17. Dia yang Kembali

Începe de la început
                                    

Shaqueen kembali meletakan bunga Krisan itu ke tempat semula. Lalu ia segara bangkit dan kembali berjalan. Namun, sewaktu ia menatap ke arah lapang, lagi-lagi ia harus melihat pemandangan yang seharusnya tak ia lihat pagi ini. Lagi-lagi tawa itu terdengar begitu lepas, namun terdengar pilu ketika menelusup masuk kedalam telinganya.

Sudah satu minggu setelah dia masuk ke sekolah dan kejadian waktu itu, nampaknya membuat hubungan keduanya sedikit merenggang. Shaqueen kira Aksa akan berusaha lebih jauh untuk membuktikan bahwa semuanya memang tidak ada apa-apa. Namun, setelah kejadian satu minggu yang lalu hanya ada beberapa pesan saja yang di kirimkan oleh laki-laki itu.

Shaqueen kira Aksa merasa kehilangan atas sikap yang dia berikan beberapa hari terakhir ini. Namun, ternyata semuanya tak sesuai dengan yang ia kira. Aksa ternyata baik-baik saja. Bahkan terlihat sangat bahagia meski tanpa dirinya.

Tak ingin untuk terus menerus melihat apa yang membuatnya semakin sakit. Shaqueen memilih untuk terus berjalan tanpa sudi menatap ke arah Aksa yang kini juga sedang menatap kearahnya.

Sedangkan Jevian laki-laki itu hanya berjalan mengekor Shaqueen dari belakang. Laki-laki ini paham pasti lagi-lagi gadis itu terluka ketika melihat Aksa dan Karina berada di tempat yang sama. Jevian tak habis pikir dengan jalan pikir Aksa. Bagaimana laki-laki itu bisa tertawa lepas, sedangkan kekasihnya berusaha mati-matian untuk tetap terlihat baik-baik saja.

Jevian juga sadar di sana Aksa menatapnya dengan tatapan yang sengit. Perlahan-lahan laki-laki itu menghampirinya dengan tatapan nyalang. Hingga tak terasa jarak diantara Keduanya sudah saling berhadapan.  Mereka masih geming dan mematung satu sama lain. Entah sejak kapan tangan keduanya sama-sama mengepal.

"Udah cukup lo ambil apapun dari gue. Tapi, jangan berharap lo bisa ambil cewek gue!" celetuk Aksa.

Jevian hanya memutar bola matanya. "Gue nggak pernah ambil apa pun dari lo."

Aksa menyunggingkan senyumnya. "Ck, setelah apa yang terjadi sama semuanya, lo bilang nggak pernah ambil apa pun?" tanyanya sekali lagi.

Jevian hanya tersenyum tipis, dengan sorot mata yang dingin."Bahkan gue nggak tahu, sama apa yang sebenarnya terjadi diantara kita."

"Nggak usah pura-pura bego deh, Jev.  Orang lain mungkin boleh akui kalo lo itu hebat. Tapi, di mata gue, lo itu nggak lebih dari sekedar sampah!" celetuk Aksa.

Jevian tak memberikan reaksi apa pun. Ia mulai menilik wajah Aksa, dengan pandangan yang sulit di artikan. "Oh, ya?" tanya Jevian sembari tertawa hambar, lalu perlahan ia berjalan satu langkah lebih mendekat ke arah Aksa, sembari berbisik tepat di telinganya. "Di mata gue juga lo kayak gitu, brengsek. Dan apa lo tahu? status orang brengsek menurut gue jauh lebih dari sampah!" ucapnya pelan, namun berhasil menusuk ke dalam rongga-rongga hati rivalnya.

"Kalo lo nggak bisa jaga cewek lo, lebih baik lo lepas. Jangan denial!" lanjut Jevian.

"Mau gue denial atau nggak, itu bukan urusan lo!" sungut Aksa.

"Bajingan emang ya, lo! Perlu lo tahu, kalo udah nyangkut tentang Shaqueen, itu udah jadi urusan gue. Gue nggak mau dia sakit hati, apalagi lo penyebabnya!" sahut Jevian dengan nada yang di naikan satu oktaf.

Aksa hanya berdecih. "Ck, segitunya banget. Suka lo sama cewek gue?"

"Enggak. Tapi gue dapat amanah dari, Bang Rama. Buat ngejagain adeknya dari orang-orang brengsek. Dan lo salah satunya."

Setelah mendengar ucapan Jevian. Aksa sudah tidak bisa lagi menahan emosinya. Kini tangannya sudah berhasil mencengkeram kerah baju milik Jevian.

"Lo yang brengsek!" pekik Aksa, dengan emosi yang sudah meluap-luap. Lalu, detik berikutnya ia melayangkan satu pukulan ke arah Jevian.

JevianUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum