03 | Hello My Home

47 2 0
                                    

Mashiho diam, dia nunduk, memilin bibir kesal. Perasaan iri dan marah itu muncul lagi.

"Gue bisa berhenti jadi komposer di Waiji dan cari kerjaan lain kalau itu bisa ngeganti rasa sakit lo---"

"Dan buat Bang Hyunsuk benci gue, gitu? Lo mau semua orang nganggep gue jahat, ya, Sahi?" Mata berkaca-kaca Mashiho bertatapan dengan manik polos Asahi.

"Soal itu biar gue yang urus. Perusahaan udah cukup mapan buat ngegaji komposer dari luar. Selama gue bisa ngehasilin duit sama besar dengan waktu gue kerja di Waiji, gue yakin Bang Hyunsuk ama Bang Jihoon nggak bakal keberatan." Asahi menjawab lempeng.

Mashiho nggak lagi bisa mengontrol dirinya. "Kenapa, sih, semua hal selalu lo anggap sepele? Lo kira semudah itu? Pasti Bang Hyunsuk heran kenapa lo yang dari kecil udah suka musik tiba-tiba berhenti kerja. Abang pasti maksa lo buat jujur, dan waktu dia tahu alasannya karena gue, karena ketololan gue, lo pikir pandangan Bang Hyunsuk ke gue bakal kayak apa? Bang Jihoon, Yoshi, Yedam, bahkan Haruto bisa aja nganggep gue yang jahat di sini. Itu yang lo mau?"

"Terus gue harus apa?!" Mashiho terkejut kala Asahi meninggikan oktaf suaranya. "Lo mau gue mati baru lo puas?"

Mashiho terperangah. "Asahi! Gini cara lo ngomong ke gue?" tanyanya tak habis pikir.

Asahi menunduk, dua lengannya ditumpu lutut, mengurut dahinya pusing. Emosi yang pecah tak pernah Mashiho lihat dari Asahi. Asahi adalah anak pendiam yang waktu semua orang ketawa, dia bakal menunjukkan wajah datar dan senyum setipis mungkin.

Baru kali ini Asahi berteriak, bahkan menanyakan soal kematian ketika Asahi jelas-jelas tahu kata itu adalah kata keramat yang amat sensitif bagi mereka semua?

Sahi mengusap wajahnya kasar. "Lo keluar dulu deh, Shiho. Masalah ini biar gue selesaiin. Soal Hyunsuk atau adek-adek yang bakal benci lo, gue bakal mikirin lagi solusinya. Lo keluar ... Bang."

Mashiho menatap Asahi marah. Rahang Shiho bergerak geram, tangannya mengepal kuat, menimbulkan urat nadi yang menonjol kencang.

Tanpa berkata apa-apa, Mashiho keluar dan membanting pintu kemudian melangkah lebar menuju kamarnya di lantai dua.

"Buset! Apaan tuh?" syok Haruto.

"Kaget gue." Yoshi memegang dadanya yang berdetak kencang.

"Mashi, suara apaan tuh tadi...." Pertanyaan Jihoon ke Mashiho yang lewat bergantung tanpa dapat jawaban. Junghwan, Yooni, Doyoung, dan Jaehyuk memandang punggung Mashiho yang secepat kilat lenyap ke lantai atas.

"Lo nggak pa-pa, Dek?" Jaehyuk langsung cemas begitu Yooni kelihatan susah bernapas. Kekhawatiran Jaehyuk bikin yang lain pada ngalihin fokus ke si bungsu.

"Kasih minum," suruh Jihoon. Doyoung yang memang baru-baru muncul dan megang gelas berisi air menyodorkan itu pada adeknya.

Yooni berkeringat dingin. Bedebum kencang dari kamar Asahi yang dekat banget sama dapur sungguh menyentak Yooni. Tidak seperti kakak-kakaknya yang kuat, Yooni justru sering masuk rumah sakit sejak bayi. Jantung Yooni itu lemah, beruntung tak ada komplikasi lebih parah selama Yooni beranjak remaja. Tapi tetep aja, bentakan dan suara hantaman yang teramat kencang bisa gawat bagi cewek itu.

"Gue nggak pernah lihat Bang Shiho kayak gitu," gumam Junghwan mengecilkan suaranya. Dia takut, kayak bakal ada pertengkaran serius seperti waktu Junghwan pertama kali datang ke rumah ini.

"Udah-udah, nggak usah mikirin itu." Jihoon menginterupsi keheningan yang cukup panjang. "Yoshi, lo udah mau ke kantorkah?"

Yoshi mengangguk.

"Junghwan ama Yooni ikut sama lo aja kalo gitu. Tolong, ya. Bang Hyunsuk masih mandi kayaknya. Kasian, nanti telat."

Ucapan Jihoon seperti mantra yang tak bisa dibantah. Yooni berdiri, membiarkan Jaehyuk memakaikannya ransel merah mudanya. Di sebelahnya, Junghwan menenggak susu sisa adeknya cepat, kemudian mengambil tas di sofa.

Hello My Home [12💎]Where stories live. Discover now