Datang dan Pergi

4 1 0
                                    

Langkah kecil Freya ambil menelusuri koridor rumah sakit yang sepi. Kala itu bulan sabit bersinar begitu terang, nampak seperti seluncuran yang sering Freya mainkan saat ia kecil. Freya sendirian, tak tahu hendak kemana. Matanya menelaah ke segala arah sampai langkahnya terhenti saat melihat seorang gadis kecil tengah menangis di samping kasur pasien dalam ruangan sebelah kanan Freya.

Sosok gadis kecil yang ia hafal perawakannya. Tanpa ragu Freya berjalan menghampiri gadis kecil tersebut sebab heran mengapa dirinya masih terjaga pada jam yang seharusnya dia sudah terlelap.

“Ca,” sapa Freya seraya menepuk pelan pundak gadis kecil itu. Tak ada respon, dia masih tetap menutup wajah dengan ke dua telapak tangannya. Freya mulai mengelus pundak mungil itu hingga tiba-tiba lampu mati begitu saja. “CACAAA!!!” jerit Freya spontan. Namun tak lama lampu kembali menyala.

“Ca?” gadis kecil yang semula berdiri di samping Freya menghilang begitu saja. “Ca?” untuk kedua kali Freya memanggil seraya menebarkan pandangan mencari sosok gadis kecil tersebut.

“Da,” terdengar suara parau memanggil nama Freya, suara yang taka sing di telinga Freya, ia yakin itu suara Milo.

“Milo?” Freya bingung sekaligus takut. Seingatnya, yang terbaring di kasur pasien tadi adalah seorang ibu-ibu, tapi entah, Freya pun tak begitu memperhatikan siapa yang terbaring di sana, sebab dari awal fokusnya hanya terarah pada Sasha. Dan sekarang, sosok yang Freya tebak ibu-ibu tersebut berubah menjadi Milo bersamaan dengan Sasha yang tiba-tiba menghilang.

“MILOOO!!!” lampu ruangan tersebut mati kembali, membuat Freya tak dapat melihat apa-apa. Benar seperti orang buta. “Milo aku takut!” Lirih Freya. Tak ada suara dari Milo, membuat jantung Freya bekerja dua kali lipat dari sebelumnya, keringat dingin keluar, juga bulu kuduk yang menegang. “Miloo!!!” tak terasa bulir air mata jatuh terjun.

Tangan Freya erat menggenggam sprei kasur. Fikirannya kacau, badannya beku tak dapat bergerak, dia begitu ketakutan, bingung akan apa yang harus dilakukan. Hingga akhirnya ia memilih untuk menutup mata sejenak dan ketika ia membuka mata keadaan sudah seperti sedia kala. Namun Milo, pemuda tersebut ikut menghilang.

“Milo? Caca?” Freya kebingungan atas apa yang terjadi. “Milo!” untuk kesekian kali Freya memanggil nama Milo. Mata Freya terus menjelajah ke setiap sudut ruangan, tak yakin dengan apa yang dicari. “Milo?” sampai matanya mendapati sesosok pemuda dengan perawakan tinggi besar yang baru saja melewati ruangan tempat Freya berada sekarang.

“Milo!” Freya berteriak seraya berlari mengejar sosok pemuda yang ia yakini itu Milo. Saat Freya sudah berada di koridor, ia melihat sosok tersebut sudah berada jauh dari tempat ia berdiri. Rasa-rasanya tadi Milo berjalan santai seperti biasa dengan tangan saling menaut di belakang badan, namun kini jarak mereka sudah sangat berjauhan. “Milo!” teriak Freya begitu keras hingga pemuda tersebut menoleh. Hanya menoleh, tidak dengan membalikan badannya.

Satu hal yang membuat hati Freya sakit, sebuah kepala gadis muncul dari  depan tubuh Milo, matanya menatap tajam Freya dari kejauhan. Siapa? Freya tak mengenal gadis berambut ikal tersebut, kulitnya gelap namun menawan.

“Milo tunggu aku!” tak peduli dengan apa yang sebenarnya terjadi diantara Milo dan gadis tersebut, Freya lebih mementingkan keadaan dirinya saat ini. Ia tak mau sendirian, mengingat kejadian tadi yang begitu mengerikan. Seruan Freya tak dipedulikan. Kedua orang tersebut kembali berjalan tanpa menunggu Freya terlebih dulu.

“Milo!” seru Freya seraya berlari, mencoba mengejar. Namun langkahnya begitu tipis, Milo sudah hilang dari pandangannya. Freya kembali sendiri. “Milo!” kali ini air mata berlomba-lomba terjun dari mata Freya. Berhasil membuat pipi chubby gadis tersebut menjadi basah.

“Daisy?” sebuah suara yang ia rindukan akhirnya terdengar memanggil namanya dari kejauhan. Cekat Freya mencari dari mana asal suara tersebut. “Daisy!” tergopoh-gopoh Milo berlari dari arah yang berlawanan. “Daisy kamu nggak papa?”

Pertanyaan yang Milo ajukan tak Freya jawab, gadis itu kebingungan. Iya kelihangan Milo dua kali dalam semalam. Apakah Milo yang satu ini adalah Milo yang sesungguhnya? Atau hanya khayalan? Freya tak tahu.

“Da?”

Mata Freya memerah, gadis itu berteriak keras sampai posisi tubuhnya berubah menjadi duduk. Freya membuka mata perlahan, dilihat ruang kamar tidur miliknya yang begitu luas. Semuanya terlihat baik-baik saja, tadi itu hanya mimpi buruk. Namun perasaan Freya masih sama, rasanya benar-benar kehilangan.

“Angkat! Milo angkat!” Freya resah, tangannya sudah menggenggam hanphone yang coba ia coba sambungkan dengan kontak milik Milo, tak peduli seberapa gemetar tangannya.

“Daisy? Halo?” tenang sudah Freya setelah mendengar suara Milo. Tak kuasa gadis itu menahan tangis. “Halo?” Freya tak menjawab, namun suara segukan yang Freya keluarkan dapat dengan jelas Milo dengar. “Daisy nangis? Daisy lagi sedih?” Freya menggeleng, tak menjawab. Ia tahu Milo tak dapat melihatnya, tapi bibirnya terlalu kelu untuk berucap, hanya dapat berharap Milo mengerti meski hanya mendengar isak tangis.

Milo diam, ia tahu Freya berusaha untuk berucap. Perlahan Milo menyanyikan lagu Lavender Blue, lagu kesukaan Freya sejak kecil. Dan ya, isak tangis Freya terdengar mengecil, semakin pelan hingga isakan itu hilang. “Tadi…” meski begitu Freya masih susah untuk berucap.

“Milo ke rumah Daisy ya?!” sebuah pertanyaan sekaligus pernyataan dari Milo yang tanpa ragu langsung Freya anggukan seraya ber-hmm. Ya, Freya membolehkan Milo untuk pergi ke rumahnya.

“Milo jangan matikan sambungannya!” pinta Freya. Tak ada jawaban dari Milo, hanya terdengar suara-suara tak jelas yang tak lama disambung dengan suara langkah kaki.

My Baby BaymaxWhere stories live. Discover now