29. Wonderful Borneo Rainforest.

1 0 0
                                    

Enam orang ini berjalan berjejer sepanjang jalan setapak dengan Bayu sebagai pemimpin rombongan, di belakang pria itu berturut-turut ada Aisha, lalu Aldo, Kayla, Raihan dan Marni sebagai orang terakhir. 

Sinar matahari telah menembus sela-sela rimbunan pohon, pun embun yang nangkring di dedaunan mulai menguap. Kendati demikian udara masih terasa sejuk, medan menanjak dan sedikit lembab menjadi tantangan tersendiri dipendakian rombongan ini. Kiri kanan jalan hanya terlihat barisan pepohonan. Beberapa kali rombongan ini diinterupsi oleh hewan liar.

Bayu tiba-tiba berhenti. Pria ini lantas mendekat pada sebuah pohon. Grasak-grusuk dari pergerakkanya membuat tupai dan beberapa burung hengkang dari pohon tersebut.

"Sebentar lagi kita akan sampai di pos pertama!" ucap Bayu sedikit berteriak setelah melihat papan penunjuk arah. Sekitar lima ratus ke depan mereka sudah mencapai basecamp Pak Atta---pos pertama.

Tepat dua puluh menit kemudian mereka tiba di tempat yang dimaksud. Sebuah rumah sederhana yang menghadap ke lereng gunung. Kedatangan mereka langsung disambut seorang pria paruh baya yang sering dipanggil Pak Atta---sang guru kunci gunung Niut.

Sementara Bayu dan Marni bercakap dengan Pak Atta. Kayla langsung mengajak teman-temannya untuk berswafoto berang satu dua potret. Gadis itu dengan semangat mencari titik yang sekira meninggalkan kesan estetika jika dijadikan latar foto.

Meninggalkan empat remaja itu. Bayu dan Marni menyambut jamuan dari Pak Atta, tiga orang dewasa itu bercakap-cakap ringan sebelum Bayu mengeluarkan secarik kertas berisi foto seorang pria kepada Pak Atta.

Sang juru kunci tertegun beberapa saat untuk mengingat-ingat para pendaki yang telah melewati pos ini. Saking banyaknya ia hampir tidak bisa mengenali pria dalam foto.

"Dia mendaki gunung ini sekitar tiga atau dua bulan yang lalu." Bayu mencoba membantu.

"Ah, iya saya ingat orang ini. Tapi saya lupa namanya, dia adalah pendaki yang selalu sibuk dengan laptop dan kamera. Tapi Seingat saya bertemu dengan beliau baru-baru ini." Pria itu kembali berpikir guna menggali ingatan di sela-sela sel otak. "Sekitar beberapa hari yang lalu."

Bayu mengangguk-angguk, sekilas bersitatap dengan Marni. Dua orang dewasa itu saling mengerti meski hanya lewat kontak mata.

"Anu ... saya permisi dulu." Pak Atta undur diri, pasalnya dari ujung jalan terlihat rombongan pendaki lain yang baru tiba.

"Saiful Darwawi menghilang sekitar seminggu lalu," Marni bergumam. Ia kemudian membuang muka dari Bayu dan menghampiri empat remaja yang sedang asik sendiri itu.

Meninggalkan Bayu yang melotot kepadanya.

Perempuan ini mengitari sekitaran basecam, ada banyak regu pendaki lainnya---orang-orang itu terlihat menikmati waktu istirahat dengan berswafoto, bercengkrama maupun memakan bekal, Marni lantas melihat ke kelompoknya sendiri.

Anak-anak itu telah terpencar ke berbagai arah. Marni menghela napas lelah. Tujuan utama mereka ke gunung ini bukan bersenang-senang, tetapi sepertinya tidak masalah untuk sedikit menghibur diri setelah dihadapkan dengan pemberitaan viral yang masih saja segar diperbincangkan.

"Anak-anak, kita istirahat di sini selama satu jam kalian bebas ngapain aja." Marni menginstruksi. Ia lantas mendekat pada Aisha yang asik meneropong kesana-kemari.

"Sejauh ini ngga ada yang aneh." Aisha menurunkan alat bantu penglihatan. Marni mengangguk takzim. Tempat yang ditunjuk Aisha adalah bagian hutan yang tidak termasuk rute pendakian.

Marni memutar tuas leher ke kiri, memerhatikan aktivitas dari regu lain." Terus perhatikan jangan ada yang terlewat dan jangan segan untuk mengorek informasi dari pendaki lain."

Raihan: The Great IssueWhere stories live. Discover now