the cockroach didn't appear

Start from the beginning
                                        

"T-Tapi aku gak kenal mereka, Kak. Takut temen-temen kakak jadi canggung gara-gara aku."

"Ya kenalan dong. Santai aja, mereka gak bar-bar kayak Bas sama Natalie. Aku yakin kamu langsung bisa nyambung sama mereka. Apalagi Eliza, pacarnya si Felix, bawelnya gak karuan."

Eliza, jadi itu nama dari pacarnya Kak Felix. Aku harus bisa menyampaikannya kepada Luvia agar dia bisa berhenti mengejekku.

"Yaudah nanti deh aku pikirin lagi."

"Sip deh. Ohiya, udah hampir jam 7 nih. Kamu mau pulang sekarang apa gimana?"

Berada disisinya sungguh membuatku lupa waktu. Bahkan aku sempat mengira ini masih sore hari.

"Agak nanti juga gakpapa sih Kak asalkan gak diatas jam 9."

"Oke berarti masih ada waktu kan? Aku mau mandi dulu. Gak nyaman soalnya rambutku lepek." Ia mengacak rambutnya pelan hingga helaiannya terurai lembut.

"Makanya gak usah panjangin rambut kalau udah tau di sini panas," candaku dengan sebuah senyuman usil.

"Tapi jadi makin ganteng kan kalau rambutku panjang?"

"Aku aja gak pernah lihat muka Kak Ace waktu rambut cepak."

Bohong. Padahal aku sudah melihatnya berulang kali fotonya saat berambut cepak di akun unpelya ganteng.

"Ohiya, bener juga. Nanti deh aku kasih lihat. Mau mandi dulu." Ia pun beranjak dari posisinya. "Kalau ada apa-apa bisa teriak aja ya, aku kalau mandi sambil setel lagu soalnya."

"Oke, Kak. Santai aja."

Ia pun melangkah ke kamar mandi seraya merenggangkan badannya sesekali. Selesai menghabiskan es krim, aku yang merasa gabut karena tidak ada kerjaan langsung kembali memperhatikan ruang kerja Kak Ace dari posisiku berada. Bagian mejanya masih belum rapi, pensil hingga beragam bentuk brush masih berserakan tak karuan di atas kertas-kertas karya yang sudah selesai. Sepertinya aku harus membereskannya sampai Kak Ace selesai mandi.

Aku lantas beranjak dan memunguti kertas-kertas dengan beragam lukisan yang tercetak indah di sana. Kemudian menyatukannya menjadi satu didalam sebuah map plastik berwarna abu-abu. Disana ada label bertuliskan 'Ace's Gems', hal itulah yang membuatku yakin apabila Kak Ace tak akan masalah jika aku menaruhnya di sana.

Tak lama kemudian, aku berkutat membersihkan peralatan melukis milik Kak Ace ke dalam beberapa rak tabung. Lalu, semua sketchbook yang hampir semua lembarnya terisi penuh itu aku letakkan secara bertumpuk pada rak di samping meja. Di apartement Kak Ace, ia memiliki setidaknya lima rak buku tersebar disegala penjuru ruangan. Ada di ruang kerja, ruang tengah, bilik baca, dan dua lainnya di samping tempat tidur. Sepertinya ia benar-benar suka membaca buku. Bahkan hampir seluruhnya sudah terisi penuh.

Begitu menyelesaikan sesi bersih-bersih, aku pun menatap bangga ke arah bilik kerja itu dan mengedarkan pandang hingga ke sudut terkecil, takut jika menyisakan kesalahan. Hingga kedua lensaku jatuh pada lukisan yang terpajang di salah satu dinding. Bagian atas figura putih itu terlihat sudah menghitam karena berdebu. Pasti jasa bersih-bersih yang Kak Ace sewa melewatkan spot tersebut.

Aku langsung mengambil sebuah kursi kayu dan meletakkannya di depan figura yang terpajang. Lalu aku pun menaikinya agar kedua tangan ini bisa mencapai figura besar tersebut. Saat sudah berhasil menyentuh kedua ujungnya, aku yang hendak mengangkatnya perlahan refleks menghentikan aktivitas begitu merasakan sesuatu yang mulai menjalar diujung jemari kananku. Dengan gerakan cepat aku melepas genggamanku pada figura itu dan menarik kembali tanganku.

Dan begitu melihat keberadaan seekor hewan kecil berwarna hitam kecolatan mengkilap di sana, aku langsung histeris.

"AAA!"

Aku refleks mengayunkan berulang kali tangan kananku sampai yakin apabila hewan itu sudah pergi entah kemana. Reaksiku yang heboh karena geli pun membuat keseimbanganku berkurang. Dan aku yang terhuyung pun berakhir jatuh dari kursi dalam posisi tersungkur.

"Aw," pekikku pelan.

Setidaknya aku merasa lebih baik jatuh ketimbang harus bersentuhan dengan makhluk bernama kecoa itu. Sungguh mengerikan. Ini kali pertama hewan itu menyentuh salah satu bagian tubuhku. Meskipun hanya sekilas, tapi itu mampu membuat bulu kudukku meremang dalam jangka waktu lumayan lama.

Secara samar aku mendengar suara pintu dari arah dalam terbuka, disusul langkah seseorang yang berjalan mendekat dengan cepat. Aku masih pada posisiku ketika sosok itu datang dan menanyai keadaanku.

"Kei? Kamu kenapa?! Kok di lantai gini? Kamu jatuh?"

Ia menggenggam lembut kedua lenganku dan menariknya pelan, hendak membantuku bangkit. Aku yang menunduk malu lantas membalasnya sedikit gugup, "I-Iya Kak, t-tadi mau bersihin figuranya. T-tapi malah ada—"

"Ada apa?"

Aku yang mendongak, hendak menatap wajahnya, justru dibuat salah fokus dengan kondisi Kak Ace saat ini. Raut wajahku yang semula terdapat kerutan didahi sebagai tanda kesal akibat terjatuh, beralih dengan kedua mata membulat kaget dalam sekejap. Aku baru teringat apabila sebelumnya ia sedang mandi. Hanya ada sehelai handuk putih yang menutupi bagian bawah tubuhnya saat ini. Rambutnya basah membuat tetesan air yang berjatuhan terus membasahi lantai. Dan ia yang hanya bertelanjang dada dengan beberapa butiran embun menempel di lengan dan bahunya, langsung berhasil membuatku tercekat.

Saking mengejutkannya hal itu hingga membuat nyawaku melayang entah kemana selama sesaat.

"Kei? Kamu gakpapa kan?" Ia mengguncangkan tubuhku pelan.

Kak Ace mendekatkan wajahnya membuatku menahan napas. Aku langsung membuang muka, berusaha mencari-cari objek lain untuk dipandang. Pasti wajahku kali ini terlihat seperti kepiting rebus, alias sangat merah.

"T-Tadi ada k-kecoa," ucapku gugup. Entah karena efek kecoa atau efek Kak Ace.

"Ohiya? Wah, besok aku panggil cleaning service deh. Tapi kamunya gimana? Ada luka gak?"

Rasanya ingin sekali pura-pura pingsan tapi untuk saat ini, itu adalah hal mustahil dilakukan. Aku lantas terus mempertahan posisi wajahku yang menunduk, enggan untuk saling bertatapan dengan Kak Ace.

"G-Gakpapa kok."

"Serius?"

Aku mengangguk pelan.

"Yaudah, kalau gitu aku lanjutin mandi dulu ya, bentar lagi kok."

Aku tak menjawab, masih berada diposisi dalam keadaan mematung dan kaku. Sedangkan lelaki itu langsung beranjak dan melangkah cepat menuju kamar mandi. Saat itu terjadi, aku pun mendongak perlahan, menatap sekilas punggung bidangnya sebelum menghilang dibalik tembok.

Dalam hati aku merutuk diriku sendiri, kenapa hal seperti ini bisa terjadi dalam hidupku? Rasa canggung dan malu terus bercampur aduk sampai membuatku penat.

Seandainya saja kecoa itu tidak muncul, aku tidak akan melihatnya datang dengan terbalut handuk saja.


if only,Where stories live. Discover now