Chapter 22 - Indris 2

15 5 0
                                    

"Kita harus pergi dari sini! Ikuti aku.." Noban berteriak pada empat lainnya yang sebelumnya hanya menyaksikan Aoron bertarung.

"Kami bisa membantu jika diperlukan." Fredrick tentu saja mengerti tentang apa yang sedang terjadi, jika mereka terseret lebih dalam mungkin ini akan berujung untuk mendapatkan quest yang memiliki hubungan dengan kedua orang ini.

"Apa maksudmu?! Aku tidak bilang setuju untuk itu." Raus menunjukan ketidaksetujuannya tentang keputusan Fredrick. Rein juga sedikit khawatir tentang apa yang dibicarakan oleh Fredrick lagi pula apa yang bisa dilakukan oleh karakter level nol seperti mereka.

Art adalah satu-satunya yang tidak menunjukan reaksi apapun. Sedari awal, salah satu tujuan Art memulai kembali game ini adalah memulihkan kekuatannya sebelum menjalankan rencana-rencana selanjutnya dan kali ini situasi justru mendukungnya. Seorang demon muncul dengan mudah dihadapan Art, tentu saja itu menjelaskan jika quest ini kemungkinan besar akan membawa Art menuju seorang demon yang memberi Art kekuatan Demonic Swordmaster di masa lalu.

Saat Art sedang dalam pikirannya, suara keras Noban menyadarkannya.

"Apa yang bisa dilakukan bocah lemah seperti kau?! Lebih baik segera ikuti perkataan ku." Noban berkata dengan sedikit emosi.

Setelah semua itu, keempatnya hanya bisa mengangguk, lagipula yang dikatakan oleh Noban adalah sebuah kebenaran, jika mereka tetap tinggal dan ikut bertarung, itu akan memberikan ruang leluasa untuk Indris menggunakan mereka sebagai sandra. Mungkin Aoron atau Noban tidak akan peduli bahkan jika keempatnya mati, namun bagaimana jika Aoron atau Noban melakukan hal yang sebaliknya. Itu akan menjadi akhir untuk mereka berdua karena NPC tidak mungkin untuk dibangkitkan kembali.

Kelompok lima orang itu berusaha untuk keluar, disisi lain Indris hanya tersenyum melihat kelimanya. Saat sebelum Noban mencapai ke arah pintu, ia mulai menyadari jika terdapat dinding trasparan yang menghalangi jalan keluar mereka?

'Penghalang?!... Sejak kapan?!' hanya dengan sesaat wajah Noban menegang, "Sedari awal kita telah terkepung?!"

"Kau kira aku bodoh? Jauh sebelum kau merencanakan untuk pergi, yang lainnya telah membuat penghalang untuk mengisolasi kalian." Indris yang saat itu sedang menghadapi Aoron menatap senyum kepada Noban.

Ini tidak seperti yang telah dipikirkan oleh Noban. Jauh sebelum itu, Aoron telah melakukan deteksi sekitar, namun kenapa ia tidak menyadari keberadaan penghalang tersebut? Kepala Noban berfikir dengan keras hingga pada satu waktu sebuah hal yang mungkin jawabannya muncul dalam pikirannya.

"Kekuatan kegelapan murni?!" Meski Noban mengatakan itu, ia tidak dengan cepat menyimpulkan. Hanya saja satu-satunya hal yang terpikirkan setelah merasakan penghalang yang tidak teridentifikasi bahkan dengan keahlian deteksi Aoron, Noban hanya bisa berspekulasi jika ini adalah energi gelap lain yang serupa dengan milik para Ethernal Darkness.

Kekuatan gelap yang bahkan tidak bisa ditiadakan oleh cahaya, itu adalah kekuatan sekaligus unsur dari para Ethernal Darkness. Disisi lain kekuatan serupa muncul begitu saja, "Kemunculan kembali Demon membawa banyak perubahan."

Apa yang bisa Noban lakukan untuk keluar dari tempat ini? Jika bukan karena kebodohannya untuk mengemasi semua barang ini mungkin kejadian ini tidak mungkin terjadi. Pada titik ini, Noban hanya bisa menerima semuanya, bagaimanapun tidak ada gunanya menangisi susu yang telah tumpah.

Sekilas Noban melihat Aoron yang sedang bertarung dengan indris, pikirannya mengatakan jika terus seperti ini mereka akan binasa. Hingga pada saat yang sama Noban mulai memutuskan sesuatu.

"Aku akan bertarung..." Noban berbicara dengan dingin sebelum kembali berbicara, "Kalian bertahanlah sebisa kalian." Art dan yang lainnya mengangguk sementara itu transisi sebuah kapak dengan ukuran tidak biasa muncul secara tiba-tiba di tangan Noban. Kapak dengan gagang yang panjang serta motif tanah beserta lahar panas yang mengalir di antara kapak tersebut memancarkan aura intimidasi yang kuat.

Disisi lain Art tercengang, sesuatu yang dipegang oleh Noban bukanlah senjata biasa, melainkan replika dari salah satu dari senjata agung, kapak bumi. Ini sudah bukan lagi menjadi rahasia umum, keberadaan senjata agung telah di sorot di berbagai quest atau bahkan mitos yang beredar di masyarakat. Hingga saat ini hanya tiga senjata agung yang telah di ketahui oleh publik, salah satunya adalah Earth Greataxe serta dua lainnya adalah Sky Sword dan Sea Trident.

"Apakah mungkin?!..." Mata Art terbelalak, dalam pikirannya rekaman ulang pertarungannya melawan Artelsia Kingdom diputar kembali, pada saat itu Art sangat ingat detik-detik saat Sky Sword yang telah jatuh di atas langit digagalkan oleh sesuatu yang asing. Art tidak mempercayainya namun Art yakin jika Noban adalah keberadaan yang telah menghentikan momentum Sky Sword di masa lalu.

Pertarungan antara Indris dan Aoron berhenti sejenak, mereka menatap Noban, Aoron menaikan sudut bibirnya sementara Indris menatap senjata raksasa yang sedang dipegang oleh Noban dengan perasaan yang buruk.

"Kau serius?" Aoron berbicara singkat.

Noban memandang sekilas kepada Aoron, "Kau pikir kau bisa menghancurkan penghalang yang mengurung kita ini? Kekuatanku dibutuhkan."

"Hmp, kau terlalu sombong botak! Apa kau tidak mengingat duel terakhir kita?"

"...!!."

"..?!.."

Art dan yang lainnya merasa heran, apa sebenarnya pertarungan ini tidak begitu serius?

Pada saat itu serangan diam-diam Indris berhasil melukai Aoron, "Kau pikir siapa yang kau lawan? Beraninya memalingkan wajah dariku!!"

Tidak terdapat senyum lagi di wajah Indris, sebelumnya ia berfikir bahwa lelaki botak yang selalu bersama Aoron adalah pria kolot tanpa kemampuan, namun saat ini justru fakta telah berbalik, ia tidak berfikir bahwa lelaki botak itu memiliki kekuatan fisik yang mencengangkan yang bahkan membuat sedikit aura intimidasi dirasakan oleh Indris.

"Kau terlalu bersemangat nona muda." Aoron berprilaku biasa. Padahal seorang assasin indentik dengan teknik racun mereka karena 90% assasin pasti menggunakan racun untuk melumpuhkan atau memperlemah lawan mereka.

Luka yang tergores di lengan kanannya yang tertutup oleh kain putih bereaksi, dalam seketika pola aneh berwarna merah di lengan Aoron bersinar, itu memunculkan aura merah pekat seperti darah. Sementara itu Aoron hanya mengeluarkan erangan kecil seolah itu menyakitinya.

-Dosa!

Suara misterius dengan nada yang berat kali ini bergema disekitar. Namun Aoron tidak memperhatikan itu, bagaimanapun itu adalah hal biasa bagi dirinya, apa yang bisa diambil dari suara yang hanya bisa mengatakan 'Dosa'?

Jelas itu berbeda dengan Art dan yang lainnya, ketika suara itu bergema telinga mereka terasa sakit, bahkan bulu kudu mereka berdiri.

Indris menatap tajam ke arah lengan Aoron yang memunculkan aura merah pekat sebelum pandangannya kembali kepada Aoron, "Kehadiranmu begitu tidak biasa kek. Bahkan setelah selama ini kau masih menarik perhatian demon itu."

"Tak perlu bicara lagi, datanglah."

"Maaf, tapi rencana telah berubah. Aku akan pergi terlebih dahulu, sampai bertemu kembali kakek, he he." Pada saat yang sama kehadiran Indris mulai trasparan meninggalkan distorsi pada area yang sebelumnya indris berada.

"Aku tidak akan membiarkannya!!" Noban berteriak, pada saat yang sama ia dengan singkat mengayunkan kapak raksasanya ke tempat sebelumnya Indris berada, berfikir bahwa Indris hanya menghilang dan belum meninggalkan area sekitar.

"Percuma, aku telah berhadapan dengannya sangat lama. Keahliannya itu bukan sebatas menghilang." Aoron memberitahu Noban.

"Jika begitu..." Noban menyiapkan momentum sebelum menerjang kearah penghalang yang mengurung mereka sebelum menghantamkannya dengan kekuatan yang gila, "...Ayo kita kejar wanita itu." Dalam seketika penghalang misterius itu pecah dan hanya meninggalkan keberadaan mereka berenam.

Glorious Destiny - Book 1Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ