33. Camp in the Center of Borneo Forest

2 0 0
                                    

Kicau burung menebar kesahduan di ruang sunyi ini. Terbang sedang di atas tiga anak manusia yang terlihat meratakan diri dengan tanah.

Perhatian semuanya tertuju pada sebuah kawasan lebih landai dari tempat mereka saat ini. Sebuah komplek, pemukiman, perkampungan, kamp, barak ---entah apalah sebutannya yang pasti tempat itu terdiri dari beberapa rumah semi permanen, kawasan terbilang cukup luas dan ramai. Di sekitar tempat itu ditemukan juga kendaraan berat dan tumpukan kayu gelondongan.

"Camp tengah hutan?" Kayla mengatur teropong untuk lebih fokus lagi.

"Ada sekitar tiga puluh sampai enam puluh orang di tempat itu," ujar Marni. Sementara anak-anak terus mengamati, ia sibuk dengan kamera DSLR, memotret apapun yang bisa dijadikan bukti.

"Gimana caranya mereka membawa alat berat ke dalam hutan?" timpal Aldo. Dia menyorot barisan kendaraan berat yang berada di belakang bangunan.

Suara gaduh dari belakang memaksa tiga orang itu untuk menoleh. Dari kejauhan. Aisha, Raihan dan Bayu bergerak hati-hati ke tempat mereka.

"Di sebelah pemukiman itu ada jalan yang cukup besar. Sepertinya jalan itu adalah akses mereka kemari." Raihan berujar. Ia menunjuk satu titik yang sedikit terlindung lebatnya dedaunan.

"Eh, kamu dengar?"

"Samar-samar tadi."

Aldo mengangguk paham setelahnya menyoroti arah tunjukkan Raihan dan benar saja, di tanah ia mendapati bekas roda berukuran besar.

"Tidak salah lagi, perkampungan itu adalah markas para penebang liar. Tapi tanda-tanda keberadaan Saiful Darwawi juga belum ditemukan."

"Sepertinya kita harus lebih dekat lagi." Bayu menyela. Ia tampak kelelahan dengan kemelut yang terjadi. Terhitung sudah lebih dari sepekan mereka berada di hutan gunung Niut.

Sebenarnya beberapa hari yang lalu komplotan ini berhasil menemukan area hutan gundul tetapi mereka tidak menemukan adanya aktifitas manusia di tempat itu. Pun tidak jauh dari kawasan tersebut terdapat puing-puing pemukiman. Selain bekas suku pedalaman mereka turut menemukan adanya tanda-tanda kehidupan manusia modern.

Dari data yang Bayu terima serta diperkuat dengan artikel karangan Saiful, memang benar tempat itulah adalah TKP pembalakan liar selama ini.

Masih yakin bahwa tindakan ilegal itu masih terjadi, mereka memutuskan untuk menjelajah hutan lebih dalam lagi dan akhirnya berhasil sampai ke titik ini.

"Agak bahaya kalau lebih dekat lagi, kawasan ini dijaga ketat oleh pasukan bersenjata. Aku menghitung hampir enam puluh orang yang berlalu lalang." Marni berpendapat, ketika Bayu hendak berargumen, perempuan itu segera menyerahkan alat bantu penglihatan.

"Kamu lihat saja sendiri, aku ngga setuju kalau anak-anak disuruh lebih dekat lagi." Kurang lebih begitulah, ia lantas membuang muka dan membelakangi Bayu.

Alis Bayu berkedut, tetapi ia masih sadar untuk tidak membuat keributan."Aku tahu, Marni," ujarnya. "Mendekati markas musuh di bawah matahari bukan ide bagus." Sang pemimpin lantas beralih kepada para remaja.

"Anak-anak, manfaatkan waktu beberapa jam ini untuk survei tempat, baik untuk kita bermalam maupun mencari jejak Saiful Darwawi."

"Siap, Komandan!" Empat remaja itu memberi hormat kepada Bayu sebelum beringsut untuk meninggalkan tempat ini. Marni menghela napas lega, ia berbalik dan menuntun anak-anak itu.

Bayu bergeming di tempatnya, pandangan laki-laki ini lurus menatap pemukiman musuh.

"Bang ...!" Bayu sedikit terperanjat tatkala Aisha melongok dari samping. Gadis itu jarang bersuara, tapi kenapa sekali berbicara membuat jantungan?

Raihan: The Great IssueWhere stories live. Discover now