita anggun dengan dress merah terang berdiri mengintip dari balik pintu yang tak tertutup rapat.

AKSARA [HIATUS SEMENTARA]Where stories live. Discover now