34. Seriously, We're Scattered?

1 0 0
                                    

Tergopoh-gopoh Raihan berenang menuju tepian. Nahas, ia hampir tenggelam karena berat ransel gunung bertambah berkali-kali lipat. Berusaha menarik ketepian malah semakin menyulitkan alhasil ia harus rela melepaskan beban dipunggungnya. Pemuda itu sempat menatap nanar tas yang dibiarkan hanyut terbawa arus sebelum berenang ke daratan.

Sejauh mata memandang ia tidak bisa menemukan satu orangpun.

"Caca!" Raihan memutuskan untuk menyusuri hilir sungai. Berharap bisa bertemu dengan rekan-rekannya.

Kaki Raihan melangkah kecil-kecil, terpisah dari teman-temannya memberikan tekanan batin pada pemuda blasteran ini, perioritasnya sekarang adalah menemukan keberadaan sang adik.

Ingatannya dibawa berkelana ke beberapa waktu sebelumnya. Ketika baru saja terjatuh dari tebing. Tubuhnya kaget saat menghantam air, beberapa detik ia habiskan untuk mencerna keadaan. Warna air yang kecekolatan membuat Raihan hanya bisa melihat samar-samar bayangan teman-temannya. Ia berusaha menggapai satu persatu, tapi ketika didekati ia tak menemukan apa-apa.

Pasokan udara di paru-paru kian menipis tidak memberi Raihan pilihan lain kepala pemuda ini muncul ke permukaan setelah terseret beberapa meter. Ia memutar tubuh tiga ratus enam puluh derajat dan begitulah, ia mendapati dirinya hanyut seorang diri. Perjuangan belum usai, ia harus berusaha untuk mencapai daratan hingga ia baru bisa menginjakkan kaki di tanah setelah terseret belasan meter.

Tidak patah arang, ia kembali memanggil nama rekan-rekannya.

"Caca, where are you!" Kerongkongan Raihan sudah serat. "Bang Bayu, Bu Marni, Loli, Mulyo!"

Kepakan sayap mengagetkan pemuda itu. Spontan kepalanya menegandah dan menemukan seekor elang wallance sedang terbang tepat di atasnya. Dia juga melihat hewan seperti monyet, tupai dan beberapa jenis mamalia lainnya baik bergelantungan di pepohonan atau bersembunyi di semak belukar. Raihan bermuram durja hanya dalam sepersekian detik, sejauh tepian sungai teriakkannya hanya disahuti binatang liar.

Angin sepoi bertiup dari belakang, Raihan segera memeluk tubuh sendiri. Akibat terlalu panik ia sampai tidak sadar bahwa pakaian yang digunakannya basah kuyup.

Tidak ingin masuk angin, pemuda itu memutuskan untuk membuka baju dan mengangin-anginkannya, sementara dirinya berjemur di bawah terik matahari. Selama berdiam diri otaknya tetap bekerja keras.

Jarak antara dirinya dengan markas para penebang liar tadi mungkin tidak terlalu jauh. Ia kembali memperhatikan air. Arus sungai tidaklah deras tapi tidak bisa pula disebut lambat. Kedalaman air bisa mencapai empat sampai sepuluh meter, selain itu air yang berwarna kecokelatan membuatnya tidak bisa menyimpulkan keadaan di dalam air. Menggeleng, pemuda ini kemudian berdiri dan mengambil langkah mundur untuk melihat permukaan air jauh lebih jelas lagi. Ia membola sebentar sebelum kembali larut dalam pemikiran sendiri.

Agaknya mustahil untuk menyeberang hanya dengan berbekal kemampuan berenang. Jarak tepi satu ke tepi lainnya lebih dari seratus meter serta bahaya bisa saja menantinya dari dalam air.

Raihan lantas berbalik ke deretan pepohonan. Sepertinya ia harus membuat rakit darurat. Tapi sebelum itu, dari mana ia mendapat peralatan untuk membuat benda itu?

Kalau belum dicoba siapa yang tahu, setelah dirasa baju agak mengering pemuda itu masuk ke dalam hutan.

Suasana hutan terasa lebih mencekam. Raihan merasa mata-mata tajam selalu mengawasinya. Pemuda ini berjalan penuh waspada jaga-jaga ada komplotan penebang liar atau hewan buas di sekitar sini. Disaat situasi seperti ini, ia malah kaget dengan suara ribut yang berasal dari organ penampung makanan.

Pemuda ini meremas perut tidak lama setelah mendengar bunyi dari sana. Kemudian celingak-celinguk mencari sesuatu yang bisa dimakan.

Hutan tropis Kalimantan, Raihan tidak perlu khawatir tentang perut, pasalnya alam akan menyediakannya cuma-cuma. Hanya butuh sedikit pengetahuan survival untuk mengidentifikasi mana tumbuhan aman maupun berbahaya untuk dikonsumsi.

Raihan: The Great IssueWhere stories live. Discover now