"Hahaha iya gakpapa. Jalanan kalau malam emang suka padat."
"Iya, Tan. Apalagi kalau di traffic light Bunderan Tugu pas malam minggu, macetnya gak karuan!"
"Wah, mainmu jauh juga ya."
"Lumayan sih Tan, hehehe. Saya juga sempat main ke daerah kota sebelah, namanya uhmm— apa ya duh agak lupa." Ia yang cengengesan pun berakhir tergelak saat Mamaku berusaha menggodanya.
"Hayo, daerah mana?"
"Boong Ma, dia mainnya ke mall doang. Jarang ke pelosok-pelosok gitu."
Bukannya setuju, Mama justru melakukan hal yang sebaliknya, "Loh itu bukannya kamu ya?" Aku langsung memincingkan mata ke arah Mama yang beralih menatap Kak Ace, "Nih ya, saya minta tolong sering-sering ajak Keira main keluar. Anaknya mageran pol!"
"Ma, udah deh."
"Hahaha siap Tan!" Kak Ace menanggapinya dengan senang hati.
"Gimana kalau kita lanjut ngobrol di dalam?" Awalnya aku kaget tiba-tiba saja Mama menawarkan hal seperti itu padahal sebelumnya ia tampak mengeluh karena harus menerima tamu disaat dirinya belum siap.
Tapi gelagat Kak Ace menunjukkan sebuah penolakkan, "Maaf, Tante. Mungkin lain kali aja. Soalnya saya ada rapat organisasi sebentar lagi."
"Oalah, oke deh kalau gitu kapan-kapan aja gakpapa."
Entah sudah berapa kali tubuh Kak Ace menunduk seperti itu dengan sopan, "Sekali lagi maaf ya, Tan."
"Iya gakpapa santai aja. Dulu saya juga anak organisasi."
"Lebih tepatnya anak organisasi suka demo," celetukku iseng.
"Hush! Keira omongannya!" Mama mendelik sebal.
"Kalau gitu saya pulang dulu ya, Tan," ia kembali menunduk dan saat beralih ke arahku yang berdiri di samping Mama, ia mengembangkan senyum lebih lebar. "Balik dulu ya, Kei."
Aku mengangguk dengan raut yang berubah canggung dalam sekejap, "Hati-hati Kak."
Kemudian ia pun berjalan menghampiri motornya. Setelah siap, ia sempat menoleh dengan helm full face terpasang dikepalanya dan berseru saat kacanya terbuka.
"Duluan ya Tante, Keira!"
Setelah mendapat balasan berupa anggukan dan lambaian tangan sebagai perpisahan, motornya langsung melaju dengan cepat meninggalkan perkarangan rumahku dengan pagar yang sengaja dibuka olehku.
"Nah, lain kali cari cowok tuh yang kayak gitu. Bukan bentukan preman kayak Adam."
Aku mendengus kesal, "Iya deh iya, terserah Mama."
Melihat sosok Kak Ace yang telah menghilang ditelan gelapnya malam, membuatku spontan membalikkan badan untuk memasuki rumah.
Tapi pertanyaan dari Mama yang terkesan blak-blakkan langsung membuatku membatu di tempat.
"Kamu suka kan sama anak itu? Hayo ngaku!"
"Apaan sih, Ma," dalihku seraya membuang muka.
"Kelihatannya dia juga suka kamu kok."
Aku berdecak sebal, "Udah deh, cukup. Lagian gak mungkin orang kayak dia suka sama aku."
"Loh, emang kenapa? Dia kan ganteng, sopan, baik, anak organisasi, bahkan ikut lomba-lomba juga. Kurang apa coba?"
Mendadak aku lupa bahwa aku tengah berbicara dengan Mamaku hingga berbicara terlalu santai karena saking gemasnya, "Iya aku tahu. Tapi yang jadi masalah tuh aku, bukan dia. Kalau dia mah gak ada kurangnya. Nah kalau aku? Mama aja bisa sebutin kekuranganku lebih dari dua puluh jari."
YOU ARE READING
if only,
RomanceKeira bertemu dengannya Agustus lalu, saat hari pertama ospek fakultas dilaksanakan. Semula yang terasa hanyalah percikan, bisa terabai. Tapi bagaimana ia bertutur dan berperilaku, pada akhirnya Keira merasa jatuh. Meski selama itu, tiada kata pasti...
i got an explanation
Start from the beginning
