Bab 🕗

14.6K 1.3K 11
                                    

"Kamu nyuri motor Mahen?" tanya seseorang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu nyuri motor Mahen?" tanya seseorang.

"Daddy bertanya padamu, Vino, jawab!" bentak Grio, yang diketahui sebagai ayah dari lima anak.

"Saya ga nyuri, saya cuma pinjam. Lagian, Mahen nyimpen kunci di motornya, ya udah saya pakai. Daripada terlambat terus kena amuk," ucap Vino, menatap balik ke arah Grio.

"Sama aja kamu mencuri. Daddy tidak mengajarkanmu seperti itu," ucap Grio.

"Memangnya Anda pernah mengajarkan saya? Seingat saya, Anda bahkan tak pernah mengajarkan apa pun. Dalam ingatan saya pun, Anda tak ada," timpal Vino. Vino tersenyum melihat Grio diam tak berkutik.

Vino melirik ke arah Mahen. Orang yang cepu membuat Vino mendengus. Mereka bahkan tidak memberikan Vino apa pun. Makanannya, ia meminjamnya. Lagian, motornya balik dengan aman.

"Teo, ambilkan itu," Grio mulai berucap kembali, menyuruh bawahannya mengambilkan sesuatu. Sang bawahan pun menundukkan kepalanya, lalu melesat pergi. Setelah kembali dengan barang yang diminta tuan besarnya, Vino menatap barang tersebut. Itu sebuah cambukan.

"Perlihatkan kedua lenganmu," perintah Grio. Mendengar perkataan Grio, Vino lantas memperlihatkan kedua lengannya. Tak terjadi apa-apa, membuat Vino mendongakkan kepalanya. Ia mengernyitkan dahinya saat Grio hanya diam. Bukankah Grio akan menghukumnya? Kenapa hanya diam?

Tersadar akan tatapan Vino, membuat Grio tersadar kembali. Ia melihat tatapan Vino yang terlihat tidak takut sama sekali.

Tanpa berpikir, Grio langsung mencambuk pergelangan kedua lengan Vino.

"Cetak."

"Cetak."

Satu demi satu cambukan itu masih berlanjut. Grio mencambuknya sebanyak 15 kali. Bagaimana keadaan Vino? Vino hanya diam sambil terus memperhatikannya hingga cambukannya terhenti.

"Udah?" tanya Vino, melihat cambukannya terhenti.

Apa-apaan anak ini? Biasanya Vino selalu meminta ampun agar ia tidak melukainya. Tapi lihatlah sekarang, Vino hanya menampilkan raut wajah biasa saja.

"Kalau udah, saya mau pergi. Tapi sebelum saya pergi, saya minta agar Anda membelikan saya motor yang sama seperti yang Mahen punya," minta Vino.

"Itupun jika Anda tidak ingin saya mencuri motornya lagi," lanjut Vino, saat melihat Grio yang ingin menolak permintaannya.

...

Melihat wajah yang terlihat kesakitan, bukan wajah Vino, melainkan wajah bibi pengasuhnya, yaitu Bi Karla, saat mengobatinya. Padahal dia yang terluka, kenapa Bi Karla yang seolah-olah terluka di sini?

"Tuan muda, mengapa Anda melakukan itu?" ucap Bi Karla sambil mengobati kedua lengan Vino secara perlahan. Luka dari cambukan itu tercetak di kedua lengan tuan mudanya. Ia pikir tuan mudanya tidak akan mendapat luka ini lagi, tapi apa ini? Tuan mudanya malah mencari masalahnya sendiri.

"Vino, lakukan itu agar bisa mendapat perhatian Daddy," ucap Vino. Mendengar perkataan yang dilontarkan Vino, membuat Karla memberhentikan usapannya di lengan Vino. Ternyata tuan mudanya sama saja. Setelah hilang ingatan pun, tuan mudanya masih mengharapkan perhatian keluarga ini.

Sebenarnya, Vino melakukan itu agar bisa dibelikan motor yang sama. Jika Vino tidak melakukannya, mana mungkin orang tua itu mau menerima permintaannya. Walaupun dirinya sangat yakin, jika melakukan itu pun, dirinya tidak akan mendapatkannya. Vino juga sedikit terkejut karena orang tua itu menerima permintaannya. Sepertinya, ia tidak perlu menggunakan cara kedua.

Tapi itu juga untuk menarik perhatiannya, jadi dia sama sekali tidak berbohong kepada bibi pengasuhnya.

...

Di ruangan yang serba hitam dan bau darah menusuk indra siapa saja yang memasuki ruangan tersebut, terdapat beberapa orang yang dengan lihai membedah sang penghianat yang telah mengkhianati tuannya. Serta sang tuan besar yang sedang duduk anteng sambil menyeruput secarik kopi.

"Jika itu pun Anda tidak ingin saya mencuri motornya lagi."

Mengingat perkataan tersebut yang terdengar tidak ada rasa takut lagi, membuat mulutnya tanpa sadar mengucapkan kata 'ia akan membelikan motor yang sama seperti Mahen punya'.

Padahal, anak itu sudah membuat banyak masalah dan selalu ia tolak. Tapi masalah kali ini, kenapa dirinya menerimanya?

"Memangnya Anda pernah mengajarkan saya? Seingat saya, Anda bahkan tak pernah mengajarkan apa pun. Dalam ingatan saya pun, Anda tak ada."

"Tuan, kami sudah selesai membedahnya," ucap salah satu bawahan, menoleh ke arah tuannya dengan berlumuran darah.

"Buang seperti biasa,"

~~🔐🔏🔒🔓~~

"Daddy sudah membelikan motor yang kamu minta," kata Grio sambil memberhentikan acara makan dan menatap Vino.

"Benarkah itu?" tanya Vino, mencoba memastikannya, dan mendapat anggukan dari Grio. Vino menyunggingkan senyuman kecil, lalu menurunkannya saat sang Oma berbicara.

"Bagaimana bisa kamu memberikannya motor? Dia bahkan tidak pernah naik motor. Bagaimana jika dia menabrakkan motornya dan merusaknya? Sia-sia saja kamu membeli motor itu," Vino menyela ucapan terakhirnya.

"Saya bisa naik motor, Anda tidak perlu khawatir. Lihat saja, saya akan membawa motornya tanpa tergores sedikit pun. Lagi pula, kemarin saya sudah bisa mengendarai motor Mahen," ucap Vino tanpa menyebut nama Abang Mahen. Mahen pun mulai menatap ke arah perdebatan yang tidak bermutu itu.

"Hentikan. Motor kamu ada di garasi," ucap Grio, mencoba meredakan pertengkaran yang sepertinya akan berlangsung antara Vino dan ibunya dalam beberapa hari ini, melihat perubahan Vino yang tampaknya akan terus membalas perkataan mereka.

Vino mendengarnya dan berhenti ingin pergi ke arah garasi, tapi ia mengurungkan niatnya saat mendengar suara dingin Grio.

"Kemarin Daddy membiarkanmu langsung meninggalkan meja makan, tapi sekarang duduk dan habiskan makananmu itu, Vino."

Vino berbalik, melihat tatapan tajam Grio dan nada terakhir suara yang ditekankan, membuatnya mengurungkan niatnya. Ia tidak ingin membuat tubuh Vino semakin terluka karena ulahnya.

Setelah semuanya selesai dengan acara makan, Vino pergi dengan cepat, menghiraukan berbagai tatapan yang ditujukan kepadanya.

Sampai di garasi, Vino melihat motor barunya yang tertutup oleh kain. Vino yakin itu adalah motornya. Ia mendekat dan langsung melepaskan kain penutupnya. Senyuman terukir di bibirnya saat melihat motor yang persis seperti milik Mahen, hanya beda warna. Milik Mahen berwarna hitam, sedangkan milik Vino berwarna merah.

Vino menepuk jidatnya, bingung bagaimana cara mengendarai motornya jika ia tidak memiliki kunci.

"Mencari ini?" mendengar suara seseorang di belakangnya, Vino berbalik dan melihat Grio menatapnya sambil memperlihatkan kunci motor.

Grio berjalan ke arah Vino, dan saat mereka berada berhadapan, Vino mendongak.

"Berikan," pinta Vino.

"Daddy akan memberikannya jika kamu pergi ke sekolah bersama Mahen," kata Grio. Mendengar permintaan itu, Vino mengernyitkan dahinya. Apakah Daddynya ini sudah berubah hanya karena sikap Vino yang mulai membangkang? Itulah yang dipikirkan Vino tentang ayahnya yang terlihat aneh.

Tak mendapatkan jawaban, Grio berucap lagi, "Iya, atau tidak?"

"Tidak," jawab Vino cepat.

"Saya akan pergi sendiri. Lagipula, Mahen tidak akan mau pergi bersama saya ke sekolah," lanjut Vino.

"Dengan kedua tanganmu yang seperti itu?" Grio menunjukkan pergelangan tangan Vino yang terbalut perban, yang Vino tutupi dengan lengan baju yang panjang.

"Mahen?" Seolah mengerti ucapan Vino, Grio berkata, "Daddy sudah menyuruhnya agar berangkat bersamamu ke sekolah."

VINO ALVARENZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang